Pedoman Penggunaan Narasumber Anonim
1. Prinsip Utama
- Narasumber anonim adalah narasumber yang tidak disebutkan namanya dalam berita.
- Penggunaan narasumber anonim hanya diperbolehkan jika tidak ada cara lain untuk memperoleh informasi itu.
- Narasumber anonim hanya dipergunakan dalam berita yang bersifat investigatif, mengandung kepentingan publik yang besar atau untuk mematuhi kode etik jurnalistik (contoh: korban kekerasan seksual yang tidak boleh ditulis namanya, atau pengidap penyakit menular, yang dikutip dalam berita kesehatan).
- Narasumber hanya boleh anonim jika narasumber itu bisa dipercaya dan berada dalam posisi untuk memiliki informasi yang akurat (sumber A1).
2. Kriteria Informasi
- Narasumber anonim hanya boleh memberikan informasi faktual, bukan pendapat/opini pribadi atas suatu isu.
- Narasumber anonim tidak boleh dikutip memberikan informasi yang bersifat spekulatif, mengira-ngira dan tidak terverifikasi.
- Narasumber anonim tidak boleh dikutip memberikan informasi bohong atau misleading, meskipun dalam rangka melindungi identitasnya.
3. Persetujuan Penggunaan
- Wartawan Tempo harus selalu berusaha bernegosiasi agar narasumber bersedia disebutkan namanya dalam berita dan tidak sejak awal menawarkan anonimitas.
- Negosiasi soal anonimitas bisa dilakukan di awal atau di akhir wawancara. Pada dasarnya ini adalah sebuah kesepakatan. Karena itu, upayakan kesepakatan itu menguntungkan kedua belah pihak. Artinya jika Anda tahu persis publikasi atas informasi tertentu bisa membahayakan si narasumber, ingatkan dia. Jangan jerumuskan narasumber Anda ke dalam bahaya.
- Narasumber harus punya alasan yang kuat untuk meminta namanya disembunyikan, misalnya nyawanya terancam, atau pekerjaannya bisa terganggu (karena melanggar sumpah jabatan), atau terancam pidana jika membocorkan sebuah informasi. Wartawan Tempo harus memastikan bahwa alasan tersebut kuat dan tidak mengada-ada.
- Wartawan Tempo harus meminta izin atasannya sebelum setuju menyembunyikan identitas seorang sumber dalam berita.
4. Penulisan
- Perlindungan identitas narasumber bisa dibagi menjadi dua: narasumber anonim dengan atribusi dan narasumber anonim tanpa atribusi.
- Narasumber anonim dengan atribusi ditulis dengan mencantumkan deskripsi yang memungkinkan pembaca memahami akurasi, kredibilitas informasi maupun bias dari sumber itu. Misalnya: ‘seorang pejabat di lembaga penegak hukum’ atau ‘seorang petugas di Direktorat Pengaduan Masyarakat pada Komisi Pemberantasan Korupsi’ atau ‘seorang kerabat dekat dari korban’ atau ‘salah satu kuasa hukum penggugat’.
- Narasumber anonim tanpa atribusi ditulis dengan sebutan ‘seseorang’ atau ‘individu’. Hindari penggunaan kata ‘sumber Tempo’.
- Segera sesudah kutipan dari seorang sumber anonim, wartawan Tempo harus menjelaskan alasan mengapa sumber tersebut tidak disebutkan identitasnya dan (jika tidak membahayakan perlindungan identitas si sumber).
- Wartawan Tempo harus tahu apa motif sumber anonim itu (alasan mengapa dia membocorkan dokumen/informasi tersebut kepada Tempo dan tidak mau disebutkan namanya).
- Atribusi yang diberikan kepada narasumber anonim tidak boleh mengaburkan (misleading) dan mengelabui pembaca.
- Sebuah informasi dari narasumber anonim tidak bisa ditulis sebagai awal berita. Narasumber pertama yang dikutip dalam berita harus jelas nama dan identitasnya.
- Untuk kepentingan verifikasi, satu narasumber anonim saja tidak cukup. Dibutuhkan minimal dua narasumber anonim yang tidak mengenal satu sama lain (independen satu sama lain).