Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik rencana pelabelan BPA pada kemasan galon masih terus berlangsung. Salah satu latar belakang pelabelan adalah terkait tudingan zat BPA pada kemasan galon guna ulang polikarbonat dapat menyebabkan kanker.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
International Agency Research on Cancer (IARC) sebagai salah satu rujukan utama para ahli dalam penelitian kanker, melaporkan bahwa zat Bisphenol-A (BPA) pada air minum dalam kemasan galon polikarbonat tidak termasuk dalam daftar zat golongan 1 yang paling potensial menyebabkan kanker bagi manusia. Informasi ini sekaligus meluruskan isu yang beredar saat ini bahwa BPA pada kemasan galon guna ulang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen dan Peneliti Bidang Kemasan Pangan Institut Pertanian Bogor, DR. Nugraha Edhi Suyatma, menjelaskan bahwa kandungan senyawa dalam kemasan polikarbonat yang dilaporkan oleh IARC hanya masuk pada golongan 3, sementara dalam plastik PET terdapat senyawa acetaldehyde yang masuk ke dalam level 2B. “Zat BPA pada kemasan polikarbonat lebih ringan daripada acetaldehyde,” ujarnya.
Nugraha mengatakan, sudah menulis dan berbicara kepada media bahwa kemasan polikarbonat masih aman dikonsumsi dan juga sering diuji secara berulang. “Perhitungan migrasi (luruhan) zat pada polikarbonat yang sudah berulang kali diuji pun telah ada. Apabila migrasi zatnya meningkat itu sudah pasti tidak lolos uji dan tidak beredar di pasaran,” tuturnya.
Menurut dia, pelabelan BPA pada AMDK galon kurang tepat untuk diatur secara spesifik pada rencana perubahan peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018. Pasalnya, galon sekali pakai PET memang tidak mengandung BPA, tetapi memiliki zat lainnya. Label bebas BPA pada galon PET tidak tepat sasaran dan justru tidak mengedukasi konsumen dengan benar.
Senada dengan hal ini, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi sekaligus Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Jawa Barat, Dr. Muhammad Alamsyah Aziz, SpOG (K), KIC, M.Kes, mengatakan hingga saat ini belum ada laporan kasus gangguan kesehatan pada ibu hamil maupun kepada janin yang berkaitan dengan konsumsi AMDK guna ulang atau galon berbahan polikarbonat. Penelitian para pakar juga menyebutkan bahwa tingkat migrasi BPA dalam kemasan galon sangat kecil.
“Jadi, sampai saat ini, BPA yang ditemukan di dalam air akibat migrasi dari kemasannya itu sangat rendah sekali. Masih dalam batas ambang aman, baik itu yang sudah dikeluarkan BPOM dan WHO. Data-data yang kita temukan,1.000 kali lebih aman dibanding batas ambang. Jadi, jangan khawatir untuk mengonsumsi air dari galon guna ulang,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Dosen Biokimia IPB Syaefudin, PhD, mengatakan BPA yang tidak sengaja dikonsumsi konsumen dari kemasan pangan akan dikeluarkan lagi dari dalam tubuh. Menurutnya, hati manusia mampu mengurai BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh menjadi senyawa lain, sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan lewat urin.
“Kalau BPA tidak sengaja dikonsumsi oleh kita tubuh kita, maka yang paling berperan itu adalah hati. Ada proses glukorodinase di hati, ada enzim yang mengubah BPA menjadi senyawa lain yang mudah dikeluarkan tubuh lewat urin,” ujar Syaefudin dalam merespon kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan bahaya kesehatan mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) galon, akibat mengandung BPA.
Syaefudin menambahkan, BPA memiliki biological half life atau waktu paruh biologis. Artinya, ketika BPA itu misalnya satuannya 10, masuk dalam tubuh, maka selama 5-6 jam akan tersisa 5. “Yang setengahnya itu dikeluarkan dari tubuh. Artinya, yang berpotensi untuk menjadi toksik dalam tubuh itu sebenarnya sudah berkurang,” ujar dia. (*)
TIM INFO TEMPO