Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jose Rizal Manua memberi makan 30-an ekor kucing di sekitar kios buku tua dan rumahnya.
Jose merogoh kocek hingga Rp 3 juta setiap bulan untuk membeli makanan kaleng.
Menu bagi kucing liarnya adalah makanan kaleng dicampur nasi dan ikan mentah.
SEEKOR kucing berjalan santai di atas tumpukan buku dan majalah tua pada sebuah meja panjang di Galeri Buku Bengkel Deklamasi, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat. Kucing berwarna putih dengan belang berbentuk lingkaran hitam itu langsung membaringkan diri ke atas pangkuan pemilik galeri tersebut, Jose Rizal Manua, di salah satu sudut kios.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Namanya Oreo, karena warnanya putih-hitam. Ada satu lagi namanya Warkah,” kata Jose sambil mengelus kucing tersebut, Senin, 16 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seniman teater itu mengatakan, dalam 15 tahun terakhir, ia rutin memberi makan puluhan kucing liar di kawasan TIM dan sekitar rumahnya di Jalan Salemba Tengah, Jakarta Pusat. Oreo dan Warkah adalah bagian dari 20 lebih ekor kucing kampung atau moggy yang kerap berkeliaran di kawasan Taman Ismail Marzuki.
Ia mengosongkan satu tingkat pada sebuah rak bukunya sebagai tempat menumpuk makanan kaleng atau wet food kucing. Makanan basah tersebut biasanya dicampur dengan nasi. Awalnya, Jose mampu memberikan pangan tiga kali per hari. Setiap bulan ia harus menyiapkan dana Rp 3-4 juta hanya untuk membeli makanan kaleng.
Pandemi Covid-19 kemudian membuat kios buku tuanya kehilangan banyak pelanggan. Turunnya omzet membuat Jose mengurangi frekuensi pemberian pangan menjadi dua kali per hari.
“Saya masih berutang makanan kucing bulan lalu. Tapi pemasok sudah kenal sehingga tak jadi masalah kalau pembayaran tertunda. Saya sudah langganan enam-tujuh tahun,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo