Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Aturan Impor Barang Memicu Kepadatan Lalu Lintas Barang di Pelabuhan

Rumitnya aturan impor barang menyebabkan kepadatan di pelabuhan. Aturan yang berganti-ganti tak menyelesaikan persoalan.

2 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Peti kemas di pelabuhan menumpuk setelah pemerintah memperketat aturan impor barang.

  • Pemerintah akhirnya membebaskan peti kemas barang impor untuk memperlancar arus barang.

  • Industri kecil menjerit setelah barang impor dilepas dari pelabuhan.

KEMENTERIAN Koordinator Perekonomian kebanjiran aduan. Sejumlah asosiasi pengusaha mengeluhkan pampatnya aliran barang impor. Ribuan peti kemas tertahan di pelabuhan sejak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 yang memperketat persyaratan impor mulai berlaku pada 10 Maret 2024. “Ada beberapa (keluhan),” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono pada Selasa, 28 Mei 2024. Namun dia enggan merinci keluhan tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mendata, barang impor yang tertahan di pelabuhan mencapai 26.415 peti kemas. Sebanyak 17.304 di antaranya berada di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan 9.111 unit di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ribuan peti kemas produk impor tersebut memuat berbagai barang. Ada 5.058 kontainer yang memuat besi baja paduan dan produk turunannya, 4.336 kontainer berisi produk elektronik, serta 3.789 kontainer berisi tekstil dan produk tekstil. Ada juga produk kimia bahan baku/penolong sebanyak 3.771 kontainer, produk mengandung limbah 541 kontainer, serta komoditas lain yang memerlukan persetujuan impor. 

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan lima kontainer di antara barang impor yang tertahan tersebut memuat bahan baku baja yang merupakan komponen produk otomotif. "Jika dibiarkan tertahan di pelabuhan akan mengganggu rantai pasokan industri otomotif," dia menjelaskan.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat merilis kontainer barang impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 26 Mei 2024. (Instagram/smindrawati)

Menurut seorang pejabat yang mengetahui masalah ini, lobi-lobi juga datang dari importir jam tangan bermerek yang barangnya tertahan. Pelaku usaha beralasan, barang yang diimpor tidak diproduksi di dalam negeri dan tidak bersaing langsung dengan industri lokal. 

Pengusaha retail produk fashion bermerek seperti Louis Vuitton, Hermes, Gucci, Prada, Burberry, dan Dior turut mengadu. Kontainer berisi produk-produk itu tertahan sejak pertengahan Maret 2024 sehingga barang-barang tersebut gagal dipasarkan pada Ramadan dan Idul Fitri lalu. Padahal saat itulah periode puncak belanja, yang semestinya menjadi momentum bagi para peretail untuk mendulang cuan

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Alphonzus Widjaja tidak membantah, tidak pula membenarkan kabar tersebut. Dia hanya menjelaskan bahwa berbagai regulasi yang membatasi impor akan mengancam keberlangsungan usaha retail di Indonesia dan berdampak terhadap produk impor sekaligus produk dalam negeri. 

Sektor retail yang terhambat regulasi pembatasan impor adalah pusat belanja papan atas. Jumlahnya sekitar 5 persen dari total pelaku bisnis sektor ini. Gerai-gerai retail ini didominasi merek global. Sedangkan pusat belanja kelas menengah, sebanyak 35 persen, berisi jenama global dan produk lokal. Segmen ini, selain terhambat pembatasan impor, terganggu maraknya barang hasil impor ilegal. 

Adapun segmen pusat belanja kelas bawah didominasi produk lokal yang terganggu barang hasil impor ilegal. Jadi sebenarnya, tutur Alphonzus, "Masalah utamanya adalah impor ilegal yang belum ditangani secara serius oleh pemerintah.” 

Menurut Alphonzus, impor produk merek top dunia dilakukan secara resmi oleh pelaku usaha yang terdaftar dan memenuhi berbagai prosedur serta ketentuan perpajakan. Menurut dia, pembatasan impor menyebabkan kelangkaan barang dan kenaikan harga, yang pada akhirnya membebani konsumen. Ujung-ujungnya, bisnis retail pun lesu darah. Pembatasan secara masif juga dikhawatirkan akan mendorong peningkatan jumlah barang impor ilegal.

