Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank sentral Cina meluncurkan paket stimulus demi menggerakkan ekonomi.
Harga saham perusahaan Cina meroket.
Arah positif ekonomi Cina dan konflik Timur Tengah mengancam Indonesia.
PEMERINTAH Cina akhirnya berbalik arah. Pekan lalu, bank sentral Cina (PBOC) meluncurkan paket stimulus demi menggerakkan ekonomi yang masih lesu darah. Ada pelonggaran likuiditas besar-besaran demi menggairahkan konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stimulus itu mencakup pemangkasan suku bunga jangka pendek. Kewajiban simpanan perbankan di bank sentral juga diturunkan. Ada pula pemangkasan suku bunga kredit rumah dan relaksasi persyaratan untuk mendapatkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peluncuran stimulus ekonomi itu menandakan perubahan kebijakan yang sangat drastis. Sebelumnya, untuk mengobati kelesuan ekonomi, pemerintah Cina lebih suka mengucurkan insentif besar-besaran di sisi suplai ekonomi dengan memberikan kemudahan kredit dan berbagai fasilitas kepada industri-industri unggulan.
Hasilnya, terjadi kelebihan pasokan yang sangat besar. Sedangkan sisi konsumen yang sedang lesu malah tak banyak mendapat dorongan dan tak punya daya beli yang cukup untuk menyerap kelebihan produksi itu. Ekonomi pun tetap lesu. Itulah sebabnya, setelah masa pandemi berakhir, ekonomi Cina tak kunjung pulih dengan cepat.
Setelah meluncurkan stimulus itu, pemerintah dan bank sentral Cina kini berharap kelesuan ekonomi dapat terobati. Banjir likuiditas yang lebih longgar bisa memperkuat sisi permintaan, mendongkrak daya beli konsumen agar ekonomi bisa tumbuh lebih cepat.
Sebaliknya, para ekonom masih ragu: apakah stimulus terbaru itu cukup kuat sehingga mampu memulihkan ekonomi Cina? Melihat beratnya masalah, banyak ekonom menilai stimulus itu belum cukup besar untuk menjadi obat kuat yang mujarab.
Namun, seolah-olah tak peduli apa kata para ahli ekonomi, pasar keuangan langsung merespons stimulus itu dengan sangat positif. Harga saham berbagai perusahaan Cina yang diperdagangkan di bursa-bursa daratan Cina langsung terbang tinggi. Pasar berpesta menikmati apa yang mereka sebut sebagai lonjakan terbesar abad ini. Indeks CSI-300 yang merangkum pergerakan nilai 300 perusahaan blue chip di Shanghai dan Shenzhen terbang 25 persen hanya dalam tempo sembilan hari.
Euforia luar biasa itu juga menyedot sejumlah dana investasi global yang sebelumnya terserak di berbagai bursa Asia, termasuk Indonesia. Investor global mulai memindahkan alokasi investasinya untuk ikut memburu untung dari euforia di Cina. Isapan kuat itu membuat pasar keuangan Asia di luar Cina merosot. Di Jakarta, contohnya, dalam sepekan terakhir, dana asing senilai Rp 5 triliun terbang dari bursa Jakarta. Indeks Harga Saham Gabungan juga merosot 2,5 persen dalam waktu yang sama.
Untungnya saat ini sedotan kuat itu sedang berhenti sejenak. Pasar keuangan di Cina masih tutup karena libur panjang perayaan Hari Proklamasi Republik Rakyat Cina, yang berlangsung seminggu penuh. Namun investor masih harus waspada. Besar kemungkinan arus perpindahan dana investasi ke Cina kembali menguat begitu masa libur panjang itu usai.
Sementara itu, ada faktor negatif lain yang juga membuat pasar finansial kembali terombang-ambing dalam ketidakpastian. Risiko eskalasi konflik Israel melawan Hamas dan Hizbullah kini sudah menyeret Iran yang terlibat langsung dengan menembakkan 188 rudal ke berbagai target di Israel, pekan lalu.
Pasar kini menanti respons Israel atas serangan Iran itu. Besar kemungkinan target balasan Israel adalah fasilitas produksi minyak dengan tujuan menghantam sumber ekonomi Iran. Harga minyak mentah di pasar internasional, yang sudah melompat tinggi sejak terjadinya konflik, bakal meroket lebih tinggi jika itu terjadi.
Meroketnya harga minyak bisa mengganggu ekonomi Indonesia. Setidaknya beban fiskal pemerintah untuk subsidi energi bakal melonjak. Berbagai guncangan pasar itu juga membuat kurs rupiah kembali merosot dengan cepat mendekati 15.500 per dolar Amerika Serikat, akhir pekan lalu. Padahal, sebelum dua faktor negatif ini muncul, rupiah sudah sempat menguat hingga mendekati 15 ribu.
Ini merupakan sinyal peringatan bagi investor. Indonesia masih terpapar risiko geopolitik global dan gejolak pasar finansial yang makin tak terduga sejauh mana dampaknya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo