Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMBERITAAN soal hakim agung mendadak ramai dalam beberapa pekan belakangan. Nama yang santer disebut adalah Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Sunarto dan Ketua Kamar Tata Usaha Negara Yulius. Ketua MA Muhammad Syarifuddin tersenyum menanggapi soal ini. Menurut dia, berbagai kabar miring memang selalu muncul menjelang suksesi Ketua MA. “Biasa itu, saat saya naik tahun 2020 juga begitu,” ujarnya kepada Tempo, Jumat, 4 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usia Syarifuddin akan mencapai 70 tahun pada 17 Oktober 2024. Sesuai dengan Pasal 11 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, usia pensiun Ketua MA dan hakim agung adalah 70 tahun. Rencananya pemilihan akan berlangsung pada 15 Oktober 2024. Ada 46 hakim agung yang akan ikut memilih, termasuk Syarifuddin. Jika ada calon yang memperoleh 50 persen plus 1 dukungan di tahap awal, ia akan langsung terpilih menjadi Ketua MA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syarifuddin mengatakan, sesuai dengan aturan main, setiap hakim agung bisa menjadi Ketua MA. Ia mengaku mendengar Sunarto dan Yulius akan mencalonkan diri menjadi Ketua MA. Tapi ia tak bisa memastikan karena calon yang serius bisa saja baru muncul pada hari-H. Pemilihan Ketua MA berbeda karena semua proses berlangsung pada hari yang sama. “Jadwalnya saja belum ditetapkan. Yang pasti sebelum saya pensiun,” ucap Syarifuddin.
Selain Sunarto dan Yulius, ada bebrrapa nama hakim agung yang turut disebut sebagai kandidat. Misalnya Wakil Ketua Non-Yudisial Suharto. Ada juga Ketua Kamar Pidana Prim Haryadi dan hakim agung kamar perdata bernama Haswandi. Kelima kandidat berusia 61-66 tahun.
Yulius disorot karena menjadi ketua majelis hakim agung untuk gugatan batas usia calon kepala daerah yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020 di MA. Gugatan itu mengubah ketentuan usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur. Ketentuan usia yang semula berlaku “saat pendaftaran” berubah menjadi “saat pelantikan”. Putusan ini disebut memuluskan jalan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk menjadi calon kepala daerah. Usia Kaesang baru mencapai 30 tahun saat pelantikan pada 2025.
Ketua Kamar Tata Usaha Negara Yulius. Sahat Simatupang
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan Muhammad Tanziel Aziezi menyebut pengambilan putusan itu janggal. Sebab, selain putusan hanya dibuat dalam tempo tiga hari, ia mempertanyakan keberadaan Yulius di Sumatera Barat guna menghadiri upacara gelar adat datuk untuk koleganya, Prim Haryadi, pada 30 Mei 2024. Putusan diklaim dibuat sehari sebelumnya.
Tanziel Aziezi mengatakan pihak penggugat mengaku sudah mendapat salinan putusan pada hari ketika putusan itu dibuat. Dokumen yang tersebar menyebutkan putusan itu disepakati secara bulat oleh majelis hakim yang terdiri atas Yulius, Cerah Bangun, dan Yodi Martono Wahyunadi. Tapi putusan itu juga bermasalah. “Belakangan, beredar dokumen lain yang menyertakan beda pendapat (dissenting opinion) dari hakim Cerah Bangun yang tak menyetujui tafsir itu,” katanya.
Seorang hakim yang bertugas di MA mengatakan Cerah Bangun memprotes putusan itu lantaran merasa tak dilibatkan dalam rapat permusyawaratan hakim. Ia mempersoalkan putusan pertama yang dianggap mencatut namanya. Dokumen putusan itu kemudian berubah setelah salah seorang pemimpin MA menyarankan Cerah segera menyertakan dissenting opinion dalam berkas putusan.
Dihubungi lewat WhatsApp, Cerah menolak menanggapi putusan itu. Ia menyitir pedoman perilaku hakim yang melarangnya memberikan keterangan atau pendapat mengenai perkara di luar proses persidangan. “Mohon maaf, saya terikat kode etik,” ucapnya. Sementara itu, anggota majelis hakim lain, Yodi Martono, tak kunjung merespons surat permintaan wawancara hingga Sabtu, 5 Oktober 2024.
Rupanya, persoalan ini sudah masuk ke Komisi Yudisial. Juru bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, membenarkan kabar bahwa lembaganya tengah memeriksa dugaan skandal di balik putusan yang dibuat Yulius, Cerah Bangun, dan Yodi. Adanya dua dokumen dalam putusan itu merupakan pintu masuk untuk menguji ada-tidaknya pelanggaran terhadap kode perilaku hakim. Proses pemeriksaan perkara itu tengah ia dalami bersama dua komisioner KY lain. “Masih banyak informasi yang harus kami klarifikasi,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Yulius membenarkan kabar bahwa dia berbeda pendapat dengan Cerah. Namun Yulius membantah dugaan ihwal adanya dokumen ganda dalam putusan itu. “Saya malah baru dengar,” tuturnya. Ia mengatakan putusan yang sah adalah putusan yang telah dicap keasliannya oleh MA. Di sisi lain, ia membenarkan kabar kehadirannya dalam acara adat Prim Haryadi. Ia memastikan putusan soal gugatan usia calon kepala daerah tidak dikeluarkan saat kunjungannya ke Sumatera Barat. “Putusan itu tanggal 29 Mei 2024, bisa dilihat di web MA,” katanya.
Yulius memastikan putusan soal batas usia calon kepala daerah dibuat demi hukum, bukan untuk kepentingan seseorang. Ia mengibaratkan hukum bak rel kereta api yang jalurnya hanya satu. Sementara itu, dalam politik, kalau menemui jalan mentok bisa berbelok. “Kami tak ingin muncul ketidakpastian,” tuturnya.
Yulius juga membantah dugaan adanya manipulasi dalam putusan batas usia calon kepala daerah. Ia menganggap pemeriksaan yang dilakukan Komisi Yudisial sebagai hal biasa. Di sisi lain, dia membenarkan adanya dorongan dari kolega untuk maju sebagai calon Ketua MA. “Tapi sampai saat ini saya belum memastikan mau maju atau tidak,” ujarnya.
Sunarto juga terkepung berbagai isu miring. Di antaranya tuduhan pertemuan dengan pengacara di Surabaya, Jawa Timur. Ada juga tudingan soal penanganan perkara yang menyeret seorang mantan bupati di Kalimantan Selatan. Isu itu sempat menjadi santapan berbagai media berita.
Juru bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, membenarkan warta bahwa lembaganya tengah mendalami dugaan pertemuan Sunarto dengan pengacara berinisial AR di Surabaya. Mereka turut menerima foto sejumlah hakim dan pegawai pengadilan yang menghadiri perjamuan makan yang ditraktir AR di restoran di Surabaya. Namun KY belum menemukan bukti karena tak ada Sunarto dalam foto itu. “Sejauh ini kami belum membuat kesimpulan apa pun,” kata Mukti.
Juru bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, di gedung Komisi Yudisial, Jakarta, 4 April 2023. Tempo/M Taufan Rengganis
Sunarto juga menjadi sorotan karena terseret isu pemotongan honorarium penanganan perkara. Nilainya disebut mencapai Rp 97 miliar selama tiga tahun. Kasus ini kabarnya sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. MA sudah mengeluarkan bantahan tudingan itu lewat keterangan tertulis pada 17 September 2024. “Soal ini sudah ada audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2023 dan tidak ditemukan adanya indikasi penyimpangan,” tulis keterangan itu.
Sunarto tak menjawab panjang saat dimintai konfirmasi mengenai beragam tuduhan itu. Ia meminta pertanyaan soal kabar pemotongan honorarium diajukan kepada juru bicara MA, Suharto. Ia menyatakan tetap siap maju menjadi kandidat Ketua MA. Pria asal Sumenep, Madura, Jawa Timur, itu menyatakan tak ada masalah jika banyak hakim agung yang mencalonkan diri. “Saya merasa tak terkepung. Sebab, makin banyak kandidat, makin bagus bagi institusi MA,” ujarnya.
Juru bicara MA sekaligus Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Suharto, menyatakan pemotongan honorarium adalah tindakan resmi dan sudah tertuang dalam Keputusan Panitera MA Nomor 2349/PAN/HK.00/XII/2023. Anggaran tersebut semula dialokasikan sebagai insentif bagi para hakim agung di luar gaji dan tunjangan. Belakangan, anggaran tersebut juga didistribusikan untuk unsur pendukung dalam penanganan perkara. “Besaran persentasenya juga sudah diatur,” ucapnya.
Suharto menengarai isu pemotongan honor hakim itu merupakan kampanye hitam untuk menjatuhkan Sunarto. Sementara itu, Suharto juga mengaku tak menutup kemungkinan akan mencalonkan diri saat pemilihan nanti. Adapun hakim agung lain, Prim Haryadi, mengaku belum berencana mencalonkan diri. “Saya kan baru diberi amanah sebagai Ketua Kamar Pidana, malu hati sama diri sendiri,” tuturnya.
Kepada Tempo, seorang mantan aktivis mengaku pernah mengajukan diri menjadi anggota tim sukses salah seorang kandidat. Mulanya ia meminta sejumlah uang untuk biaya logistik. Tapi ia langsung berhadapan dengan tim sukses lain. Ia disarankan mundur lantaran adanya pertarungan konglomerat papan atas yang turut mensponsori sejumlah kandidat.
Cerita yang hampir sama diungkapkan seorang hakim yang bertugas di MA. Menurut dia, tim sukses salah seorang kandidat kerap bertemu di sebuah hotel tak jauh dari Lapangan Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Di tempat itulah mereka membahas rencana pemenangan, termasuk penyiapan logistik yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Sementara itu, ada konglomerat lain yang juga berusaha menandingi kelompok tersebut. “Dua pengusaha ini kabarnya tak akur,” kata hakim itu.
Kedua pengusaha tersebut diduga cawe-cawe karena memiliki banyak perkara di Mahkamah Agung. Keduanya juga berkonflik hukum hingga melibatkan aparat keamanan dan penegak hukum. Sementara itu, MA merupakan gerbang terakhir tiap putusan. Itu sebabnya mereka berebut pengaruh di MA periode baru. Isu kesukuan juga digunakan dalam persaingan menuju kursi Ketua MA kali ini.
Ketua MA Muhammad Syarifuddin menampik kabar mengenai adanya campur tangan pengusaha dalam pemilihan mendatang. Ia mengatakan setiap hakim agung memiliki otonomi dalam memilih. “Saya rasa tidak ada yang seperti itu. Karena yang memilih hati nurani hakim masing-masing,” ucapnya. Ia menduga kegaduhan suksesi bakal mereda seusai pemilihan. “Nanti mereka juga bakal menyatu lagi,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Mohammad Khory Alfarizi, Fajar Pebrianto, Sahat Simatupang (Medan), dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ribut Suksesi Pengadil Agung"