Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Merek StreetsScooter tenggelam dalam nama besar DHL.
Kelanjutan produksi StreetsScooter tak menentu.
Barang bekas StreetScooter lebih mudah ditemukan.
BARISAN mobil boks berwarna kuning terang meluncur di Friedrich-Wöhler-Straße, Bonn, Jerman. Jumat pagi, 19 November lalu, sekitar pukul 08.30 waktu setempat, rutinitas di gudang DHL baru saja dimulai. Para kurir DHL di belakang setiap kemudi mobil listrik itu kudu mengantar paket ke seantero Bonn, kota seluas wilayah Jakarta Selatan di pinggir Sungai Rhein—sekitar enam jam perjalanan darat ke arah barat daya dari Berlin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Piotr Kusnezov salah satunya. Sudah sepuluh tahun Kusnezov mengemban tugas itu. Saban hari, pria 50 tahun ini berkeliling, menempuh perjalanan 5-8 kilometer, melayani pengiriman paket dengan tujuan Auerberg dan Graurheindorf, dua distrik di sisi utara Kota Bonn. “Selama ini saya hampir tidak pernah mengalami masalah berarti dengan mobil-mobil boks ini,” kata Kusnezov, Rabu sore, 17 November lalu. “Baterainya cukup sampai selesai sif.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kusnezov mengendarai Work XL, salah satu varian mobil boks bertenaga listrik yang dikembangkan StreetScooter GmbH, anak perusahaan Deutsche Post AG—bagian dari Grup DHL. Mobil ini diklaim bisa menempuh jarak hingga 200 kilometer, tergantung gaya mengemudi, kecepatan, karakteristik lintasan, muatan, dan tingkat penggunaan konsumsi listrik.
Meski hampir sedekade beroperasi, merek StreetScooter tenggelam di bawah bayang-bayang nama besar DHL. Warga Bonn menyebut produk StreetScooter sebagai “mobil boks DHL”.
Seperti pada mobil listrik umumnya, mesin Work XL menyala nyaris tanpa suara. Itu sebabnya Udo Heimrich, kurir Deutsche Post yang juga warga Auerberg, ingin sekali mengendarai mobil paket DHL. Berbeda dengan Kusnezov, kendaraan dinas Heimrich selama ini berupa sepeda roda tiga bertenaga listrik (e-trike) merek lain.
Nama StreetScooter mencuat di belakang Proyek Odin—begitu nama program pengembangan mobil listrik yang tengah digagas pemerintah Indonesia. Rencananya, konsorsium badan usaha milik negara akan mengakuisisi StreetScooter lewat transaksi bertingkat via sebuah perusahaan cangkang di Luksemburg, Odin Automotive SARL.
Deretan mobil boks DHL di Friedrich-Woehler-Strasse, Bonn, Jerman, 18 November 2021. TEMPO/Luky Setyarini
Kementerian Badan Usaha Milik Negara menugasi PT Indonesia Asahan Aluminium alias Mind Id memimpin proses akuisisi yang digagas sejak Juni lalu itu. Investasinya kelak dieksekusi PT Industri Baterai Indonesia alias Indonesia Battery Corporation (IBC), perusahaan pengembang baterai mobil listrik hasil patungan Mind Id, PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk.
Belakangan, hasil uji tuntas rencana akuisisi menunjukkan sederet risiko, baik pada StreetScooter maupun dari sejumlah orang di belakang Odin yang menawarkan proyek ini. Penolakan oleh manajemen Mind Id untuk melanjutkan transaksi ditengarai melatarbelakangi perombakan besar-besaran jajaran direksi perusahaan yang menjadi holding perusahaan tambang milik negara tersebut pada akhir Oktober lalu.
Mobil boks kuning milik DHL—termasuk yang dikendarai Piotr Kusnezov di Bonn—menjadi jejak yang masih bisa terlihat dari keberadaan StreetScooter. Sejak 2015, merujuk pada dokumen “Proposal Pengajuan Investasi IBC dalam Proyek Odin”, StreetScooter telah memproduksi 22 ribu unit kendaraan listrik.
Selama periode itu, Grup DHL adalah pembeli sekaligus pengguna utama produk StreetScooter, yakni sebesar 85 persen dari total produksi. Produk StreetScooter varian pikap juga dipakai oleh Dinas Pertamanan Kota Bonn dan sejumlah perusahaan daerah. Namun, pada 2021, seperti tercantum dalam data IBC, praktis tak ada pendapatan penjualan StreetScooter selain dari pembelian yang dilakoni induknya.
Perusahaan energi Stawag pernah menggunakan produk StreetScooter sebagai bagian dari promosi ketika awal tahun lalu membangun 150 stasiun pengisian energi listrik di Kota Aachen. Stawag menyewakan satu unit StreetScooter dari total lima unit mobil listrik beragam merek yang disediakan perusahaan. Peminat bisa mencobanya gratis selama satu jam. Namun program ini tak berlanjut. "Promosinya sudah berakhir pada Desember 2020," ujar Benedikt Klinkenberg, petugas layanan persewaan mobil listrik Stawag.
