Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai penerus, generasi muda harus tetap menjaga dan melestarikan budaya tanpa harus mengubah dan menggantikan budaya aslinya. Salah satu warisan budaya Nusantara adalah Surau dan Rumah Gadang. Keduanya merupakan simbol budaya yang tak terpisahkan dari masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surau merupakan simbol agama dan rumah gadang merupakan simbol adat. Di dalam keduanya, tersimpan beragam warisan intelektual masyarakat Minangkabau pada masa silam. Karena itu, Surau Intellectual for Conservation (SURI), bersama Wikimedia Foundation melalui program Wikisource Loves Manuscripts (WILMA), dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta melakukan kegiatan penyelamatan dan digitalisasi koleksi manuskrip bersejarah, peninggalan Syekh Abdul Latif Syakur, salah satu tokoh Islam terkemuka di Sumatra Barat. Kegiatan ini bertempat di Nagari Balai Ngurah Kecamatan IV Angkek, Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada 3 Juli hingga 2 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen dan filolog UIN Imam Bonjol, Ahmad Taufik Hidayat, menjelaskan, Syekh Abdul Latif Syakur merupakan ulama yang memiliki pengetahuan dan kompetensi keagamaan yang sangat luas. "Beliau menulis banyak sekali karya-karya yang ditinggalkan sampai saat ini dan masih bisa ditemukan di Balai Gurah, diantara karya-karya beliau itu sekarang ditemukan lebih kurang lima puluhan manuskrip-manuskrip," kata dia.
Salah satu cicit Syekh Abdul Latif Syakur, Zul Ashfi, mengatakan bahwa Syekh Abdul Latif Syakur adalah seorang ulama yang produktif dan dari karya-karya yang beliau tulis itu dapat ditemukan berbagai macam disiplin keilmuan Islam. "Bahkan keilmuan masak-memasak pun kita temukan," kata Zul.
Zul menjelaskan, keilmuan Islam itu seperti kitab tafsir yang beliau tulis dengan berbagai macam model penafsiran, kitab hadis yang beliau tulis dengan tangan sendiri, dan tentang yurisprudensi Islam atau fiqih. "Ada juga ilmu usul fiqih bahkan ilmu logika Islam beliau punya yang kita sebut dengan istilah ilmu mantiq. Jadi beliau itu cukup produktif dalam melahirkan karya-karya dan tentunya beliau menuliskan ini untuk kepentingan masyarakat, agama dan bangsa," ujarnya.
Sekilas, kegiatan tim SURI tampak seperti dektetif. Mereka terus mencari dan menyelamatkan keberadaan manuskrip yang tersebar di seluruh Sumatera Barat. Salah satunya konon tersimpan di salah satu masjid tertua yaitu di Masjid Asasi.
Namun, temuan manuskrip di sana tidak bisa diketahui siapa pembuatnya. Sebab beberapa bagian manuskrip itu hilang dimakan rayap. Meski demikian, pengurus Masjid Asasi menginginkan naskah manuskrip ini diselamatkan dan diperbaiki dengan proses digitalisasi, agar bisa menjadi sebuah pembelajaran oleh generasi mendatang.
"Kami melihat ada hal yang perlu disosialisasikan atau dikampanyekan kepada anak-anak muda terutama generasi kami untuk mengetahui atau sekedar memberitahu saja bahwasanya kita memiliki khazanah manuskrip yang luar biasa," kata Ketua Lembaga Surau Intellectual for Conservation (SURI) Surya Selfika.
Surya menjelaskan, timnya mencoba mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan manuskrip melalui media dalam bentuk komik atau lainnya. Hal ini bertujuan agar manuskrip itu tidak hanya dibaca atau diingat oleh orang-orang yang berkutat dalam keilmuan naskah kuno atau disebut juga dengan filologi, tetapi juga menyetuh kepada seluruh kalangan masyarakat. "Tujuannya untuk mengenalkan bahwasanya manuskrip itu adalah hal yang luar biasa pada masanya dan tentu juga akan luar biasa untuk masa hari ini, baik secara isi konten ataupun hal-hal lainnya," ujarnya.
Ilustrator SURI, Rafi gusli, menjelaskan, iluminasi dari naskah kuno yang bentuknya sangat khas dan beragam itu dirinya kembangkan bersama SURI untuk menjadi sebuah desain batik, syal dan sajadah. "Kami bekerja sama dengan beberapa rumah batik yang ada di Sumatera Barat dan khususnya yang di dekat dari skriptorium atau tempat penyimpanan naskah itu sendiri, salah satunya di Pesisir Selatan, ada sebuah rumah batik yang dekat sekali yakni rumah Gadang Mande Rubiah," kata Rafi.
Menurut Tim Digitalisasi Program Wikisource Loves Manuskrip (WILMA) Adit Dermawan, digitalisasi merupakan salah satu bentuk penyelamatan tercepat dari isi manuskrip ataupun informasi yang terdapat dalam manuskrip. Meski tentunya tidak mudah dalam melakukan proses digitalisasi manuskrip.
"Kendalanya itu, sering kami menemukan bawasannya manuskrip-manuskrip yang akan kami digitalkan itu belum dibersihkan, masih dalam kondisi yang sangat banyak berdebu, juga ukuran naskah yang berbeda-beda dan kondisinya sebagian besar sudah memprihatinkan," kata Adit.
Wikimedian in Residence - WILMA, Ilham Nurwansyah, menjelaskan program WILMA di Provinsi Sumatera Barat merupakan program tempat ketiga di Indonesia dalam rangkaian WILMA. Sebelumnya sudah dilakukan kegiatan misi digitalisasi di Bali dan Yogyakarta.
"Dilihat dari lokasinya, Sumatera Barat ini memiliki keragaman yang tentunya berbeda dari dua lokasi sebelumnya (Bali dan Yogyakarta). Di Sumatera Barat ini, banyak manuskrip yang menggunakan Bahasa Arab, Bahasa Melayu dan Bahasa Minangkabau, dengan ditulis menggunakan huruf Jawi dan huruf Arab. Dengan kata lain, khazanah manuskrip disini lebih menonjol khazanah naskah-naskah keislaman," ujarnya.
Menurutnya, selama beberapa hari tim dari Sumatera Barat telah melakukan digitalisasi ribuan halaman manuskrip di tempat yang agak sulit dijangkau, yakni di daerah Bukittinggi. Selain itu, WILMA juga menyelenggarakan sebuah workshop tentang pelatihan untuk transkripsi teks manuskrip yang menggunakan aksara dan bahasa Arab, Jawi dan Minang. “Kemudian kami gunakan platform Wikisource dengan harapan akses manuskrip Minangkabau ini semakin terbuka untuk pengembangan ilmu pengetahuan," kata Ilham.
Pakar Manuskrip Minangkabau Universitas Andalas, Pramono, berharap lewat program WILMA ini seluruh koleksi Syekh Abdul Latif Syakur akan terunggah di website global, sehingga akan terbuka akses kepada siapapun yang ingin mengkajinya secara lebih lanjut. "Tentu saja skriptorium yang lain menunggu program kegiatan untuk penyelamatan manuskrip yang juga kondisinya cukup memprihatinkan," kata Pramono.
Ia juga berharap, program ini dapat menjadi inspirasi, bahwa khazanah manuskrip dimanapun berada penting untuk diselamatkan. "Karena di dalamnya, tersimpan memori perjalanan bangsa, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan adiluhur pada masa lampau," ujarnya.