Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 mengatur syarat hapus tagih kredit UMKM.
Ada tarik-ulur dalam penyusunan aturan hapus tagih kredit UMKM.
Bank menghadapi kesulitan dalam menerapkan aturan hapus tagih kredit UMKM.
HASANUDDIN masih ingat bagaimana sejumlah bank milik pemerintah gencar membagikan Kartu Tani di Kalimantan Timur pada 2018-2019. Dengan kartu tersebut, para petani bisa mengakses berbagai layanan perbankan, dari simpanan, pinjaman atau kredit, hingga subsidi. “Saya termasuk yang mendapatkan kartu,” kata petani buah dan sayur di Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, itu kepada Tempo pada Senin, 11 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kartu Tani juga menjadi kunci akses terhadap pupuk bersubsidi. Dengan “kartu sakti” tersebut, para petani bisa membeli pupuk dengan harga murah karena disubsidi pemerintah. Saat itu pemerintah menyasar 10,78 juta petani sebagai penerima Kartu Tani dengan rencana luas tanam 20,38 juta hektare.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi Hasanuddin tak mengambil kredit di bank badan usaha milik negara. Sebab, kala itu dia telah mendapat pinjaman lunak dari BUMN nonbank yang menyalurkan dana program tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam bentuk pembiayaan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Hasanuddin memperoleh pinjaman tanpa agunan sebesar Rp 50 juta dengan bunga 6 persen per tahun dalam jangka waktu dua tahun.
Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyampaikan pemaparan tentang realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2024 di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu 13 November 2024. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Nasib tak bisa diterka. Setelah pinjaman itu digenggam, hasil usaha pertanian Hasanuddin kurang bagus. Dia pun gagal melunasi utang sesuai dengan perjanjian. Ketika itu pemberi pinjaman tak membuat skema restrukturisasi atau keringanan pembayaran. Hasanuddin hanya mendapat surat peringatan beberapa kali sampai akhirnya dia bisa membayar tuntas utangnya dalam waktu lima tahun.
Bukan hanya Hasanuddin, pemerintah mencatat banyak petani, pekebun, nelayan, serta pelaku UMKM yang tak sanggup menyelesaikan pembayaran utang atau pinjaman itu akhirnya menjadi kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Bagi bank, NPL mesti dihapusbukukan dengan membuat pencadangan senilai piutang yang belum dibayar. Setelah itu, biasanya bank swasta melakukan hapus tagih agar piutang itu tak memperburuk laporan keuangan mereka. Persoalannya, cara-cara tersebut tak bisa dilakukan oleh bank BUMN karena bisa dianggap merugikan keuangan negara.
Karena itu, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM. Regulasi yang terbit pada 5 November 2024 ini berlaku untuk pelaku usaha pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, serta UMKM lain. Pemerintah berharap regulasi baru ini dapat membantu para produsen pangan. “Agar mereka dapat meneruskan usaha dan lebih berdaya guna,” ucap Prabowo. Dengan peraturan pemerintah ini, Prabowo juga menghendaki para petani, nelayan, dan pelaku UMKM dapat bekerja dengan tenang dan bersemangat.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Ferry Irawan mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 adalah amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Tujuannya, sesuai dengan ketentuan Pasal 250 dan 251 Undang-Undang P2SK, adalah memberi kepastian hukum dalam penanganan piutang macet pada bank dan/atau lembaga keuangan nonbank BUMN kepada UMKM melalui penghapusbukuan dan penghapustagihan.
Pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjelaskan program kredit usaha rakyat (KUR) kepada nasabah di Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho
Peraturan tersebut akan menjadi landasan hukum yang cukup kuat bagi bank BUMN dan lembaga keuangan nonbank BUMN untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih. Tanpa landasan hukum yang kuat, ada kekhawatiran perbankan bahwa keputusan menghapus buku dan menghapus tagih tersebut dianggap merugikan keuangan negara, mengingat dana BUMN adalah keuangan negara yang dipisahkan.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 47, pemerintah berharap pelaku UMKM dapat mengakses kembali pembiayaan ke lembaga keuangan formal, termasuk untuk mendapatkan jatah kredit usaha rakyat (KUR). Sebelumnya, UMKM yang menunggak utang akan tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan sehingga sulit mendapatkan pendanaan. Melalui ketentuan hapus tagih kredit, UMKM akan mendapatkan status lunas dalam SLIK sehingga bisa mengajukan permohonan pinjaman lagi.
Kementerian Koordinator Perekonomian memperkirakan ada 1 juta UMKM yang akan mendapat keringanan hapus tagih kredit. Adapun perkiraan nilai kredit macetnya mencapai Rp 10 triliun yang tersebar di bank BUMN dan badan layanan umum (BLU) pemerintah. “Kami akan terus berkoordinasi dengan bank BUMN dan BLU untuk mendapat data potensi kredit yang akan dihapustagihkan,” tutur Ferry.
Namun Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah punya proyeksi berbeda. Menurut Kementerian UMKM, nilai piutang macet yang dapat dihapustagihkan mencapai Rp 2,49 triliun yang melibatkan 227.989 debitor. Ini adalah piutang yang memenuhi kriteria, yaitu kredit program pemerintah dengan nilai maksimal Rp 500 juta dan mencapai periode hapus buku minimal lima tahun. Sedangkan nilai kredit di luar program pemerintah mencapai Rp 54,67 triliun.
Menurut Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian UMKM Yulius, debitor yang menjadi sasaran antara lain penerima kredit program pemerintah yang programnya telah selesai, seperti Kredit Modal Kerja Permanen, Kredit Usaha Tani, dan Kredit Investasi Kecil. Target lain adalah pembiayaan UMKM di luar program pemerintah yang penyalurannya menggunakan dana dari bank dan/atau lembaga keuangan nonbank BUMN. Juga kredit di luar program pemerintah yang macet karena bencana alam yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau instansi yang berwenang.
Kartu tani untuk para petani sebagai syarat untuk membeli pupuk bersubsidi. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)
Adapun program pembiayaan pemerintah berupa kredit usaha rakyat tidak masuk kriteria kredit yang dapat dihapusbukukan dan dihapustagihkan. Yulius mengatakan ada beberapa kondisi yang membuat KUR tidak masuk kriteria kredit yang dapat dihapustagihkan. Pertama, KUR merupakan kredit program pemerintah yang masih berjalan sampai saat ini.
Alasan lain adalah pemerintah memberi fasilitas subsidi bunga dan penjaminan. Selain itu, ada potensi subrogasi atau pembayaran oleh pihak ketiga kepada kreditor. Pihak ketiga yang melakukan pembayaran ini akan mengisi posisi kreditor lama.
Menurut Yulius, pembahasan materi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 berlangsung sejak 2023. Saat itu Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang dipimpin Teten Masduki terlibat dalam penyusunannya. Dia juga mengatakan ada tarik-ulur oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan aturan ini. Misalnya saat membicarakan kriteria kredit hapus buku dan hapus tagih, juga ketika mempertimbangkan kemampuan anggaran, termasuk mitigasi risiko agar tidak terjadi moral hazard dan tak ada “penyusup” yang memanfaatkan peluang ini untuk kepentingannya.
Kini pemerintah memprioritaskan program hapus tagih bagi pelaku usaha mikro dan kecil sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, serta mode/busana dan kuliner yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional.
***
BARU sepekan terbit, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 telah menuai persoalan karena dianggap sulit dilaksanakan. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 13 November 2024, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, Sunarso, mengatakan salah satu syarat hapus tagih piutang UMKM adalah kreditor telah melakukan semua prosedur penagihan secara optimal, termasuk skema restrukturisasi pinjaman.
Persoalannya, kata Sunarso, skema restrukturisasi hanya berlaku pada kredit komersial. “Perbankan tidak mengenal restrukturisasi kredit mikro dan kecil sebelum pandemi Covid-19,” ucapnya.
Direktur Utama Bank BRI, Sunarso. wikipedia.org
Sunarso menyinggung sejumlah program kredit mikro masa lalu, seperti Kredit Candak Kulak, kredit investasi pengembangan perkebunan dengan pola perusahaan inti rakyat, Kredit Usaha Tani, Kredit Usaha Mikro Layak tanpa Agunan, serta Kredit Modal Kerja Permanen. “Jadi kredit-kredit ini, begitu macet, tidak ada istilah restrukturisasi.”
Program restrukturisasi pada pembiayaan skala mikro dan kecil baru berlangsung pada masa pandemi Covid-19, yang diatur oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2020 yang terbit pada 1 Desember 2020. Aturan ini menyatakan bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi terhadap debitor yang terkena dampak Covid-19, termasuk debitor UMKM, yang meliputi kebijakan penetapan kualitas aset hingga restrukturisasi kredit.
Menurut Sunarso, mengacu pada Peraturan OJK Nomor 48 Tahun 2020, restrukturisasi kredit skala mikro dan kecil berlangsung melalui kelonggaran penetapan kolektabilitas serta evaluasi kemampuan bayar, kondisi keuangan, dan prospek usaha. Apabila debitor memiliki kemampuan bayar, pinjamannya bisa dikategorikan lancar. Selain itu, restrukturisasi berupa perpanjangan tenor dan pembayaran bunga bisa berjalan sebagian.
BRI menjadi penyalur mayoritas kredit mikro dan kecil program pemerintah, termasuk KUR. Pada 2023, misalnya, pemerintah menetapkan plafon KUR BRI sebesar Rp 194,40 triliun dengan target debitor baru 1.363.225 orang. Tapi realisasi penyalurannya hanya Rp 140,2 triliun. BRI juga menjalankan program Pendanaan Usaha Mikro dan Kecil (PUMK). Pada 2023, jumlah penyaluran PUMK mencapai Rp 872,6 miliar dan menjangkau 30.871 mitra binaan. Angka tersebut melesat dibanding pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 259,8 miliar untuk 15.176 mitra binaan.
PUMK adalah pelaksanaan program tanggung jawab sosial dan lingkungan korporasi yang diluncurkan dalam bentuk pendanaan kepada pelaku UKM dengan nilai Rp 50 juta per debitor. Dulu skema ini disebut Program Pinjaman Kemitraan yang nilainya paling banyak Rp 75 juta per unit usaha. PUMK merupakan kebijakan pemerintah yang dilaksanakan semua BUMN sebagai tugas sosial pembina usaha mikro dan kecil. BUMN memberikan akses permodalan dan pendampingan sehingga pada akhirnya usaha mikro dan kecil bisa mandiri. Pendanaan kemudian berlanjut melalui KUR dan kredit komersial.
Pekerja tengah melakukan proses pembuatan Oncom dikawasan Srengseng, Jakarta, Rabu 14 Agustus 2024.. Pemerintah berupaya meningkatkan penyaluran KUR agar mencapai target hampir Rp 300 triliun pada 2024. KUR diharapkan dapat meningkatkan daya saing UMKM di Indonesia. Kemenkop-UKM pun sejak Januari 2024 mencoba penerapan credit scoring bagi UMKM yang ingin melakukan pinjaman KUR senilai Rp 100 juta-Rp 500 juta tanpa agunan. TEMPO/Tony Hartawan
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari memastikan kebijakan hapus tagih kredit mikro dan kecil tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan bank. Sebab, dia menjelaskan, kredit macet yang dihapustagihkan telah melalui skema hapus buku. Saat ini BRI tengah menghitung jumlah debitor kredit mikro dan kecil yang memenuhi kriteria mendapatkan fasilitas hapus tagih. BRI juga sedang menyiapkan perangkat kebijakan internal. Bila semua telah siap, kebijakan hapus tagih dapat segera berjalan.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, Royke Tumilaar, juga optimistis kebijakan ini tidak akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Sebab, sebelum hapus tagih diberlakukan, bank telah menghapus buku dan membuat cadangan. Apalagi selama ini BNI tidak banyak menyalurkan kredit mikro dan kecil. “Pengaruhnya tidak sampai 1 persen dari total hapus buku,” ujar Royke. Sejauh ini, tingkat kredit macet mikro dan kecil cukup tinggi, yakni sekitar 4,5 persen.
Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia Hermawati Setyorinny mengatakan hal yang lebih penting dalam kebijakan ini adalah sosialisasi perbankan kepada debitor. Dia mengaku menerima banyak keluhan dari pelaku usaha mikro dan kecil di daerah tentang minimnya informasi mengenai kebijakan baru serta berbagai jenis program kredit yang menurut mereka membingungkan. Walhasil, pelaku UMKM kerap mengambil pinjaman yang kurang pas dengan jenis dan kapasitas usahanya.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses hapus buku dan hapus tagih kredit mikro dan kecil. Sebab, ada banyak celah yang bisa dimanfaatkan jika pelaksanaannya tidak diawasi dengan saksama. Ihwal syarat batas kredit sebesar Rp 500 juta, misalnya, dia mengatakan jangan sampai hal itu menjadi peluang bagi pengusaha besar untuk ikut masuk menjadi penumpang gelap.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Caesar Akbar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak artikel ini terbit di bawah judul "Hapus Tagih Selepas Hapus Buku".