Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komitmen Indonesia untuk mencapai nol emisi karbon pada tahun 2060 semakin diperkuat melalui berbagai inisiatif di berbagai daerah, salah satunya di Provinsi Sulawesi Barat. Dr. Bahtiar Baharuddin, Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Barat, menggerakkan program “Sepekan Menanam Mangrove” sebagai upaya konkret dalam mendukung target nasional tersebut. Program ini diluncurkan sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab masyarakat Sulawesi Barat terhadap ancaman perubahan iklim yang semakin nyata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sulawesi Barat, yang dikenal memiliki potensi mangrove seluas 8.000 hektar, saat ini hanya memanfaatkan sekitar 3.000 hektar yang masih produktif. Pj Gubernur Dr. Bahtiar Baharuddin menekankan pentingnya tata guna lahan mangrove yang dimiliki Sulawesi Barat untuk mengurangi emisi karbon dan menghindari konversi lahan yang dapat merusak ekosistem pesisir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mangrove adalah tumbuhan yang paling efektif menurunkan emisi karbon sekaligus bisa menahan tsunami, ombak ke pesisir, dan mencegah abrasi pantai. Menanam mangrove selama sepekan bukan sekadar seremonial, tetapi memiliki target yang jelas dan luas,” ungkap Dr. Bahtiar Baharuddin.
Sulawesi Barat adalah provinsi yang termasuk dalam kategori risiko bencana yang sangat tinggi di Indonesia. Berdasarkan data dari DIBI BNPB dan BPBD, Sulawesi Barat telah mengalami 145 kejadian bencana dalam 20 tahun terakhir, terutama banjir, longsor, dan gempa bumi yang meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, Dr. Bahtiar menegaskan pentingnya kembali merawat alam untuk mengurangi risiko bencana.
Program “Sepekan Menanam Mangrove” yang berlangsung dari 2 hingga 9 September 2024 ini bukan hanya sekadar ajakan, tetapi juga merupakan inovasi dan bentuk kecintaan nyata terhadap alam Sulawesi Barat. Melalui program ini, masyarakat diharapkan tidak hanya terlibat aktif dalam penanaman, tetapi juga menjadikan menanam mangrove sebagai kebiasaan yang akan membudaya di masa mendatang.
“Mangrove adalah tumbuhan yang paling efektif dalam menurunkan emisi karbon sekaligus berfungsi sebagai penahan ombak ke pesisir dan mencegah abrasi pantai,” jelasnya. “Mangrove juga merupakan salah satu bentuk karbon biru yang dapat menyimpan karbon dalam jumlah tinggi, melebihi hutan tropis di daratan,” ujarnya, mengutip hasil riset yang disampaikan dalam webinar Kompas Talks oleh Denny Nugroho Sugianto, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
Selain itu, gerakan ini juga dimaksudkan untuk membangun ekosistem ekonomi yang inklusif. "Mangrove bukan hanya tumbuhan, tetapi juga tempat hidup bersama bagi warga pesisir. Semua warga, tanpa diskriminasi, dapat mengambil manfaat dari keberadaan mangrove," tandasnya.
Dr. Bahtiar mengajak seluruh elemen masyarakat, dari komunitas, pemerintahan, hingga swasta, untuk bergabung dalam gerakan ini. "Ayo, mari kita wujudkan kecintaan kita pada alam Sulbar dan nyatakan terima kasih kepada alam Sulbar dengan cara menanam mangrove," ajaknya.
Dengan konsistensi dan kolaborasi yang kuat dari seluruh pihak, gerakan "Sepekan Menanam Mangrove" diharapkan dapat menjadi salah satu langkah nyata dalam mempercepat pencapaian target nol emisi karbon Indonesia pada tahun 2060 serta memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan berbasis pesisir dan laut di Sulawesi Barat. "Menanam mangrove berarti menanam kehidupan," kata Dr. Bahtiar.