Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Para Pemburu Alat Ukur Waktu

Para pencinta jam tangan antik dan klasik tergabung dalam sebuah komunitas. Ajang silaturahmi, update koleksi, dan kurasi.

22 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JARUM jam menunjukkan pukul 09.55 WIB ketika Eran Hutabarat tiba di Restoran 87, Jalan Kalimalang, Jakarta Timur. Hari itu Eran berencana bertemu dengan teman-temannya sesama anggota komunitas pencinta jam tangan antik dan klasik. Mereka tergabung dalam komunitas bernama Kronometrofilia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Eran, secara harfiah kronometrofilia berarti penggemar alat pengukur waktu (chrono = waktu, metro = alat ukur, philia = penggemar). “Nama Kronometrofilia pertama kali muncul di Yahoogroups pada 29 Mei 2006. Namun nama tersebut baru secara resmi dipakai pada 7 Juni 2006,” kata Eran kepada Tempo, Ahad, 15 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu Eran mengenakan jam tangan Seiko Bullhead keluaran 1970-an. Arloji merek Seiko yang dipakai Eran memiliki keunikan pada posisi kenop dan crown (pemutar jam) berada di bagian atas, yaitu di posisi pukul 11 sampai 1. Biasanya posisi kenop dan crown berada di pukul 2 sampai 4.

Dengan posisi itu, arloji tersebut terlihat seperti memiliki kuping atau tanduk yang menyerupai kepala banteng. “Dulu saya punya sekitar 13 buah jam seri ini, tapi 12 lainnya sudah lepas lagi,” ujar Eran, yang bekerja sebagai eksportir. 

Eran bercerita mulai menyukai arloji klasik pada 2004. Sebelum ada komunitas kronometro, ia sering berdiskusi dengan para pencinta arloji klasik melalui forum di Kaskus. “Jadi Kronometro ini bisa dibilang komunitas jam tangan pertama di Indonesia. Setelah itu baru banyak komunitas bermunculan, bahkan ada yang menyesuaikan dengan merek koleksinya," katanya.

Selama menjalani hobinya itu, Eran mengalami berbagai kejadian yang tak pernah dilupakannya. Eran menuturkan, beberapa kali koleksi jam tangannya telah menyelamatkan bisnis yang dilakoninya. Saat berbisnis jual-beli mobil, ia sempat menemui masalah. Ia harus mengembalikan uang panjar sebesar Rp 400 juta. “Waktu itu saya di-WhatsApp sekitar pukul 7 pagi dan harus mengembalikan uang orang itu sebelum 12 siang,” tuturnya.

Ia pun menghubungi salah satu temannya yang pernah mengincar jam tangan koleksinya. Eran mengatakan orang itu berada di Surabaya dan tidak pernah bertemu, tapi sebelumnya memang sudah sering bertelepon.

Anggota komunitas Kronometrofilia menunjukkan koleksi jam tangannya, di Kalimalang, Jakarta Timur, 15 Januari 2023/TEMPO/Febri Angga Palguna

“Waktu itu saya jual Heuer Autavia GMT Pepsi sama Rolex Submarine 1680. Orangnya langsung transfer uang karena memang sempat bilang kalau sudah bosan jangan lupa hubungi dia,” ujar Eran.

Ada kejadian lain yang selalu diingat Eran saat berburu jam tangan kuno. Menurut Eran, ia boleh dibilang menemui beberapa keberuntungan selama perburuan tersebut. Pada 2004, misalnya, ia pernah membeli jam tangan Rolex Oysterdate Precision 6694 hanya seharga Rp 35 ribu di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur. 

Pada waktu itu, tutur Eran, penjualnya menawarkan jam itu seharga Rp 50 ribu dengan kondisi mati dan berlumpur. "Itu kan jam diputar biar bisa jalan, saya cek ternyata berfungsi. Saya menawar 35 ribu. Saya bersihkan, setelah itu laku lagi dijual Rp 3 juta,” katanya.

Sekitar dua tahun lalu, Eran kembali mendapat keberuntungan ketika berburu arloji. Saat itu ia membeli jam tangan Omega Constellation dari seorang penjual daging. Ia mendapat harga cukup rendah: Rp 3 juta. “Masih ada darah ayam kering di jam itu karena dipakai orangnya pas potong daging.”

•••

SATU per satu teman Eran di komunitas Kronometrofilia tiba di restoran yang berada di kawasan Duren Sawit tersebut. Total ada tujuh orang yang hadir dalam pertemuan—mereka menyebutnya kopi darat—pagi itu.

Menurut Eran, acara pertemuan itu biasanya menjadi ajang saling memperlihatkan koleksi setiap anggota. Seperti pada pertemuan kali ini, beberapa anggota memamerkan koleksinya yang dibawa dalam kotak penyimpanan masing-masing. 

Meski berlangsung pada akhir pekan, mereka tampak antusias meluangkan waktu untuk hadir dan membincangkan arloji kuno. Ada puluhan koleksi dari berbagai merek yang mereka diskusikan. 

Dari sebuah jam tangan kuno, tutur Eran, banyak hal bisa diungkapkan. Cerita sejarah, latar belakang perolehan, hingga orisinalitas arloji adalah beberapa contoh yang membuat pembicaraan menjadi gayeng. 

Eran mengatakan kopi darat di restoran itu sebetulnya bukan menjadi agenda rutin komunitas Kronometrofilia. Pertemuan seperti yang berlangsung pada pagi itu sifatnya mendadak atau perjanjian di antara beberapa anggota.

Pertemuan rutin komunitas, Eran menambahkan, digelar setiap akhir tahun. Mereka menamakan pertemuan itu Get ToGether (GTG). Pertemuan rutin ini adalah ajang silaturahmi sekaligus update koleksi jam anggota komunitas. Dalam GTG biasanya sepertiga dari sekitar 100 anggota Kronometro hadir. “Kadang acara digelar di Bandung atau di Jakarta," ucap Eran.

Salah satu anggota yang hadir dalam pertemuan “dadakan” pagi itu adalah Arif Yulianto. Pria yang lahir di Cilacap, Jawa Tengah, 27 Juli 1970, ini termasuk anggota Kronometro yang paling awal berburu jam klasik. Ia berburu arloji antik sejak 1997. 

Kecintaan Arif terhadap jam tangan mendorongnya menulis dan membuat blog jam, yakni jamkuno.blogspot.com. "Waktu itu iseng buat blog dengan teman-teman pas 2006," ujar alumnus program magister arsitektur Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini.

Dalam pertemuan itu, Arif mengenakan arloji Enicar Sherpa SuperJet keluaran 1970. Jam tipe ini memiliki inner rotating bezel yang menunjukkan second time zone yang dibedakan dengan dua warna, yakni hitam dan kuning muda. Meskipun usia jam tangan itu sudah lebih dari 40 tahun, akurasinya masih tergolong bagus.

Anggota komunitas Kronometrofilia menunjukkan koleksi jam tangannya, di Kalimalang, Jakarta Timur, 15 Januari 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna

Arif bercerita, jam tangan yang dia kenakan tersebut dulu banyak ditemukan di Makassar, Sulawesi Selatan. Arif memprediksi banyak pelaut dari Makassar yang membuat jam seri itu beredar di wilayah Sulawesi. "Kami dulu pada 2000-an selalu berburu Enicar Sherpa ini di Makassar,” tuturnya.

Arif menambahkan, standar utama para pencinta alat ukur waktu itu terletak pada akurasi arloji. Salah satu yang memiliki akurasi terbaik adalah jam tangan pabrikan dari Swiss seperti Rolex. "Walaupun akurasi Rolex pertama dikalahkan oleh Seiko pada 1970-an," katanya.

Menurut Arif, keberadaan komunitas Kronometro sangat membantu para pecinta alat ukur waktu di Indonesia seperti dirinya. Forum komunikasi yang sekarang telah pindah ke grup WhatsApp itu berfungsi sebagai tempat kurasi bagi jam yang ingin dibeli teman-teman. Mekanisme verifikasi, kata Arif, dilakukan bersama dengan mem-posting gambar barang dan selanjutnya dikomentari bersama-sama. 

"Nanti dibahas, hati-hati kalau ketemu barang ini, karena sudah dikurasi. Dulu banyak yang palsu Rolex All Gold dan Rolex California Dial," ujar pria yang mempunyai koleksi 80 jam tangan ini.

Arif mengungkapkan pernah nyaris kecele saat mengincar sebuah jam tangan. Waktu itu ada yang posting jam Omega Speedmaster Calibre 321 yang sangat langka. Menurut dia, kondisinya nyaris seperti jam baru. “Ada yang bilang itu kan sparepart dikumpulkan jadi satu jam. Itu bukan jam vintage, tapi itu jam yang dirakit ulang,” tuturnya. “Kita pasti enggak mau, karena terlalu bagus, pasti curiga.”

Adanya komunitas seperti Kronometro, kata Arif, juga bisa menjadi filter awal untuk menghindari barang curian. Ia punya pengalaman dibawakan tiga arloji, yakni Rolex Submarine, Rolex Skeleton Transparent, dan Omega. Pada waktu itu barang tidak menggunakan boks. Penjualnya berdalih jam itu punya orang yang kalah judi. 

