Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Misi Menembus Lima Detik

Atlet panjat tebing Indonesia, Veddriq Leonardo dan Kiromal Katibin, bergantian memecahkan rekor dunia panjat tebing nomor Speed 15 meter. Target menembus catatan waktu di bawah 5 detik.

19 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dua atlet panjat tebing nasional, Veddriq Leonardo dan Kiromal Katibin, bergantian memecahkan rekor dunia panjat tebing nomor Speed 15 meter di Kejuaraan Dunia Panjat Tebing di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, akhir Mei lalu.

  • Atlet-atlet panjat tebing nomor Speed bertekad menjadi orang pertama di dunia yang bisa menembus catatan waktu di bawah lima detik.

  • Federasi Panjat Tebing Indonesia berupaya menyiapkan atlet yang andal untuk nomor Lead dan Boulder.

PAPAN pencatat waktu berhenti di angka 5,208 detik saat Veddriq Leonardo menyentuh tombol hitam di puncak dinding panjatan yang dibangun di pelataran kompleks kantor Industry SLC, Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat. Di babak final nomor Speed 15 meter dalam IFSC Climbing World Cup 2021 pada Sabtu, 29 Mei lalu itu, Veddriq mengalahkan kompatriotnya, Kiromal Katibin. Catatan waktu Veddriq itu memecahkan rekor dunia.

Waktu yang dicatat Nam—sapaan akrab Veddriq—itu terpaut 0,050 detik dari rekor lama yang dibuat Kiromal pada babak kualifikasi, empat jam sebelumnya. Catatan Kiromal, 5,258 detik, menumbangkan rekor sebelumnya milik atlet Iran, Reza Alipourshena, 5,48 detik, yang ditorehkan dalam IFSC Climbing World Cup 2017 di Nanjing, Cina. “Dari awal kami menargetkan memecahkan rekor dunia,” ujar Nam saat dihubungi Tempo, Rabu, 9 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejuaraan dunia yang diselenggarakan Federasi Olahraga Panjat Tebing Internasional (IFSC) di Salt Lake City itu menjadi kejuaraan nonvirtual pertama di masa pandemi Covid-19. Nam mengaku sempat berjanji kepada Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid menjadi atlet pertama yang menembus catatan waktu di bawah 5 detik. "Kami sempat menargetkan mencapai waktu 4,99 detik. Semoga di ajang selanjutnya bisa terwujud," ucap pria kelahiran Pontianak, 11 Maret 1997, tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum menjadi pemegang rekor dunia, Nam bercerita, ia mulai mengenal panjat tebing ketika bergabung dengan kegiatan ekstrakurikuler bernama Siswa Pecinta Alam Khatulistiwa atau Specta Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Pontianak. Nam mulai mengikuti kompetisi panjat tebing mewakili sekolahnya dalam lomba antar-siswa pencinta alam. "Pertama kenal panjat tebing tahun 2011 di kelas satu SMA. Mulai intens latihan pada 2014," ucapnya.

FPTI Kota Pontianak melirik atlet 24 tahun ini untuk dijadikan anggota kontingen dalam Pekan Olahraga Daerah Kalimantan Barat pada 2014. Prestasi di tingkat lokal itu membuat Nam masuk ke pemusatan latihan nasional (pelatnas) untuk Asian Games 2018. "Event internasional pertama itu IFSC Climbing World Cup 2018 di Moskow sebelum Asian Games. Saya berhasil meraih medali perunggu," tutur atlet bertinggi badan 164 sentimeter ini.

Kiprah gemilang Nam berlanjut ketika ia berhasil meraih medali dalam Asian Games yang diselenggarakan di kompleks Jakabaring Sport City, Palembang. Waktu itu Nam merebut medali emas nomor Speed Relay bersama Muhammad Hinayah, Rindi Sufriyanto, dan Abu Dzar Yulianto, yang tergabung dalam tim Indonesia 2, yang mengalahkan tim Indonesia 1 (Aspar Jaelolo, Sabri, Septo Wibowo Siburian, dan Muhammad Fajri Alfian).

Nam pun bakal bahu-membahu dengan atlet lain untuk mengibarkan Merah Putih dalam Olimpiade 2024 Paris. Adapun dalam Olimpiade 2021 Tokyo, kata dia, atlet Indonesia tidak mendapat tiket karena nomor yang dipertandingkan adalah kombinasi (Combine), yang menggabungkan nomor Speed, Lead, dan Boulder. "Di Olimpiade 2024 kami optimistis bisa membawa medali karena Speed dipertandingkan sebagai nomor sendiri,” ujar Nam.

Meski kalah oleh Nam pada babak final, Kiromal juga berambisi memecahkan rekor dunia rekan sesama anggota pelatnas itu. Atlet panjat tebing asal Batang, Jawa Tengah, tersebut bertekad lebih dulu menembus catatan waktu 4,99 detik. Pria yang akrab disapa Kiki ini akan berlaga dalam IFSC Climbing World Cup 2021 di Villars, Swiss, pada 1-3 Juli mendatang. “Target diri sendiri memecahkan rekor dunia Veddriq Leonardo,” ucap Kiki saat dihubungi, Rabu, 9 Juni lalu.

Dalam kejuaraan dunia yang mempertandingkan nomor Lead dan Speed itu, Kiki menjelaskan, kontingen Indonesia bakal diperkuat oleh Rahmad Adi Mulyono, Alfian M. Fajri, Nurul Iqomah, Raijah Salsabila, dan Desak Made Rita Kusuma Dewi. Dengan kekuatan yang ada, Kiki melanjutkan, Indonesia menargetkan gelar juara umum. "Besok sudah tidak menargetkan pemecahan rekor, nyarinya juara," tutur Kiki, yang lahir pada 21 Agustus 2000.

Pelatih pelatnas nomor Speed, Hendra Basir, mengatakan pelatihan bagi atlet yang akan berlaga di Swiss sudah dimulai sekembali mereka dari kejuaraan dunia di Amerika Serikat. Menurut Hendra, program latihan diberikan minimal empat jam sehari. "Latihan pagi biasanya mulai pukul 08.30 sampai siang hari. Kalau sore kadang dimulai pukul 15.00 atau sehabis salat asar," katanya.

Kiki menambahkan, dalam menu latihan, pelatih lebih banyak memintanya mengulangi teknik panjat pada dinding. Selain itu, sesekali pada pagi hari dia melakukan joging. "Kadang ada latihan malam untuk gym dan latihan beban, tergantung kebutuhan pelatih," ujarnya menjelaskan persiapan menghadapi kejuaraan dunia di Swiss.

Veddriq Leonardo merayakan kemenangannya serta mencatatkan rekor dunia baru (5,20 detik) dalam kompetisi FIS Climbing World Cup Speed di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, 29 Mei 2021. REUTERS/Jeffrey Swinger-USA TODAY Sports

Seperti Nam, Kiki memperkuat skuad Merah Putih dalam Asian Games 2018. "Pertama kenal panjat tebing pada 2008. Kebetulan di kampung ada papan panjat tebing," tuturnya. Melalui tangan dingin pelatih bernama D.K.W. Yusnita, Kiki menjelma menjadi atlet andalan. Ia mewakili Batang dalam Kejuaraan Daerah Jawa Tengah 2009 dan Kejuaraan Nasional 2009 di Yogyakarta. "Pertama kali masuk pelatnas untuk persiapan Asian Games 2018.”

Hendra mengatakan keberhasilan anak didiknya memecahkan rekor dunia di Amerika Serikat menjadi sinyal kekuatan Indonesia untuk bersaing melawan negara lain dalam Olimpiade 2024 Paris. Menurut dia, persaingan untuk kompetisi tiga tahun lagi itu telah dimulai. "Jadi kita kirim pesan kepada pesaing bahwa Indonesia siap bersaing di Paris khusus kategori Speed," kata Hendra saat dihubungi, Jumat, 11 Juni lalu.

Yenny Wahid mengatakan rekor dunia yang diukir dua atlet Indonesia dalam kejuaraan dunia di Salt Lake City itu menjadi obat sekaligus harapan bagi Indonesia di tengah pandemi Covid-19. “Ini menjadi titik tolak bagi kita untuk bangkit kembali,” ucap Yenny, Selasa, 8 Juni lalu. Dia mengatakan pemecahan rekor dunia putra ini telah lama dinantikan sejak atlet putri Aries Susanti Rahayu menciptakan rekor dunia dalam IFSC Climbing World Cup 2019 di Xiamen, Cina.

Meski tidak bisa berpartisipasi dalam Olimpiade Tokyo, Yenny menambahkan, para atlet Indonesia tidak perlu berkecil hati. "Kami menghargai sekali atlet-atlet kami yang mencurahkan segenap tenaga, pikiran, energi, dan waktunya untuk bisa berada pada titik ini,” ujarnya. Federasi di bawah kepemimpinannya, dia melanjutkan, telah menyiapkan atlet muda untuk tiga nomor yang bakal diperlombakan secara terpisah dalam Olimpiade 2024 Paris.

Yenny berupaya menyiapkan atlet yang andal untuk nomor Lead dan Boulder. Ia menyebutkan atlet spesialis Speed berbeda dengan atlet yang berfokus pada nomor Lead ataupun Boulder. "Atlet Speed itu harus cepat seperti siamang atau monyet. Kalau Lead dan Boulder itu kayak gorila," ucapnya. Selain punya kemampuan otot, Yenny menjelaskan, atlet Lead dan Boulder harus memiliki tingkat inteligensi tinggi untuk menganalisis jalur pemanjatan yang paling efisien.

 
Yenny mengungkapkan, masih ada waktu untuk menyiapkan atlet spesialis Lead dan Boulder yang bisa berprestasi seperti atlet nomor Speed. Tantangan saat ini, kata dia, bukan hanya penyiapan atlet. "Kita juga harus menyiapkan juri jalur. Selama ini kita keteteran karena juri kebanyakan dari Eropa," tuturnya. Yenny berjanji menambah fasilitas bagi nomor Lead dan Boulder. "Sehingga ke depan anak-anak terbiasa dengan macam-macam jalur.”

IRSYAN HASYIM
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus