Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PALAPA B4 akhirnya dinyatakan siap diluncurkan awal pekan ini, setelah tertunda dua kali karena cuaca buruk dan kerusakan crane. Dengan mengorbitnya Palapa B4, PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom) mempunyai tiga satelit di orbit setinggi 36.000 km.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua satelit sebelumnya adalah Palapa B2P seharga US$ 113 juta dan B2R seharga US$ 96,7 juta. Adapun harga Palapa B4, dengan biaya peluncuran dan asuransi, mencapai US$ 121 juta. Untuk pendanaan, PT Telkom mendapat pinjaman dari Midland Bank dan Exim Bank dengan bunga 9,2% dan masa cicilan 10 tahun. Bagi PT Telkom tidak ada masalah dengan investasi ratusan juta dolar itu. "Ini perhitungan bisnis semata," kata Ir. Cacuk Sudarijanto, Direktur Utama PT Telkom.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasannya, 48 transporder di kedua satelit B2R dan B2P sudah terpakai semua. Padahal, masih banyak penyewa yang antre. Dari 24 transporder di satelit itu, 20 transporder sudah dipesan oleh 15 penyewa. Antara lain Royal Thai Army TV dari Muangthai, Turner Broadcasting dan Entartainment and Sport Program Network dari AS, serta Singapore Broadcasting Corporation. Penyewa domestik adalah Departemen Pertahanan dan Keamanan, TVRI, Citra Sari Makmur, dan Rintis Sejahtera.
Bisnis satelit semakin ramai di kawasan Asia Pasifik. Di samping Palapa, ada juga Asiasat milik RRC. "Tahun depan Thailand siap meluncurkan satelit sendiri dengan 12 transporder. Malaysia sedang dalam perencanaan," kata General Manager PT Telkom, D. Amarudien. Bahkan Tonga, negara kecil di Pasifik Selatan, sedang melakukan negosiasi dengan Glavkosmos untuk pembelian satelit milik Rusia.
Di Indonesia PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), yang membeli Palapa B1, siap masuk ke arena persaingan bisnis satelit. Namun, itu tak membuat Telkom gusar. Pasar memang terbuka luas karena saat ini untuk kawasan Asia saja, kebutuhannya dapat mencapai 100 transporder. Selain lebih berpengalaman, telkom juga memasang tarif bersaing.
Satu transporder Palapa dilempar dengan tarif US$ 1,1 juta per tahun lebih rendah dari Asiasat yang US$ 1,3 juta, tapi lebih mahal dari PSN yang US$ 500.000. Dengan tarif itu Telkom memperhitungkan akan mencapai break even dalam lima tahun. Padahal, usia operasional Palapa sekitar sembilan tahun.
Wajar bila Telkom tak ragu menggarap bisnis satelit walaupun baru Palapa B2P diluncurkan tahun 1987 yang sudah balik modal. Sebagai pengganti B2P, yang akan habis masa operasinya tahun 1995, Telkom siap meluncurkan Palapa C dengan investasi US$ 169 juta. Dan Bank Dunia, yang memberi pinjaman US$ 375 juta untuk pembangunan telekomunikasi Indonesia, telah pula memberi dukungannya.
Di tengah gambaran yang cerah itu, ada yang membuat Telkom sedikit gusar. Karena Bank Dunia meminta agar pengelolaan Palapa diserahkan pada pihak swasta. Berdasarkan survei Bank Dunia terhadap 7.000 BUMN di beberapa negara, Telkom tergolong perusahaan yang dianjurkan untuk menangani satu bidang esensial saja, yaitu sambungan telepon tanpa beban yang lain.
Walau saat ini belum tercapai kata putus, Telkom tak keberatan jika Palapa dikelola perusahaan swasta. "Tapi kami ingin agar badan usaha itu jadi anak perusahaan PT Telkom," kata Amarudien. Sumber TEMPO mengatakan bahwa Telkom sebenarnya rela melepas untung dari bisnis Palapa. "Asal peraturan dibuat dulu secara tegas dan transparan," katanya.
Tampaknya ia khawatir, Palapa akan dikelola swasta yang 'ituitu' juga. Liston P. Siregar (Jakarta) dan Bambang Harymurti (Washington)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Artikel ini ditulis Liston P. Siregar dari Jakarta dan Bambang Harymurti dari Washington.