Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG babak akhir pemilihan umum Lok Sabha, majelis rendah parlemen nasional India, Rahul Gandhi, anggota Lok Sabha dari partai oposisi Kongres Nasional India (INC), berpidato di Ludhiana, kota industri di Negara Bagian Punjab, Kamis, 30 Mei 2024. Dalam kampanyenya, Gandhi menyatakan pemilihan umum ini diperjuangkan untuk menyelamatkan konstitusi yang berada di bawah ancaman Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Perdana Menteri India Narendra Modi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilihan umum Lok Sabha telah dimulai pada 19 April 2024 dan akan berakhir pada 1 Juni 2024. Pemilihan ini memperebutkan 543 kursi Lok Sabha, yang akan menentukan partai mana yang bakal menguasai parlemen dan berhak membentuk pemerintahan. Narendra Modi akan kembali maju demi merebut kursi perdana menteri untuk periode ketiganya. Langkah Modi dan BJP kini menghadapi tantangan dari Aliansi Nasional Pembangunan Inklusif India (INDIA), koalisi 41 partai politik pimpinan partai Kongres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gandhi menuding BJP telah memecah belah masyarakat dan membuat mereka saling berperang atas nama agama, wilayah, kasta, dan negara. Dalam berbagai kebijakan dan kampanyenya, Modi memang mengunggulkan kaum nasionalis Hindu sembari menggunakan narasi anti-Islam dan mengeksploitasi kekhawatiran masyarakat India terhadap ancaman terorisme yang membawa bendera Islam.
Perdana Menteri Modi juga menerbitkan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAA) pada 2019, yang mengubah aturan bagi para imigran. Aturan baru ini mempermudah imigran beragama Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen dari negara tetangga seperti Afganistan, Bangladesh, dan Pakistan yang datang sebelum 2014 menjadi warga negara India. Tapi kemudahan ini tak berlaku bagi imigran beragama Islam—kebijakan yang dinilai Amnesty International diskriminatif.
Gandhi juga berusaha merangkul kaum miskin dan petani. Ia mengatakan, segera setelah pemerintah INDIA mengambil alih, keluarga miskin akan diidentifikasi dan setiap keluarga menerima 8.500 rupee atau sekitar Rp 2 juta setiap bulan. “Ada ide ekonomi di balik pemberian bantuan tunai kepada masyarakat miskin dan generasi muda karena hal ini akan meningkatkan perekonomian,” kata cucu Jawaharlal Nehru, tokoh kemerdekaan India, itu seperti dikutip The Hindu.
Gandhi juga menjanjikan bantuan bagi generasi muda. “Bagi lulusan baru dan pemegang diploma, akan ada skema sehingga mereka mendapat jaminan magang selama satu tahun dan pendapatan sebesar 10 ribu rupee (sekitar Rp 20 juta) untuk periode tersebut,” ujarnya.
Rahul Gandhi digadang-gadang sebagai kandidat terkuat perdana menteri pesaing Narendra Modi. “Calon pemimpin terkuat dari oposisi jelas Rahul Gandhi. Dia Lula di India,” kata Ajay Gudavarthy, guru besar madya di Pusat Studi Politik Jawaharlal Nehru University, New Delhi, mengacu pada Lula da Silva, Presiden Brasil dari Partai Buruh. “Rahul itu kiri-tengah dan anti-monopoli kapitalisme,” tuturnya kepada Tempo.
Perdana Menteri India Narendra Modi menyapa pendukunnya di New Delhi, India, 22 Mei 2024. Reuters/Adnan Abidi
Gandhi, Gudavarthy menambahkan, lebih banyak berbicara tentang redistribusi. “Dia berbicara soal isu ekonomi sosialis seperti Lula,” katanya. “Rahul mungkin akan muncul sebagai sebuah kekuatan besar.”
Masalahnya, setelah bertahun-tahun berkuasa, Kongres Nasional India kalah oleh BJP pada pemilihan umum 2014 dan 2019. Pemilihan umum Lok Sabha tahun ini akan menentukan seberapa mampu Kongres dapat menyaingi BJP.
Desh Gupta, peneliti di University of Canberra, Australia, dalam penelitiannya mencatat bahwa kemunduran Kongres sudah dimulai pada 1987-1989, sebelum Narendra Modi berkuasa. Partai itu, menurut Gupta, pelan-pelan kehilangan dukungan di basis-basis partai utama, seperti Negara Bagian Uttar Pradesh, Andhra Pradesh, Tamil Nadu, Bihar, dan Bengal Barat.
Selain itu, Gupta menambahkan, posisi BJP menguat bersamaan dengan dilema Kongres setelah 1989. Saat itu Kongres membutuhkan mitra koalisi untuk membentuk pemerintahan di tingkat pusat dan di sejumlah negara bagian, tapi mereka khawatir akan mengurangi jumlah suara dan kursi parlemen. Maka, alih-alih membangun aliansi dengan BJP, mereka malah membentuk pemerintahan dengan dukungan partai lain, yang terbukti berusia singkat.
Akibatnya, BJP menjadi pilihan alternatif bagi para penguasa industri dan media yang menginginkan stabilitas politik yang lebih baik. Deklarasi Pachmarhi 1998 oleh Kongres, yang menyatakan bahwa mereka tidak akan membangun aliansi elektoral dengan partai regional atau partai kecil, justru memberi BJP kesempatan memperluas dukungan di daerah.
Salah satu penyebab melemahnya Kongres saat ini adalah tekanan pemerintah di bawah Modi. Beberapa pekan sebelum pemilihan umum Lok Sabha, polisi menahan Arvind Kejriwal, Menteri Besar Delhi dan pemimpin Partai Aam Aadmi, anggota koalisi INDIA, dalam kasus dugaan korupsi pada kebijakan minuman keras di Delhi.
Kejriwal membantah tuduhan itu. Polisi juga menahan sejumlah anggota Partai Aam Aadmi yang memprotes penahanan Kejriwal. Semua pemimpin partai itu ditahan dalam kasus serupa. Hemant Soren, Menteri Besar Jharkhand dan pemimpin Jharkhand Mukti Morcha, partai politik anggota koalisi INDIA, juga ditahan dalam kasus dugaan penipuan tanah.
Pemerintah juga membekukan rekening bank partai Kongres, yang berhubungan dengan sengketa pajak sejak 2018. Hal ini terjadi setelah Rahul Gandhi—saat itu Presiden Kongres Nasional India—dihukum dua tahun penjara atas tuduhan pencemaran nama. Hukuman itu kemudian ditangguhkan Mahkamah Agung.
Gandhi menuduh pemerintahan Modi berusaha “mengatur pertandingan” dalam pemilihan umum kali ini. “Anda menginginkan oposisi yang tidak mampu melawan dalam pemilu dan inilah sebabnya Anda menempatkan orang Anda sendiri di dalam Komisi Pemilihan Umum, memenjarakan dua menteri besar, membekukan rekening bank partai Kongres, dan menekan peradilan,” ucap Gandhi di tengah unjuk rasa di Delhi pada akhir Maret 2024.
Gandhi juga menuduh partai berkuasa berusaha melumpuhkan oposisi secara finansial menjelang pemilihan umum. “Pemilu macam apa ini... ketika para pemimpin diancam, pemerintah digulingkan, dan para menteri besar dipenjarakan. Ini adalah upaya 'mengatur pertandingan', yang dilakukan Narendra Modi dengan kerja sama beberapa industrialis dari negara ini,” ujarnya seperti dikutip Business Today.
Amnesty International India mengkritik langkah pemerintahan Modi ini. “BJP yang memimpin tindakan keras pemerintah India terhadap perbedaan pendapat dan oposisi secara damai kini telah mencapai titik krisis,” tutur Aakar Patel, Ketua Dewan Amnesty International India, dalam pernyataannya.
“Penangkapan Arvind Kejriwal dan pembekuan rekening bank partai Kongres beberapa minggu sebelum India mengadakan pemilihan umum menunjukkan kegagalan terang-terangan pihak berwenang dalam menegakkan kewajiban hak asasi manusia internasional negara ini,” ucap Patel.
Di luar tekanan Modi, Ajay Gudavarthy menyoroti kelemahan lain partai Kongres. “Partai ini sangat besar, tapi organisasinya amat buruk. Ada pemimpin di setiap daerah dan mereka cenderung menjaga untuk diri mereka sendiri,” katanya. “Semua ini menjadi masalah besar partai.”
Gandhi, kata Gudavarthy, dapat menjadi kekuatan besar. “Tapi keterampilan komunikasinya sangat terbatas,” ujarnya. Bahasa Gandhi dan Kongres cenderung lebih statis, hambar, dan seperti kurang punya imajinasi, sementara BJP, meski berkuasa, malah tampak seperti kekuatan oposisi yang menawarkan pandangan moral.
Keadaan itu membuat Modi dan BJP akan tampak tangguh. “Saya akan mengatakan tak ada penantang besar Modi sekarang. Satu-satunya tantangan terhadap Modi adalah kesalahan Modi,” tutur Gudavarthy.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Masa Suram Partai Gandhi"