Klinkenberg mengatakan unit yang dulu disewakan itu berasal dari produksi pertama StreetScooter. "Belum selengkap versi sekarang yang digunakan DHL," tuturnya. Selain itu, unit awal StreetScooter yang dimiliki Stawag banyak bermasalah. Jika udara dingin, Klinkenberg mencontohkan, pintu mobil sulit dibuka. Persneling otomatis juga tidak dilengkapi posisi parkir sehingga pengendara harus siap menarik rem tangan ketika mobil dihentikan.
Hingga kini, tak ada informasi yang terang mengenai kelanjutan produksi StreetScooter. Pada akhir Februari 2020, Grup DHL mengumumkan rencananya segera menyetop produksi StreetScooter, yang merugi. Belakangan, pada April lalu, DHL menyatakan akan menunda rencana itu setidaknya hingga akhir 2022.
Upaya Tempo meminta keterangan manajemen StreetScooter GmbH tak membuahkan hasil. Seorang perempuan menerima panggilan telepon Tempo ke kantor pusat StreetScooter di Aachen. “Kami tetap berproduksi,” ucapnya sembari meminta Tempo mengirimkan pertanyaan melalui surat elektronik ke info@streetscooter.com. Menurut dia, sulit menemui langsung anggota staf di kantor seiring dengan penerapan bekerja dari rumah di masa pandemi Covid-19.
Namun surat elektronik yang dilayangkan ke manajemen StreetScooter tak berbalas. Begitu pula ketika Tempo mendatangi markas perusahaan, di kompleks industri di tepi Jülicher Straße, Aachen. Dari luar terlihat beberapa ruangan dengan lampu masih menyala di gedung tiga tingkat itu. Tak seorang pun tampak berada di dalamnya.
Kantor StreetScooter tepat bersebelahan dengan kantor pusat pabrik kereta dan gerbong Talbot Service GmbH. Dari awal hingga kini, produksi mobil listrik StreetScooter memang menumpang tempat dan fasilitas di pabrik kereta Talbot. Ketika mengelilingi lokasi produksi Talbot, Tempo tidak melihat produk StreetScooter di antara gerbong dan lokomotif yang terparkir di area pabrik.
Selain menumpang di Talbot, produksi StreetScooter selama ini memakai pabrik mobil Ford di Kota Köln dan pabrik suku cadang mobil Neapco di Kota Düren. Neapco sama sekali tidak membalas pertanyaan Tempo lewat surat elektronik. Adapun Marco Belser, anggota staf hubungan masyarakat Ford yang menjadi kontak pers untuk produksi model Work XL, mengatakan produksi mobil boks StreetScooter sudah berhenti.
Sebelumnya, pemberitaan sejumlah media di Jerman mengungkapkan berakhirnya kerja sama StreetScooter dan Ford sejak akhir 2019. “Hingga akhir 2020, Ford memproduksi sisa pesanan produksi model Work XL dari StreetScooter,” kata Belser. Karoseri Work XL selama ini menggunakan karoseri Ford model Transit yang diproduksi di Turki. Baru-baru ini Ford mengumumkan rencana memproduksi Ford Transit bertenaga listrik mulai 2022.
Ketika kelanjutan bisnis StreetScooter belum jelas, produk bekasnya masih bisa didapatkan di sejumlah portal jual-beli online. Situs StreetScooter-Hannover, misalnya, memasarkan produk StreetScooter yang dulu beroperasi sebagai mobil boks DHL dan pikap pemerintah daerah. Satu unit mobil listrik bekas itu, yang rata-rata berusia lima tahun, dihargai 8.990 euro atau kini senilai Rp 145 juta. Situs jual-beli autoscout24.de dan ebaykleinanzeige.de juga menjual produk StreetScooter bekas dengan fitur tambahan, usia pemakaian, dan harga yang beragam.
Bernd Biank, pemilik StreetScooter-Hannover, menyatakan membeli sekitar 1.000 unit mobil bekas itu sekaligus pada Juli lalu. Mobil-mobil itu tak lagi menjadi unit layanan DHL lantaran telah mencapai batas maksimal jarak tempuh 30 ribu kilometer. “Kondisi mobil boks ketika kami terima biasanya baik. Tidak ada kerusakan berarti,” ujar Biank lewat surat elektronik.
Hingga kini, StreetScooter-Hannover telah menjual lebih dari 100 unit mobil bekas kepada beragam pembeli, dari pengusaha apotek, hotel, pertamanan makam, hingga perkumpulan pemancing. Sisa 800 unit lain masih menunggu pemilik baru. “Jika peminat ingin membeli lebih dari 50 unit, kami akan memberikan diskon,” kata Biank lewat surat elektronik.
Sedangkan konsorsium BUMN berencana menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk memborong bisnis StreetScooter guna dijadikan “made in Indonesia”.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo