Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Mengapa Dana Rafaksi Minyak Goreng Mampet?

Pembayaran dana rafaksi minyak goreng masih tersendat. Buntut keterlambatan verifikasi dan perbedaan pendapat. 

14 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM genap pukul sepuluh pagi, toko retail modern Megaria di Kota Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, telah ramai pengunjung. Megaria menjajakan barang kebutuhan sehari-hari untuk masyarakat Tahuna, wilayah yang berbatasan dengan Filipina. Hampir semua barang berasal dari luar pulau, seperti beras, gula, telur, dan minyak goreng. “Ini pusat belanja yang paling lengkap di sini,” kata Meykel Lengkong, manajer gerai Megaria, kepada Tempo pada Kamis, 11 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan perputaran arus barang yang kencang, Meykel menambahkan, Megaria harus punya banyak modal. Masalahnya, sebagian modal perusahaan ini tak jelas rimbanya. Meykel menyebutkan ada duit modal Rp 200 juta yang masih tersangkut program minyak goreng satu harga yang digelar Kementerian Perdagangan pada Januari tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Duit Megaria yang nyaris raib adalah bagian dari dana rafaksi atau selisih harga beli dan harga jual minyak goreng yang saat itu dipatok Rp 14 ribu per liter. Lantaran harga belinya lebih mahal dari harga jual, toko retail seperti Megaria harus menombok. Selisih dana ini seharusnya dibayar oleh pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Tapi sudah setahun pembayarannya tak jelas. “Pas mau diklaim, kok, susah?” tutur Meykel.

Meykel mengaku mendengar berbagai kabar dari Jakarta tentang alasan pemerintah belum membayar dana rafaksi minyak goreng satu harga. Salah satunya, dia menjelaskan, dananya belum ada karena harus menunggu transfer dari Kementerian Keuangan ke BPDPKS. Dia pun pusing tujuh keliling lantaran modal untuk menambah stok toko Megaria kian tipis.  

Petugas Satgas Pangan memeriksa stok minyak goreng saat melakukan sidak di salah satu gudang distributor di Indramayu, Jawa Barat, 3 Februari 2022. Antara/Dedhez Anggara

Keresahan serupa melanda para pedagang, dari pemilik toko kecil hingga peretail modern yang ikut menjual minyak goreng satu harga pada Januari tahun lalu. Mereka kebanyakan menggelontorkan modal untuk membeli minyak goreng dengan harga di atas Rp 20 ribu per liter yang kemudian dijual Rp 14 ribu alias nombok Rp 6.000 per liter. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat tagihan pengusaha retail mencapai Rp 344 miliar. 

Tapi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berkata lain. Dalam acara halalbihalal di kantornya pada Kamis, 4 Mei lalu, Zulkifli mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 yang mengatur penjualan minyak goreng satu harga sudah dicabut sehingga utang rafaksi ia anggap tidak ada. "Tidak ada utang. Coba cek di APBN, kami tidak ada utang. Peraturan Menteri Perdagangannya sudah tidak ada," ujarnya. 

Walhasil para pengusaha retail, termasuk Meykel, meradang. “Menteri Perdagangan yang mengeluarkan aturan, dia yang harus bertanggung jawab.”

•••

DANA rafaksi sejatinya menjadi semacam subsidi untuk menekan harga minyak goreng yang meroket. Saat harga minyak goreng melambung hingga di atas Rp 20 ribu per liter awal tahun lalu, seiring dengan lonjakan harga minyak sawit mentah, pemerintah membuat terobosan. Rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit memutuskan menerapkan harga tunggal Rp 14 ribu per liter. Komite Pengarah BPDPKS saat itu dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Badan Usaha Milik Negara, serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. 

BPDPKS pun menyiapkan dana Rp 7,6 triliun untuk dana rafaksi atau penutup selisih harga produksi minyak goreng dengan harga jualnya. Subsidi ini berlaku untuk minyak goreng kemasan 2 liter, 5 liter, dan 25 liter mulai 19 Januari 2022 pukul 00.00 WIB. Khusus untuk pasar tradisional, pemerintah memberi waktu penyesuaian selambat-lambatnya seminggu dari tanggal itu. Ada 250 juta liter minyak goreng per bulan yang dipasarkan dengan harga khusus tersebut. Program ini kemudian disahkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022. 

Aturan ini berlaku untuk produsen dan penjual atau pengecer minyak goreng. Pasal 4 ayat 1 regulasi itu menyatakan pelaku usaha berpartisipasi dalam penyediaan kebutuhan minyak goreng kemasan. Sedangkan perintah bagi pedagang tertuang dalam Pasal 12 ayat 1 yang menyebutkan pengecer wajib menjual minyak goreng kemasan kepada konsumen Rp 14 ribu per liter. Adapun urusan pembayaran rafaksi diatur dalam Pasal 11, yang isinya BPDPKS akan melunasi klaim pengusaha paling lambat dalam 17 hari kerja. Duit ini cair jika produsen hingga pedagang sudah melengkapi dokumen yang diperlukan dan telah diverifikasi oleh lembaga independen. 

Pada Kamis, 4 Mei lalu, pengurus Aprindo bertemu dengan Kementerian Perdagangan untuk membahas tagihan yang sudah lebih dari setahun tak dibayar. Namun pertemuan dengan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim itu berakhir tanpa solusi. Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengaku kecewa karena pertemuan itu hanya dihadiri pejabat eselon I, sementara Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tak muncul. “Pembicaraan enggak tuntas, karena Dirjen menyuarakan saja. Lagi-lagi mengatakan sedang diproses,” kata Roy pada Senin, 8 Mei lalu. 

Roy juga mengatakan Aprindo meminta Kementerian Perdagangan memfasilitasi pertemuan dengan produsen minyak goreng yang selama ini cenderung diam dalam kasus tersebut. Padahal, dia menjelaskan, justru para produsen yang berkontrak dan menandatangani perjanjian pembiayaan dengan BPDPKS dalam program rafaksi minyak goreng. "Seharusnya ini perjuangan bersama,” tutur Roy. 

Sedangkan Isy Karim mengatakan ada dua kesepakatan dari pertemuan tersebut. Menurut dia, Aprindo paham bahwa pencairan dana harus menunggu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Kesepakatan kedua, Isy menambahkan, Kementerian Perdagangan akan mempertemukan Aprindo atau pedagang dengan para produsen minyak goreng. “Akan kami fasilitasi,” ucapnya. Isy pun mempertemukan pengusaha retail dengan produsen minyak goreng sepekan kemudian atau pada Kamis, 11 Mei lalu. 

Saat dimintai tanggapan tentang hal ini, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Sahat Sinaga tak merespons. Sedangkan Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia Fadhil Hasan mengatakan dana talangan yang ditanggung perusahaan retail hanya sebagian dari tunggakan yang harus dibayar pemerintah. Di luar itu, dia melanjutkan, ada subsidi yang ditanggung perusahaan minyak goreng. “Jumlahnya lebih besar,” katanya.

•••

APRINDO sebenarnya telah mengendus kemacetan pembayaran dana rafaksi minyak goreng tahun lalu. Tak lama setelah Zulkifli Hasan dilantik menjadi Menteri Perdagangan pada Juni 2022, ada sederet seremoni perkenalan dengan para pelaku usaha, termasuk pengurus Aprindo. Menurut Roy Mandey, dalam pertemuan itu Aprindo menyampaikan perihal tunggakan dana rafaksi. Alih-alih memberi solusi, dia melanjutkan, jawaban Zulkifli malah menyakitkan. “Waduh, sudah enggak bisa dibayar, ya, sudah lewat. Sudah kedaluwarsa,” Roy menirukan Zulkifli. “Kami pun kaget." 

Yang paling menyakitkan, Roy menambahkan, program minyak goreng satu harga adalah kebijakan pemerintah yang wajib dijalankan pengusaha. “Bukan kami yang minta,” dia menegaskan. Roy masih ingat, saat itu, Selasa, 18 Januari 2022, semua anggota Aprindo lembur untuk mengubah kode harga minyak goreng agar sesuai dengan ketetapan harga pemerintah Rp 14 ribu per liter. “Sekarang semudah itu dibatalkan,” tuturnya. 

Berdasarkan data Aprindo, program minyak goreng satu harga melibatkan 31 perusahaan retail modern yang memiliki 40 ribu toko di seluruh Indonesia. Mereka telah menjual minyak goreng seharga Rp 14 ribu per liter, sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Dalam program dana rafaksi, pemerintah menentukan harga acuan keekonomian (HAK) Rp 17.260 per liter, jauh di bawah harga pasar minyak goreng premium yang saat itu Rp 20 ribu per liter. Selisih HET dan HAK sebesar Rp 3.260 per liter yang akan ditutup menggunakan dana BPDPKS. 

Bahkan khusus untuk daerah terluar, pemerintah berjanji memberi biaya pengiriman. “Dengan harga keekonomian itu saja sebenarnya kami rugi. Karena kami beli ada yang Rp 19 ribu per liter, ada yang lebih,” Roy menambahkan.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memperkirakan dana rafaksi minyak goreng mencapai Rp 1,1 triliun. Komisioner KPPU, Chandra Setiawan, mengatakan tagihan Rp 700 miliar berasal dari produsen minyak goreng dan distributor, sementara sisanya dari 600 perusahaan retail modern di seluruh Indonesia.   

Sedangkan Kementerian Perdagangan memakai acuan hasil verifikasi PT Sucofindo yang menyatakan realisasi distribusi minyak goreng satu harga selama 19-31 Januari 2022 mencapai 141.148.660 liter. Harganya Rp 474.846.000.000. “Itu hasil verifikasi oleh verifikatur independen,” ucap Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim. Semula, menurut Isy, total klaim yang masuk dari semua perusahaan sebanyak 232.271.863 liter dengan nilai Rp 812.220.437.223. “Ini angka sebelum verifikasi.”

•••

MENTOK di Kementerian Perdagangan, Aprindo menempuh jalur lain. Pada Jumat, 28 April lalu, asosiasi yang mewadahi 600 perusahaan retail ini melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo, memohon audiensi. “Kami berharap kepada Presiden,” kata Roy Mandey. Sebulan sebelumnya, Aprindo sebenarnya telah mengirim surat kepada Presiden, tapi tak ada jawaban. Menurut Roy, para pengusaha berharap tagihan mereka dibayar karena dana itu sangat berarti untuk perputaran modal, terutama bagi pengusaha retail di daerah terpencil yang memiliki kemampuan modal terbatas.  

Roy menilai persoalannya ada di Kementerian Perdagangan. Dia mengatakan para pejabat di sana sibuk bongkar-pasang aturan minyak goreng hingga terlambat menentukan verifikatur, yang baru ditetapkan pada Maret 2022 atau dua bulan setelah program minyak satu harga berakhir. Celakanya, pada Maret itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri ditangkap Kejaksaan Agung dalam kasus minyak goreng. Walhasil, Roy menambahkan, para pejabat bertambah sibuk dan verifikasi tagihan pengusaha tak terurus.  

Produsen, distributor, dan pengusaha retail telah menyelesaikan rekapitulasi data dan menyerahkan laporan kepada BPDPKS pada 31 Januari 2022. Saat itu, Roy menjelaskan, ada ultimatum dari pemerintah bahwa semua laporan harus sudah beres sebelum pukul 16.00 pada 31 Januari. “Kami menepati tenggat," dia mengklaim. Roy juga mengaku telah bertemu dengan Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman pada April tahun lalu. Dalam pertemuan itu, BPDPKS menyatakan uang untuk membayar tagihan peretail sudah tersedia. “Tapi Kementerian Perdagangan belum menyelesaikan verifikasi.”

Kepada Tempo, pada Jumat, 12 Mei lalu, Eddy mengatakan tagihan dari produsen sudah disampaikan kepada Kementerian Perdagangan untuk diverifikasi. Hasil verifikasi menjadi dasar bagi BPDPKS untuk membayar tagihan tersebut. “Sampai saat ini kami belum mendapatkan hasil verifikasi dari Kementerian Perdagangan sehingga belum bisa membayar tagihan itu,” ucapnya.

Sedangkan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan sedang menunggu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Sebab, kata dia, ada dua interpretasi atas peraturan Menteri Perdagangan tentang dana rafaksi. Menurut Isy, ada pendapat yang menyatakan, karena peraturan yang menjadi dasar program rafaksi telah dicabut, kewajiban itu tidak berlaku lagi alias batal demi hukum. Sedangkan pendapat lain menyatakan kewajiban yang muncul akibat aturan itu tetap harus dibayar. Pada awal Mei lalu, Isy mendapat kabar bahwa tim teknis Kejaksaan Agung telah menyelesaikan kajian. “Mudah-mudahan tidak lama lagi (ada keputusan),” tuturnya. 

Di luar masalah legalitas, Isy mengungkapkan adanya persoalan mekanisme. Data realisasi distribusi minyak goreng program rafaksi yang diterima Kementerian Perdagangan dari BPDPKS harus diverifikasi oleh verifikatur independen. Kementerian Perdagangan harus mengadakan tender untuk menentukan verifikatur. Masalahnya, tak ada peminat dalam lelang yang digelar. “Waktu itu lelang gagal karena tidak ada yang menawar.”

Berdasarkan prosedur, mekanisme penunjukan langsung baru bisa diberlakukan apabila lelang telah tiga kali gagal. Akhirnya, kata Isy, pemerintah menunjuk Sucofindo sebagai surveyor. Proses validasi pun sudah rampung. Tapi, menjelang keluarnya keputusan pembayaran, muncul perbedaan pendapat sehingga diperlukan fatwa hukum demi memenuhi asas kehati-hatian. 

Sedangkan komisioner KPPU, Chandra Setiawan, menyarankan Kementerian Perdagangan mengeluarkan regulasi baru yang mengatur pembayaran dana rafaksi minyak goreng yang telah selesai diverifikasi. Menurut dia, persoalan kebijakan ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan dari pengusaha dan tidak memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi para pelaku usaha. Chandra juga mengingatkan pemerintah mengenai ancaman pengusaha retail memboikot penjualan minyak goreng. "Persoalan ini patut diprioritaskan untuk menghindari kerugian atau dampak yang lebih luas bagi masyarakat," katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Artikel ini terbit di edisi cetak di bawah judul "Utang Rafaksi Sebatas Janji"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus