Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengusaha di Batam merugi akibat krisis listrik.
Pemadaman listrik di Batam terjadi berulang-ulang.
PLN berupaya menambah pasokan listrik di Batam.
RAFKI Rasyid kebanjiran keluhan. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam itu menerima aduan dari anggotanya mengenai krisis listrik yang kerap kali terjadi belakangan ini. Pengusaha jelas terganggu ketika listrik di Batam byar-pet. Bahkan, kata Rafki, ada anggota Apindo yang terpaksa memulangkan pegawai karena pemadaman listrik berlangsung lama. “Padam listrik enam sampai delapan jam,” Rafki mengeluh kepada Tempo pada Rabu, 31 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemadaman listrik dalam jangka waktu lama tentu saja merugikan pelaku industri. Sebab, ucap Rafki, pemilik perusahaan tetap membayar biaya sambungan listrik meskipun tak ada penghasilan karena pabriknya berhenti beroperasi. Kerugian lain adalah hilangnya kepercayaan pelanggan karena order mereka tak kunjung beres. Yang lebih mengesalkan, ujar Rafki, pemberitahuan pemadaman listrik terlalu mendadak. “Kami tidak punya persiapan,” tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kota Batam kini mengalami krisis listrik. Ini terjadi setelah dua pembangkit listrik di kota sentra investasi itu bermasalah. Awalnya gangguan terjadi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Kasam Unit 2, yang menjadi tulang punggung sistem kelistrikan Batam. PLTU ini sebenarnya berkapasitas 2 x 65 megawatt (MW), tapi yang beroperasi hanya 2 x 55 MW.
Sekretaris Perusahaan PT Pelayanan Listrik Nasional Batam (PLN Batam), Hamidi Hamid, mengatakan timnya sudah bergerak cepat untuk memperbaiki PLTU hingga beroperasi kembali. Dia menyebutkan, pada Kamis, 25 Mei lalu, PLTU Tanjung Kasam telah beroperasi lagi. “Listrik kembali tersalurkan ke sistem, kapasitasnya 2 x 55 MW,” katanya.
Tapi krisis belum berakhir. Belakangan, gangguan terjadi pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) DEB Unit 2 Panaran dengan kapasitas 38 MW. PLTGU DEB Panaran mengalami masalah sejak 25 Mei lalu dan operatornya kini tengah memperbaiki fasilitas tersebut. Hamidi menargetkan PLTGU Panaran dapat beroperasi dalam waktu dekat.
Sistem kelistrikan Batam sangat bergantung pada pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP). Sekitar 70 persen pasokan setrum di kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas tersebut dipasok oleh IPP, sisanya dari PLN Batam.
PLTU Tanjung Kasam, misalnya, dikelola oleh PT TJK Power. Perusahaan yang berdiri pada 2006 ini semula merupakan entitas anak dari PLN Batam. PLN Batam kemudian mencari mitra untuk membangun PLTU ini. Pada 2010-2012, pembangunan PLTU Tanjung Kasam Unit 1 berlangsung, dilanjutkan dengan proyek tahap kedua beberapa tahun kemudian. Mayoritas saham PLTU Tanjung Kasam Unit 2 dimiliki PT Intraco Penta Tbk bersama China Huadian, sedangkan PLN Batam memiliki 10 persen saja. Adapun PLTGU DEB Panaran digarap oleh PT Dalle Energi Batam.
Sistem kelistrikan di Batam saat ini memiliki daya pasok 569 MW. Padahal bulan ini beban puncak mencapai titik tertinggi, yaitu 587 MW. Artinya, ada kekurangan 18 MW. Hamidi mengatakan pertumbuhan konsumsi listrik di Batam melonjak signifikan setelah masa pandemi Covid-19, yaitu hingga 14,71 persen pada 2022. Angka ini jauh di atas tahun 2021 yang mencapai 5,01 persen. Kenaikan konsumsi listrik juga dipicu oleh kian panasnya udara di Batam dan Kepulauan Riau. Panas yang menyengat memaksa warga hingga pabrik dan perkantoran menyalakan penyejuk udara.
Ironisnya, krisis di Batam terjadi saat sejumlah perusahaan bersiap mengekspor listrik ke Singapura. Sejumlah konglomerasi besar, seperti grup Adaro, grup Medco, dan grup Salim, tengah berebut mendapatkan kontrak untuk memasok listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan ke Singapura. PLN Batam pun sempat punya niat serupa karena tingginya permintaan menyebabkan harga jual listrik bersih di Negeri Singa terus meroket.
Komisaris PLN Batam, Rizal Calvary Marimbo. plnbatam.com
Tapi, menurut Komisaris PLN Batam Rizal Calvary Marimbo, niat untuk mengekspor listrik ke Singapura dibatalkan pada tahun lalu. PLN Batam menyetop ekspor listrik itu setelah ada keputusan dewan komisaris. “Kami menghentikan semua bentuk penjajakan pengadaan listrik yang akan diekspor ke Singapura,” ucap Rizal pada Jumat, 19 Mei lalu.
Menurut Rizal, PLN Batam harus memenuhi kebutuhan listrik di Batam dan sekitarnya yang terus melonjak. “Ini di luar dugaan. Rebound industri di Batam sangat cepat. Belum termasuk untuk wisata dan fasilitas komersial yang juga terus membaik,” tutur Rizal, yang juga menjabat tenaga ahli Kementerian Investasi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga merespons krisis listrik di Batam. Dalam acara Diseminasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN Batam 2023-2032 yang ditayangkan di kanal YouTube Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan pada Jumat, 26 Mei lalu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengaku jengkel terhadap tata kelola kelistrikan dan kinerja PLN Batam selaku pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Kejengkelan Jisman dipicu oleh pemadaman listrik berulang. Indikasinya, kata dia, persentase cadangan atau reserve margin setrum yang jauh di bawah kapasitas minimal terpasang. Jisman menyatakan laporan ihwal PLTU Tanjung Kasam yang keluar dari jaringan yang membuat reserve margin sangat menipis. Jisman juga mendengar perintah kepada beberapa pelanggan yang punya genset untuk mengoperasikannya. “(Ini) kan sudah tidak sehat,” ujarnya.
Jisman mengatakan telah melaporkan kondisi ini kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif saat meminta persetujuan revisi rencana usaha penyediaan tenaga listrik PLN Batam pada Jumat, 19 Mei lalu. Menurut dia, reserve margin yang semestinya terpasang di wilayah usaha PLN Batam mencapai 15 persen. Saat ini reserve margin terlampau tipis. Jisman pun mengaku kesal terhadap profit margin PLN Batam yang hanya 3 persen. Menurut dia, hal itu menunjukkan bisnis perusahaan tersebut tidak sehat untuk jangka panjang.
Badan Pengusahaan (BP) Batam pun berusaha menanggapi keluhan pengusaha. Pertengahan Mei lalu, Wakil Kepala BP Batam Purwiyanto bersama Direktur Utama PLN Batam Muhammad Irwansyah Putra menerima para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Kawasan Industri Kota Batam. Mereka membahas dampak krisis listrik dan solusi atas pemadaman di sejumlah kawasan industri.
Purwiyanto mengatakan sudah meminta PLN Batam mengambil langkah strategis untuk memitigasi dampak pemadaman listrik. Menurut dia, semua infrastruktur pendukung investasi harus diberi fasilitas semaksimal mungkin.
PLN Batam menyiapkan berbagai opsi. Salah satunya, menurut Hamidi Hamid, dengan mengoptimalkan semua pembangkit listrik. PLN Batam juga berupaya menambah daya melalui kerja sama dengan dua perusahaan, yaitu PT Panbil dan PT Tunas. Langkah lain adalah dengan menyewa pembangkit listrik tambahan berkapasitas 225 MW. Sebanyak 25 MW di antaranya akan beroperasi pada awal Juli mendatang, sedangkan 50 MW beroperasi pada September. Adapun pasokan 150 MW akan tersedia pada November.
Untuk solusi jangka panjang, ucap Hamidi, PLN Batam membangun pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 126 MW yang akan selesai pada 2026. PLN Batam juga menyiapkan pembangkit listrik tenaga mesin gas berkapasitas 50 MW pada 2024, pasokan tambahan (add on) berupa turbin uap ELB 39 MW pada 2025, PLTGU 120 MW pada 2026, dan PLTGU 180 MW pada 2027. Ini belum termasuk pasokan dari jaringan interkoneksi Pulau Sumatera dengan daya 400 MW yang tersedia pada 2028.
Melihat upaya ini, Rafki Rasyid dan para anggota Apindo berharap pemadaman listrik tak terjadi lagi di Batam, selaku wilayah yang dikenal sebagai kota investasi. Sebabnya, industri modern membutuhkan zero blackout alias sambungan listrik tanpa terputus. “Krisis listrik dan pemadaman akan memunculkan citra buruk terhadap kondisi investasi di Batam,” kata Rafki.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Listrik Mati di Kota Investasi"