Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Banyak orang mengeluhkan proses sertifikasi halal yang lambat dan sering terganggu.
BPJPH akan menambah jumlah laboratorium serta penguji untuk proses sertifikasi halal.
Perbaikan aplikasi SiHalal menjadi kunci digitalisasi sertifikasi halal.
Azan magrib menyambut kedatangan Haikal Hassan di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 22 Oktober 2024. Dia datang ke kantor MUI setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Pertemuan dengan pemimpin MUI masuk agenda prioritas di hari pertamanya bekerja. “Sebelum ke MUI, saya ke Kementerian Agama,” kata pria yang akrab disapa Babe itu kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedatangan Haikal disambut jajaran pemimpin MUI, di antaranya Sekretaris Jenderal Amirsyah Tambunan, Ketua Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis, Ketua Bidang Ekonomi Syariah dan Halal Sholahuddin Al Aiyub, serta Wakil Sekretaris Jenderal Rofiqul Umam Ahmad. Haikal didampingi Afriansyah Noor, politikus Partai Bulan Bintang yang ditunjuk menjadi Wakil Kepala BPJPH, serta pelaksana tugas Sekretaris Utama BPJPH, Muhammad Aqil Irham. Aqil menjabat Kepala BPJPH periode 2021-2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Haikal mengungkapkan alasannya hadir di kantor MUI, yaitu lembaga kumpulan ulama itu memiliki peran penting dalam pelayanan jaminan produk halal. MUI sebelumnya berwenang menangani verifikasi kehalalan hingga memberikan logo dan sertifikat halal pada produk yang sudah diuji. Kini kewenangan itu beralih kepada BPJPH. BPJPH pun tidak lagi berada di bawah koordinasi Kementerian Agama, tapi bertanggung jawab langsung kepada Presiden. “Ini tugas yang tidak ringan karena harus mengurus kebutuhan seluruh umat Islam Indonesia," ucap tokoh yang ikut menggerakkan demonstrasi pada 2 Desember 2016 atau Aksi 212 tersebut.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Haikal Hassan saat dilantik Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, 22 Oktober 2024. Tempo/Subekti.
Toh, besarnya kewenangan tak membuat BPJPH benar-benar perkasa. Haikal tak menutup mata terhadap banyaknya persoalan dalam proses pelayanan uji halal, seperti minimnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung. Persoalan ini harus ia bereskan karena mulai 18 Oktober 2024 kewajiban adanya sertifikat halal untuk produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia telah berlaku. “Kami harus memperbanyak orang, mempersingkat cara, dan mempermudah pelaku usaha."
Kewajiban sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021. Kewajiban ini berlaku untuk produk makanan, minuman, hasil penyembelihan, dan jasa penyembelihan. Pelaku usaha mikro dan kecil diberi tenggang batas waktu hingga 17 Oktober 2026. Sedangkan kewajiban untuk produk impor bisa lebih cepat setelah mempertimbangkan penyelesaian kerja sama pengakuan label halal satu sama lain dengan negara mitra. “Kalau tidak dilakukan, bisa kena sanksi administratif sampai penutupan usaha,” tutur Haikal.
BPJPH saat ini menggarap sejumlah perbaikan. Yang utama adalah digitalisasi proses uji dan sertifikasi halal melalui aplikasi Sistem Informasi Halal atau SiHalal. Haikal mengaku sudah mendengarkan keluhan pelaku usaha tentang SiHalal yang kerap bermasalah. Fokus selanjutnya adalah menambah jumlah laboratorium uji pangan halal. BPJPH, Haikal mengungkapkan, tak harus membangun laboratorium sendiri karena bisa bekerja sama dengan universitas, organisasi, ataupun pihak swasta.
BPJPH pun akan menambah jumlah lembaga pemeriksa halal (LPH). Pada 2022, jumlah LPH di Indonesia hanya tiga, yakni Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, LPH Sucofindo, dan LPH Surveyor Indonesia. Kini jumlahnya mencapai 79. LPH mempekerjakan auditor kehalalan yang saat ini berjumlah 896 orang yang telah terdaftar dan diakui BPJPH. “Jika LPH sedikit, proses sertifikasi halal menjadi mahal dan lebih lama,” ujar Muhammad Aqil Irham.
Jumlah lembaga pendamping proses produk halal (LP3H) juga bertambah, yang kini sebanyak 269. LP3H bertugas memastikan semua tahap produksi, dari pengolahan bahan baku hingga distribusi, telah memenuhi standar dan aturan kehalalan. LP3H bertindak sebagai mitra pelaku usaha atau produsen dalam menjaga kehalalan produk. Tugas lain LP3H adalah memberi pendampingan dalam pengurusan berkas dan persyaratan.
Aqil mengatakan bukan hanya sarana dan prasarana uji halal yang ditambah, melainkan juga personel layanan sertifikasi halal. Saat ini sebanyak 120 ribu orang terlibat sebagai auditor halal, penyelia halal, pendamping proses produksi halal, juru sembelih halal, dan lainnya. Adapun jumlah lembaga pelatihan jaminan produk halal sebanyak 17, yang tersebar di Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Lampung, dan Makassar.
Persoalan infrastruktur menjadi tantangan terbesar dalam pengembangan ekosistem halal. Vice Head of Center for Sharia Economic Development Institute for Development of Economics and Finance, Handi Risza, mengatakan keluhan pengusaha tentang lambatnya sertifikasi berdampak pada kinerja industri halal nasional yang kalah bersaing di pasar global. “Harus ada komitmen dan kolaborasi untuk menyederhanakan proses sertifikasi serta memastikan transparansi dalam seluruh rantai pasokan,” katanya.
Ihwal ketersediaan sarana dan prasarana uji halal yang memadai tak bisa dianggap sebelah mata, terlebih sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mengubah sistem sertifikasi halal dari sukarela menjadi wajib. Direktur Next Policy Yusuf Wibisono mengatakan, dengan pemberlakuan sistem wajib dalam sertifikasi halal, BPJPH menjadi berfokus pada kuantitas penerima sertifikat. “Jangan sampai pada akhirnya ini mengorbankan kualitas dan efisiensi,” ucapnya.
Menurut Yusuf, penambahan jumlah LPH, LP3H, balai pelatihan, serta personel oleh BPJPH secara merata di semua provinsi bisa membuat biaya sertifikasi lebih murah. Jika hal ini diabaikan, kewajiban sertifikasi halal hanya memicu ekonomi biaya tinggi, khususnya bagi pelaku usaha kecil. “Ekosistem sertifikasi halal yang efisien akan mendorong pelaku usaha berfokus pada peningkatan kualitas produk untuk mendapatkan kepercayaan konsumen muslim.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sertifikasi Minim Penguji"