•••

PEMERINTAH akhirnya melepas ribuan peti kemas berisi barang impor yang sebelumnya tertahan di pelabuhan. Hingga Ahad, 26 Mei 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melepas 15.662 kontainer yang urusan kepabeanannya telah rampung. Sebanyak 73 kontainer dikirim kembali ke negara asal atau menghadapi reekspor karena tidak memenuhi ketentuan, sementara 716 lain dalam pengawasan kantor Bea-Cukai. Sedangkan sisanya, sekitar 9.964 kontainer, dalam proses penyelesaian.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani meminta para importir segera memasukkan dokumen sesuai dengan regulasi terbaru, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 mengenai ketentuan impor. Petugas Bea-Cukai, dia menambahkan, membuka layanan 24 jam dalam sepekan, termasuk saat hari libur dan cuti bersama, untuk mempercepat pergerakan kontainer yang menumpuk di pelabuhan. “Kami menyediakan help desk di lini satu dan dua,” ucapnya pada Senin, 27 Mei 2024. 

Bea-Cukai juga menyiapkan data terbaru proses order verifikasi oleh surveyor serta membuat dashboard pemantauan penyelesaian kontainer. Pelepasan kontainer dilakukan setelah pemerintah merevisi regulasi impor. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 adalah aturan hasil revisi ketiga. 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso mengatakan revisi dilakukan untuk mengatasi masalah perizinan impor dan menyelesaikan masalah penumpukan kontainer. Menurut Budi, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 yang memuat larangan dan pembatasan atau lartas impor mempersyaratkan pertimbangan teknis dari kementerian teknis untuk mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan. Penerbitan pertimbangan teknis dinilai terlalu lambat sehingga berdampak terhadap laju pergerakan barang impor. 

Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri, menepis tudingan tersebut. Ia mengatakan tidak ada pelaku industri yang melapor atau mengeluhkan sulitnya memperoleh bahan baku sejak diberlakukannya syarat pertimbangan teknis dalam kebijakan lartas. "Artinya lancar-lancar saja. Bahan baku yang mereka impor tidak menumpuk di pelabuhan,” ujarnya pada Senin, 20 Mei 2024.

Febri juga menolak bila Kementerian Perindustrian disebut lambat menerbitkan pertimbangan teknis yang berujung penumpukan kontainer. Dia merujuk pada rapat koordinasi pada Kamis, 16 Mei 2024, yang menunjukkan perbedaan data cukup signifikan antara jumlah pertimbangan teknis dan persetujuan impor yang terbit. Febri memberi contoh komoditas besi baja, baja paduan, dan produk turunannya. Dari total 1.086 pertimbangan teknis yang diterbitkan untuk komoditas tersebut, hanya ada 821 persetujuan impor. Selain itu, tidak diketahui status importirnya, apakah importir produsen atau perusahaan importir umum. 

Berdasarkan data lembaga National Single Window Kementerian Keuangan per 28 Mei 2024, dari 3.359 permohonan pertimbangan teknis, dokumen yang telah disetujui mencapai 1.844. Proses selanjutnya, perusahaan pemegang pertimbangan teknis yang meminta persetujuan impor sebanyak 1.651, sementara dokumen yang telah diterbitkan mencapai 1.438.

Presiden Joko Widodo akhirnya turun tangan menengahi saling tuding antarkementerian. Dalam rapat kabinet, Jokowi memerintahkan pelonggaran untuk memperlancar arus barang. Dua regulasi dikeluarkan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2024, yang berlaku mulai 17 Mei 2024.

Berdasarkan aturan terbaru, importasi komoditas besi dan baja serta tekstil dan produk tekstil yang sebelumnya harus menyertakan pertimbangan teknis kini cukup memakai laporan surveyor. Begitu pula kelompok obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, tas, katup, serta bahan baku pelumas. Adapun barang elektronik, alas kaki, serta pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi mempersyaratkan dokumen laporan surveyor dan persetujuan impor.

•••

SENYAMPANG dengan pelonggaran regulasi, keluhan bergeser ke sisi hilir. Industri konfeksi mulai merasakan kehilangan order setelah peti kemas berisi tekstil dan produk tekstil impor keluar dari pelabuhan. Rumah konfeksi pakaian muslim dan mukena milik Nandi Herdiaman di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kian sepi. Dia ingat, saat pengetatan impor berlaku pada 10 Maret 2024, gerai konfeksinya banjir pesanan. Begitu juga bisnis konfeksi teman-temannya yang tergabung dalam Ikatan Pengusaha Konveksi Jawa Barat. “Ada pakaian anak serta baju perempuan dan laki-laki dewasa,” kata Nandi, yang menjabat Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Jawa Barat, pada Jumat, 31 Mei 2024. 

Menurut Nandi, saat impor diperketat, banyak pedagang yang biasa berjualan di situs perdagangan online memesan barang ke rumah konfeksi. Saking berlimpahnya order, Nandi sampai membuat grup obrolan di aplikasi WhatsApp khusus untuk menyalurkan tenaga penjahit. “Permintaan tenaga penjahit tambahan sampai seribu orang lebih,” ujarnya.

Belakangan, grup WhatsApp "Serikat Penjahit Bandung" yang berisi 1.021 anggota lengang. Begitu pula grup "Barang Lelang Konveksi" yang punya 935 anggota. Sejumlah rumah konfeksi melelang bertumpuk-tumpuk barang produksi yang belum terjual. Ada yang sengaja mengirim video yang menunjukkan mesin-mesin jahit, mesin obras, dan mesin produksi lain menganggur. “Tidak ada order,” tutur Nandi, yang berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi usaha kecil-menengah dari banjirnya barang impor. 

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan sudah mendengar keluhan para pelaku industri tekstil dan pakaian jadi, yang khawatir terhadap pelonggaran aturan lartas barang impor. “Kekhawatiran timbul karena tidak ada lartas terhadap barang impor yang sejenis dengan barang yang mereka produksi,” ucapnya pada Ahad, 26 Mei 2024.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kata Adie, subsektor industri tekstil dan pakaian jadi bertumbuh 2,64 persen pada triwulan I 2024 dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Volume permintaan ekspor untuk produk tekstil dan pakaian jadi juga meningkat 7,34 persen untuk produk tekstil dan 3,08 persen buat pakaian jadi. Selain pesanan ekspor, konsumsi rumah tangga domestik yang membaik mendorong pertumbuhan industri tekstil, alas kaki, serta industri kulit seiring dengan Pemilihan Umum 2024, hari libur nasional, cuti bersama, serta hari raya keagamaan.

Pemerhati kebijakan publik Agus Pambagyo mengkritik rumitnya ketentuan permohonan pertimbangan teknis, yang mengharuskan pelaku usaha mengisi banyak sekali berkas formulir antara lain di situs online. Begitu pula setelah dokumen pertimbangan teknis terbit, untuk memohon izin impor, pelaku usaha mesti mengisi hingga ribuan berkas. “Jangankan untuk impor bahan baku, untuk impor produk contoh, untuk menguji pasar saja harus mengisi banyak formulir,” ujarnya. Selain tidak efisien, aturan ini dinilai Agus sarat risiko moral hazard. “Menghambat dan ada potensi bahaya.” 

Meski begitu, Agus sepakat pengetatan impor diperlukan untuk melindungi industri dalam negeri, yang perlu dipilah-pilah. Pemerintah, dia menjelaskan, harus membedakan perlakuan untuk barang yang tidak diproduksi produsen lokal dan yang bisa dibuat di dalam negeri. "Yang penting masuk secara legal." Saat ini, dari setidaknya 11.414 pos tarif komoditas impor, lebih dari 60 persen terkena aturan lartas. “Jangan membabi buta semua dilarang, harus disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian nasional."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Pada edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Longgar di Hulu, Sesak di Hilir". Ilona Estherina dan Desty Luthfiani berkontribusi pada artikel ini. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus