Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SESAAT setelah pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dipastikan unggul dalam hitung cepat pemilihan presiden 2024, Satryo Soemantri Brodjonegoro menerima panggilan telepon dari Luhut Binsar Pandjaitan. Kepada Satryo, Luhut—yang saat itu masih menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi—menyatakan sedang bertemu dengan Prabowo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Beliau (Prabowo) bilang kepada Pak Luhut mau dibantu saya,” kata Satryo pada Rabu, 30 Oktober 2024, menceritakan peristiwa yang terjadi pada Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bantuan yang dimaksud adalah menjadi menteri di pemerintahan baru Prabowo. Satryo diminta menyiapkan pembentukan kementerian baru yang mengurus pendidikan tinggi dan riset. Belakangan, ketika membentuk Kabinet Merah Putih pada Senin, 21 Oktober 2024, Prabowo mendapuk Satryo sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Prabowo meminta bantuan melalui Luhut lantaran selama ini Satryo menjadi Penasihat Khusus Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri. Rekam jejak pria 68 tahun itu memang panjang di bidang pendidikan. Dia menjabat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada 1999-2007. Terakhir, profesor emeritus bidang teknik mesin Institut Teknologi Bandung ini memimpin Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, lembaga mandiri yang menghimpun para ilmuwan, selama 2018-2023.
Sebagai menteri, Satryo kini tengah berfokus menyiapkan pelaksanaan misi yang dititipkan Prabowo kepadanya, yaitu membangun 40 sekolah menengah atas unggulan berasrama di daerah. Sekolah ini diharapkan melebihi kualitas SMA Taruna Nusantara di Magelang, Jawa Tengah, terutama dari sisi kurikulum dan target lulusannya.
“SMA ini lulusannya harus masuk ke 100 perguruan tinggi top dunia,” ucap Satryo. “Kita ingin punya orang-orang pintar yang nanti bisa membangun di Indonesia. Tujuannya adalah mendukung ekonomi tumbuh 8 persen.”
Tim peneliti radiofarmaka dan biodosimetri BRIN mengembangkan radiofarmaka baru, Lutesium-177-Prostate Spesific Membrane Antigen, suatu obat nuklir untuk mendeteksi dan mengobati kanker prostat. Dok. BRIN
Dalam urusan pembangunan SMA unggulan ini, Satryo sadar konsepnya kelak mungkin tidak dikelola Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti Saintek), tapi oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. “Sekarang masih dalam pembicaraan,” ujarnya.
Namun satu misi lain belum terang kelanjutannya, yakni menentukan hubungan Kementerian Dikti Saintek dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Adanya aspek sains dan teknologi pada nomenklatur kementerian yang dipimpin Satryo menunjukkan institusi baru tersebut turut berperan dalam kegiatan penelitian. Sementara itu, semua unit penelitian dan infrastruktur riset pada kementerian dan lembaga dilebur ke dalam BRIN sejak 2021.
•••
PEMBENTUKAN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi serta penunjukan Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai pemimpin lembaga baru itu memantik kasak-kusuk di kalangan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional. Mereka mempertanyakan nasib BRIN ke depan. Sebagian peneliti juga menjadikan keputusan tersebut sebagai harapan.
Resmi dibentuk pada 2021, BRIN terus menyimpan bara. Sejumlah peneliti senior menilai peleburan lembaga-lembaga riset dan unit-unit penelitian kementerian ke dalam BRIN sebagai langkah mundur di dunia ilmu pengetahuan. Konflik internal beberapa kali mencuat empat tahun terakhir hingga berujung pelaporan kebijakan manajemen BRIN ke Dewan Perwakilan Rakyat dan Ombudsman RI. BRIN akhir-akhir ini juga tengah diguncang prahara menyusul kebijakan pimpinan lembaga yang menarik para peneliti ke homebase di Jakarta dan sekitarnya mulai tahun depan.
Di satu sisi, pembentukan Kementerian Dikti Saintek mereka anggap sebagai sinyal bahwa pemerintahan baru hendak meninjau ulang keberadaan BRIN. Kementerian baru ini seolah-olah menghidupkan lagi keberadaan Kementerian Riset dan Teknologi, yang dibubarkan Presiden Joko Widodo pada awal 2021 sebelum kemudian membentuk BRIN sebagai lembaga yang mandiri. Sebelum dibubarkan, kementerian tersebut membawahkan BRIN.
Di sisi lain, penunjukan Satryo juga menjadi sinyal berikutnya. Satryo bukan nama baru di lingkaran para ilmuwan yang mengkritik pembentukan BRIN. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang sebelumnya dipimpin Satryo, juga vokal mempersoalkan kebijakan-kebijakan manajemen BRIN.
Kasak-kusuk di lingkaran para peneliti tiga pekan terakhir sampai di telinga pimpinan BRIN. Seorang peneliti mengungkapkan, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengumpulkan para pejabat lembaganya di Auditorium Soemitro Djojohadikusumo di lantai 3 Gedung B.J. Habibie pada Rabu pagi, 23 Oktober 2024. Dalam rapat pimpinan itu, Laksana menegaskan bahwa BRIN akan tetap ada dan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN tidak akan diubah.
Kendati demikian, merujuk pada catatan rapat pimpinan yang diperoleh Tempo, Laksana juga menyatakan BRIN tidak akan menahan apabila ada sumber daya manusia yang akan ditarik ke Kementerian Dikti Saintek. “Untuk saat ini tidak perlu bereaksi berlebihan, menunggu dulu pembagian tugas dan fungsi kementerian baru,” demikian tertulis dalam catatan rapat pimpinan BRIN.
Hingga laporan ini diturunkan, Laksana belum mengabulkan permohonan wawancara yang dikirimkan Tempo. Namun dia sempat membalas pertanyaan lewat pesan pendek ihwal nasib BRIN di masa pemerintahan Prabowo. “Tidak ada perubahan apa-apa,” kata Laksana pada Senin, 28 Oktober 2024.
Dua sumber Tempo di lingkaran pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka secara terpisah mengungkapkan bahwa sejak awal Prabowo kurang sreg dengan BRIN. Karena itu, dia tak pernah mengundang Laksana Tri Handoko untuk membicarakan rencana pengelolaan riset di pemerintahan baru. Laksana juga tak terlihat dalam dua kali rapat kabinet. Padahal, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021, kedudukan BRIN di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Prabowo, menurut penjelasan seorang pejabat pemerintah, semula ingin BRIN digeser lagi ke bawah naungan Kementerian Dikti Saintek. Fungsi lembaga ini sebagai koordinator penelitian dan inovasi teknologi. Adapun perihal riset tetap berada di tangan sejumlah organisasi riset.
Ide menghidupkan lagi lembaga-lembaga penelitian yang selama ini dilebur ke dalam BRIN, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, juga sempat mencuat. “Nama, tugas, dan fungsinya mungkin berbeda dibanding pada masa sebelum peleburan BRIN,” tutur sumber Tempo.
Satryo tak menampik adanya ide tersebut sebelum kabinet dibentuk. Dia bahkan sempat berkomunikasi dengan anggota Dewan Pengarah BRIN, I Gede Wenten, ihwal peluang peleburan BRIN ke dalam kementerian baru. Satryo sudah lama mengenal Wenten, yang juga guru besar teknik kimia Institut Teknologi Bandung.
“Karena pendidikan tinggi tanpa riset enggak mungkin. Sebaliknya, inovasi tanpa pendidikan tinggi enggak mungkin juga. Semua terkait, harus jadi satu,” ujar Satryo. “Jadi Kementerian Pendidikan Tinggi atau garis miring BRIN menjadi satu komando.”
Namun, hingga akhir perumusan kabinet, rencana tersebut urung terlaksana. Satryo, yang juga belum bertemu langsung dengan Laksana, berencana membicarakan hal ini dengan Prabowo dalam waktu dekat.
Satryo menjelaskan, untuk sementara waktu, Kementerian Dikti Saintek akan mengembangkan riset yang terfokus pada lima program Prabowo, yaitu swasembada pangan, ketahanan energi, kecukupan air, penguatan alat utama sistem persenjataan, dan kelanjutan penghiliran industri. Satryo akan dibantu dua wakil menteri, yaitu Fauzan dan Stella Christie.
Sejauh ini Prabowo baru meneken peraturan presiden yang mengatur kedudukan, tugas, fungsi, organisasi, dan tata kerja pada tujuh kementerian koordinator Kabinet Merah Putih. Adapun rancangan regulasi serupa untuk kementerian teknis di bawah kementerian koordinator, seperti Kementerian Dikti Saintek, belum rampung dibahas. Dokumen Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mencatat struktur organisasi Kementerian Dikti Saintek dirancang berisi inspektorat jenderal, sekretaris jenderal, direktorat jenderal pendidikan tinggi, direktorat jenderal riset dan pengembangan, direktorat jenderal sains dan teknologi, serta dua staf ahli.
Satryo menyadari tugas Kementerian Dikti Saintek akan beririsan dengan BRIN. Karena itu, dia berencana berkomunikasi dengan petinggi BRIN untuk memastikan cakupan kerja riset yang telah dijalankan oleh lembaga tersebut. “Untuk menghindari duplikasi,” ucap Satryo. “Jangan sampai kita duitnya pas-pasan, malah boros dan tumpang-tindih.”
•••
DI luar urusan teknis, rencana penempatan Badan Riset dan Inovasi Nasional di bawah naungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi terhambat faktor politis. Mengubah kedudukan BRIN makin sulit karena berisiko bagi niat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menarik dukungan politik dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Citra BRIN selama ini memang selalu dikaitkan dengan kepentingan PDIP. Pasalnya, Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 mengatur kedudukan Dewan Pengarah BRIN diketuai secara ex officio oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), lembaga yang dibentuk Joko Widodo. Adapun Ketua Dewan Pengarah BPIP periode 2022-2027 adalah Megawati Soekarnoputri. Ketua Umum PDIP itu hingga saat ini menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Sumber Tempo di lingkaran Prabowo mengungkapkan, nasib BRIN menggantung seiring dengan rencana pertemuan Prabowo dengan Megawati yang berulang kali batal. Prabowo, menurut pejabat pemerintah itu, berniat membicarakan BRIN dalam pertemuan dengan Megawati.
Ketua Dewan Pengarah BRIN Megawati Soekarnoputri (kiri) bersama Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (kedua dari kiri) mengunjungi Kebun Raya Candikuning di Baturiti, Tabanan, Bali, 7 Agustus 2023. Dok. BRIN
Meski belum terang pertemuan Prabowo-Megawati terwujud, sumber Tempo di lingkaran Laksana Tri Handoko mengungkapkan, koleganya hakulyakin BRIN tidak akan diutak-atik, persis seperti yang disampaikan dalam rapat pada Rabu, 23 Oktober 2024. “Nantinya BRIN akan berjalan sendiri. Kementerian Dikti juga akan jalan sendiri,” ujar kolega Laksana ini. “Ibaratnya, tidak akan mengganggu PDIP.”
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro enggan berkomentar banyak ihwal kabar tersebut. Satryo hanya memastikan tidak akan memaksakan penggabungan BRIN ke dalam Kementerian Dikti Saintek, kendati menurut dia hal tersebut ideal. “Kalau saya pribadi, ya sudah kalau memang kondisinya begitu. Saya tetap jalan. Kami juga tidak akan diganggu BRIN,” tutur Satryo ihwal kemungkinan BRIN batal melebur ke dalam Kementerian Dikti Saintek.
Selain menghubungi Laksana, Tempo berupaya meminta penjelasan dari Wakil Ketua BRIN Amarulla Octavian. Namun agenda wawancara masih dijadwalkan hingga laporan ini diturunkan.
Adapun anggota Dewan Pengarah BRIN, I Gede Wenten, membenarkan kabar bahwa ia telah berdiskusi dengan Satryo ihwal masa depan riset nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo. Namun dia tak menjawab ketika dimintai konfirmasi ihwal keengganan pimpinan BRIN bergabung dengan Kementerian Dikti Saintek.
Wenten hanya mengirimkan tautan diskusi di Institut Teknologi Bandung yang ditayangkan di kanal YouTube BRIN pada 28 Juni 2024. Saat itu Wenten menyampaikan pandangannya mengenai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional selama ini. “Kontribusi iptek kita sangat minim untuk pembangunan nasional. Kita sebetulnya mengalami krisis iptek,” ucap Wenten dalam diskusi tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menjawab singkat ihwal pandangan partainya terhadap polemik kedudukan BRIN di masa pemerintahan Prabowo. “Perihal BRIN itu kita tunggu pertemuan antara Presiden Prabowo dan Ibu Megawati,” kata Hasto pada Jumat, 8 November 2024.
Sebelumnya, dalam dialog bersama badan riset dan inovasi daerah se-Indonesia pada 8 Agustus 2024, Megawati mengingatkan pentingnya peran riset dalam menghadapi fenomena perubahan iklim. Dia menegaskan kedaulatan pangan menjadi prioritas BRIN. “Identifikasi potensi daerah dan permasalahan utama untuk diselesaikan melalui kolaborasi riset bersama BRIN,” tutur Megawati.
Di tengah ketidakjelasan nasib BRIN di pemerintahan Prabowo, kegelisahan para peneliti tak mereda. Dalam sepekan terakhir, pesan berantai via WhatsApp beredar di kalangan peneliti yang berisi kebijakan-kebijakan kontroversial pimpinan BRIN. Pesan-pesan itu ditutup dengan slogan yang hendak menggambarkan nasib peneliti saat ini: “Dibunuh Handoko, diabaikan Satryo, dilupakan Prabowo, disandera Megawati”.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Defara Dhanya Paramitha berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tarik-Ulur Nasib Badan Riset"