Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ombudsman menemukan penyimpangan dalam penyaluran KUR.
Ada bank yang meminta agunan kepada calon debitor KUR.
Pemerintah mengklaim penyaluran KUR selalu mencapai target.
JADWAL perjalanan dinas Yeka Hendra Fatika sudah terisi sampai pekan depan. Pada akhir November 2024, anggota Ombudsman Republik Indonesia ini akan menyambangi Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, untuk mengawasi penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR. Dalam kunjungan ke beberapa daerah, Yeka mengaku menemukan masalah dalam penyaluran kredit program pemerintah ini. “Saya sudah ke Bantul, Bangka Belitung, Lampung, hingga Padang, selalu ada temuan,” katanya kepada Tempo, Selasa, 12 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Yeka, salah satu masalah dalam penyaluran KUR adalah bank mensyaratkan jaminan atau agunan. Padahal nasabah kredit mikro dengan nilai di bawah Rp 100 juta tak perlu memberikan jaminan. Pasal 14 ayat 3 Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR menyatakan agunan tambahan tidak berlaku bagi KUR dengan plafon pinjaman hingga Rp 100 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praktik itu antara lain terjadi di Padang. Dalam konferensi pers pada 14 Agustus 2024, Yeka mengatakan ada 12 nasabah KUR di Padang yang meminjam dana kurang dari Rp 100 juta tapi dimintai agunan oleh bank pemberi pinjaman. Syarat agunan tersebut meliputi berkas kepemilikan kendaraan bermotor hingga sertifikat rumah dengan total nilai Rp 656 juta. Temuan serupa didapati di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra di Bandung, Jawa Barat, 26 Oktober 2023. TEMPO/Prima mulia
Kini, Yeka menjelaskan, Ombudsman telah menerapkan langkah persuasif kepada bank untuk menyelesaikan masalah ini. Hasilnya, “Agunan nasabah di Bantul sudah dikembalikan. Di Padang juga sudah,” tuturnya. Yeka menyebut praktik semacam ini sebagai maladministrasi dalam pelayanan publik yang mengganggu tujuan KUR sebagai program peningkatan akses pembiayaan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Temuan Ombudsman itu sama dengan hasil pemantauan dan evaluasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada Agustus-Oktober 2023. Kementerian Koperasi dan UKM ketika itu bekerja sama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan untuk memantau dan mengevaluasi penyaluran KUR di 23 provinsi dengan jumlah responden sebanyak 1.047 debitor dan 182 cabang penyalur.
Hasilnya, banyak debitor KUR mikro dan KUR super-mikro yang dikenai syarat agunan tambahan. Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Yulius mengatakan pemerintah sudah meminta penyalur KUR memanfaatkan teknologi penilaian kredit inovatif agar penyaluran KUR dapat dilakukan tanpa agunan tambahan. “Presiden juga telah memberikan arahan agar meningkatkan pembiayaan UMKM tanpa agunan dengan menggunakan sistem credit scoring,” ucapnya kepada Tempo, Kamis, 14 November 2024.
Masalah ini pun mengemuka dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, yang antara lain membidangi badan usaha milik negara, dan bank BUMN pada Rabu, 13 November 2024. Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI yang juga Ketua Himpunan Bank Milik Negara, Sunarso, mengatakan penyaluran KUR di bawah Rp 100 juta tidak memakai agunan. “Kalau kami kenakan agunan, kami yang kena penalti,” ujarnya. Penalti itu berupa hilangnya pengakuan penyaluran kredit sebagai KUR sehingga subsidi bunga dari pemerintah tidak bakal dibayarkan.
Bukan cuma permintaan agunan tambahan, pelanggaran lain ditemukan oleh Forum Koordinasi Pengawasan Kredit Usaha Rakyat yang dikoordinasikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Di antaranya adanya penyaluran KUR kepada aparatur sipil negara. Padahal aparatur sipil aktif, kecuali yang sedang dalam masa persiapan pensiun, dilarang menjadi debitor KUR.
Masalah lain adalah kekurangan dokumen administratif seperti nomor induk berusaha dan nomor pokok wajib pajak serta ketidaksesuaian nomor induk kependudukan. Pengawas juga masih menemukan kasus kredit fiktif yang dilakukan penyalur KUR. “Terhadap kasus yang terindikasi pidana tersebut, telah dilakukan penanganan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum,” kata Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Ferry Irawan.
Menurut Ferry, sejak program KUR meluncur pada 2015, tingkat penyaluran dengan skema subsidi bunga selalu mencapai target. Bahkan, dia menambahkan, pada 2021-2022, penyalurannya melampaui target. Perlambatan terjadi pada 2023 karena penyesuaian proses bisnis di awal tahun. Imbasnya, pada triwulan I 2023, angka penyaluran KUR hampir mendekati nol. Pada Desember 2023, penyaluran KUR mencapai 88 persen dari target.
Berdasarkan pemantauan Kementerian Koordinator Perekonomian, angka penyaluran KUR dari awal tahun sampai 31 Oktober 2024 telah mencapai Rp 246,58 triliun atau sebesar 88,06 persen dari target 2024. Penyaluran KUR tersebut diberikan kepada 4,27 juta debitor. “Berdasarkan analisis rata-rata kinerja harian penyaluran KUR, pemerintah optimistis KUR dapat disalurkan sesuai dengan targetnya hingga Desember 2024,” tutur Ferry.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia periode Agustus 2024, KUR berkontribusi sebesar 33,2 persen terhadap kredit UMKM dan 6,5 persen terhadap kredit perbankan nasional. Adapun kredit bermasalah atau non-performing loan KUR sebesar 2,19 persen. Seperti dilansir Kantor Berita Antara, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan tren kredit macet UMKM naik bersamaan dengan tertekannya daya beli masyarakat.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Hermawati Setyorinny mengatakan pelaku UMKM memang tengah menghadapi situasi yang sulit. Bahkan ia meyakini tingkat kredit bermasalah atau kredit macet UMKM, khususnya pengusaha mikro, jauh lebih tinggi dari yang disampaikan pemerintah. "Pendapatan mereka sulit disisihkan untuk membayar utang,” ucapnya. Hermawati mengatakan persoalan lain dalam penyaluran KUR adalah minimnya sosialisasi sehingga pengusaha sulit mengakses pendanaan baru.
Terbatasnya akses pendanaan perbankan juga terjadi pada petani. Berdasarkan temuan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), petani tidak memilih bank sebagai sumber pendanaan lantaran mereka tidak memiliki agunan. Bank juga memberlakukan administrasi yang rumit. “Petani kerap memilih pinjam uang ke tengkulak atau rentenir, atau menjual aset karena lebih mudah dan cepat,” ujar Koordinator Nasional KRKP, Ayip Said Abdullah.
Menghadapi persoalan KUR, Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman RI mengatakan masih banyak pekerjaan rumah. Salah satunya menyangkut pemahaman para pelaku UMKM terhadap program ini. Karena itu, kata dia, para pemangku kepentingan harus meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada target penerima KUR. “Harus turun langsung ke pusat pertokoan dan perdagangan.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Informasi Kurang, Penyaluran Menyimpang"