Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRAHARA kedua tiba di Gondangdia, kantor Partai NasDem di Jakarta Pusat. Belum sebulan Johnny Gerard Plate, kader partai yang menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika, diterungku oleh Kejaksaan Agung sejak 17 Mei lalu. Badai kembali menghantam NasDem Tower setelah muncul warta bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, juga kader NasDem, segera menyusul sebagai tersangka.
Nasib Syahrul Yasin Limpo menjadi pergunjingan di lantai 20 NasDem Tower, tempat Ketua Umum NasDem Surya Paloh berada, pada Kamis siang, 15 Juni lalu. Dalam pertemuan sejumlah pengurus, Bendahara Umum NasDem Ahmad Sahroni menanyakan kepada bosnya bagaimana menghadapi pertanyaan dari berbagai penjuru mengenai nasib Syahrul.
Kepada para petinggi NasDem, Surya memerintahkan mereka untuk tak banyak berkomentar atau berkoar-koar di luar partai agar tak menambah kerunyaman. “Bang Surya mengatakan NasDem sedang menunggu dan mengikuti proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Sahroni saat dihubungi, Jumat, 16 Juni lalu. Surya pun disebut-sebut menyatakan bahwa NasDem sedang menunggu dan mengikuti proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sehari sebelum persamuhan itu, sejumlah media memberitakan bahwa KPK akan menjerat Syahrul Yasin Limpo dalam kasus dugaan korupsi dan gratifikasi di Kementerian Pertanian. Adapun Johnny Plate segera menjalani persidangan karena dituduh terlibat kasus korupsi pengadaan base transceiver station atau BTS di Kementerian Komunikasi. Kejaksaan Agung menyebutkan kerugian negara akibat tindakan Johnny mencapai Rp 8 triliun.
Rabu sore, 14 Juni lalu, Surya Paloh memanggil sejumlah anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat dari NasDem. Beberapa mobil dengan pelat berangka depan IV—kode khusus anggota Komisi Pertanian—terparkir di halaman kantor NasDem. Seorang politikus NasDem mengatakan mereka dipanggil secara mendadak. Hadir juga dalam pertemuan itu Ketua Fraksi NasDem Roberth Rouw dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Lestari Moerdijat.
Sumber yang sama bercerita, rapat itu membahas berbagai langkah menghadapi masalah hukum yang melibatkan Syahrul. Malam harinya, Syahrul yang baru saja tiba di Jakarta dari Sumatera Barat ikut menghadap Surya. Bos Media Group itu disebut-sebut meminta penjelasan kepada Syahrul tentang dugaan korupsi dan gratifikasi pupuk. Surya pun telah meminta tim hukum Partai NasDem untuk memetakan dampak masalah itu pada partai.
Baca: Benarkah Bisnis Surya Paloh Diganggu Setelah Deklarasi Anies Baswedan?
Desas-desus mengenai nasib Syahrul lamat-lamat terdengar dua pekan sebelumnya. Para politikus NasDem di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat mendapat bisikan itu dari sejumlah mitra kerja. Sedangkan kader NasDem yang lain memperoleh informasi bahwa Syahrul dibidik bukan untuk perkara pupuk, melainkan kasus pidana lain.
Jerat untuk Syahrul, apa pun itu, dikhawatirkan mempengaruhi elektabilitas NasDem. Tiga politikus NasDem mengatakan, setelah Johnny Plate ditahan, elektabilitas partai turun 1-2 persen. Adapun survei Indikator Politik Indonesia yang digelar pada 26-30 Mei 2023—dua pekan setelah Johnny ditetapkan sebagai tersangka—menunjukkan elektabilitas NasDem sebesar 6 persen atau turun 0,2 persen dari sigi yang dirilis awal bulan itu.
Direktur Saksi Badan Pemenangan Pemilu NasDem Ardyan meyakini kasus yang menimpa Johnny, dan kini Syahrul, tidak akan membuat elektabilitas partai berlarut-larut jeblok menjelang pemilihan umum. Sebabnya, NasDem masih konsisten mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden yang popularitasnya diklaim cukup tinggi. “Ketika pemilu, orang melihat tokohnya,” ucapnya saat ditemui di kantor NasDem, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Juni lalu.
NasDem tampaknya berupaya menangani masalah hukum Johnny agar tak membuat partai berdarah-darah. Surya Paloh berdiskusi dengan tim hukum partai untuk mengusulkan opsi praperadilan buat Johnny Plate. Upaya hukum ini juga sempat dibincangkan Surya ketika menjenguk Johnny di Rumah Tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Mei lalu. Namun jalan praperadilan batal ditempuh karena mempertimbangkan berbagai risiko, seperti materi dan tenggat.
Baca: Panas-Dingin Hubungan Surya Paloh dan Jokowi
Sesungguhnya Surya telah memprediksi rentetan persoalan hukum yang akan menimpa menteri-menteri dari NasDem setelah partainya mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden pada 3 Oktober 2022. Sebabnya, Istana tidak memasukkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu ke daftar calon presiden yang akan didukung dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
Kepada orang dekatnya pada Januari lalu, Surya mengaku mendapat informasi bahwa penegak hukum telah mendalami kasus pemancar di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Begitu pula kasus suap di Kementerian Pertanian yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo.
Dua politikus NasDem bercerita, dalam beberapa kali rapat internal, Surya meminta para kader partai berhati-hati. “Kami membaca akan ada berbagai serangan mengarah ke partai, bukan individu,” kata Ardyan. Rambu-rambu peringatan makin intens disampaikan Surya sepemakan sirih setelah Johnny Plate berstatus tersangka.
Dalam sebuah pertemuan dengan petinggi NasDem di Pulau Kaliage, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, beberapa hari setelah Johnny Plate ditetapkan sebagai tersangka, Surya meminta Syahrul Yasin Limpo waspada. Seorang politikus NasDem yang hadir di pulau milik Surya itu mengatakan bosnya mengarahkan telunjuk kepada Syahrul dan menyatakan ia bisa bernasib sama seperti Johnny. Surya juga mengacungkan jari kepada beberapa pengurus NasDem yang lain.
Orang-orang dekat Surya pernah meminta Ketua Umum Partai NasDem itu menarik para kadernya yang duduk di kursi menteri. Seorang politikus NasDem berpendapat, menjadi oposisi akan menekan risiko menteri-menteri NasDem di kabinet pemerintahan dijegal oleh kasus hukum. Selain Johnny dan Syahrul, ada Siti Nurbaya Bakar yang menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Namun Surya berkukuh tak berseberangan dengan pemerintah. “Kami tak menarik diri dari kabinet atau menyatakan oposisi karena komitmen NasDem sejak awal adalah mendukung pemerintah,” tutur Ketua Dewan Pimpinan Pusat NasDem Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Taufik Basari, Kamis, 15 Juni lalu. Dalam wawancara dengan Tempo pada 9 Mei lalu, Surya menuturkan tak akan menjadi oposisi kecuali Presiden Joko Widodo menyatakan tak lagi memerlukan NasDem di koalisi pemerintahan.
Baca Wawancara dengan Surya Paloh: Saya Siap Berseberangan
Kalangan internal NasDem hakulyakin kasus hukum yang menimpa Johnny dan Syahrul merupakan bentuk gangguan atas sikap politik mereka mengusung Anies Baswedan. Dalam percakapan grup WhatsApp pengurus partai, narasi “NasDem sedang dizalimi” terus mencuat.
Sinyal serupa disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. “Saya juga menyimak sejumlah pihak mengaitkan proses hukum ini dengan aspek politik. Sekalipun banyak pendapat seperti itu, dengan kerendahan hati, sebagai warga negara biasa, saya akan menjalani seluruh aral rintang ini,” ujar Syahrul, Jumat, 16 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Egi Adyatama, Raymundus Rikang, Hussein Abri Dongoran, dan Ima Dini Shafira berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jumpalitan di Gondangdia"
Catatan redaksi: artikel ini mengalami perubahan pada Senin, 19 Juni 2023, pukul 14.31. Perubahan dengan membenarkan nama Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Taufik Basari. Semula tertulis Taufik Basarah. Redaksi mohon maaf atas kesalahan ini.