"Aku jadi curiga, kok main judi bawa tiga jam. Saya kemudian posting di grup. Terus, kata seorang teman, jangan dibeli barang panas itu," tutur Arif. Informasi tentang tiga jam itu pun menyebar ke komunitas pencinta barang klasik. “Akhirnya barang itu tidak pernah muncul lagi.”

•••

PENCINTA jam tangan kuno terbagi dalam dua kelompok besar. Menurut Arif Yulianto, kelompok pertama adalah pencinta orisinalitas. Adapun kelompok kedua masih menerima pergantian peralatan asalkan masih dalam produksi yang sama. 

“Kalau saya ini kelompok kedua, masih terima pergantian baut, roda, asalkan bukan ganti dial (pelat pada jam tangan yang menampilkan indeks waktu dan lain-lain). Batas toleransinya sekitar 20 persen, lah," kata Arif, yang menyukai jenama jam tangan seperti Rolex, IWC, Jaeger Le Coultre, dan Seiko.

Menurut dia, batas toleransi mayoritas anggota Kronometro itu kanibal dari seri yang sama tapi sudah menjadi bangkai atau rusak. Biasa juga, ujar dia, onderdil dibeli di toko loakan khusus. "Ada di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Jadi memang membeli barang rongsokan, setelah itu bongkar untuk dijual peralatannya," ucapnya.

Meski begitu, Arif menambahkan, jam yang dipakai tetap harus memiliki suku cadang asli. "Biasanya beranggapan jelek enggak apa-apa asalkan masih asli," katanya.

Bahkan, tutur Arif, ada juga anggota Kronometro yang melakoni bisnis khusus menjual peralatan jam klasik dari seri yang telah dibongkar. "Jualnya di marketplace untuk dagangannya.”

Lain lagi cerita Darwin. Anggota Kronometro ini punya banyak pengalaman kelam dalam dunia perarlojian. Ia pernah menanggung kerugian sampai Rp 98 juta. Pada waktu itu, jam tangan Rolex Hulk miliknya dibawa kabur ketika bertransaksi jual-beli. "Kena pas COD (cash on delivery) di daerah Gajah Mada, Jakarta Pusat,” tutur Darwin, yang juga memiliki toko jam di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Darwin menambahkan, si penipu berpura-pura membelikan jam buat bosnya. Setelah bertemu, Darwin mengatakan bosnya pun ikut datang dan mencoba jam. "Jam itu dipakai, lalu ia pergi, alasannya nanti uangnya ditransfer anak buahnya," ujarnya.

Anggota komunitas Kronometrofilia menunjukkan koleksi jam tangannya, di Kalimalang, Jakarta Timur, 15 Januari 2023/TEMPO/Febri Angga Palguna

Ia pun terlena sehingga membiarkan jamnya dibawa orang. Beberapa waktu kemudian, Darwin bercerita, sang anak buah numpang ke toilet untuk buang air kecil. “Akhirnya kabur lewat belakang dengan meninggalkan boks jamnya," kata Darwin, yang memiliki 20 koleksi jam antik. 

Modus penipuan lain yang pernah dialami Darwin, yakni seorang suami datang menjual jam tangan Rolex lengkap dengan sertifikat. Setelah itu, sang istri datang bersama polisi dengan dalih suaminya mencuri dari dia. "Kalau pencinta jam yang punya toko nih yang paling sering kena dan rawan kena tipu," ujar pria yang lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 11 November 1987, itu. "Ditipu teman pun pernah, ini paling nyesek."

Dalam berburu jam, menurut Darwin, kadang ia menggunakan koleksi yang ada sebagai alat tukar untuk mendapatkan arloji impiannya. Ia mencontohkan jam Universal Polerouter yang dipakainya adalah hasil barter lima jam Seiko berbagai seri koleksinya. Jam tersebut dibuat pada 1950-an sebagai jam resmi maskapai penerbangan SAS (Scandinavian Airline System), yang pada saat itu membuka rute baru antara Eropa dan California, Amerika Serikat. 

Jam Universal Polerouter menggunakan movement automatic cal.69 dengan 28 jewel yang memiliki ciri khas garis horizontal dan indeks tanggal di angka tiga yang berbentuk conical. Jarum penunjuk waktu bercorak balok dan berwarna sama dengan casing-nya. 

Darwin menjelaskan, Polerouter Super adalah jenis Universal Polerouter pertama yang menggunakan logo berupa pelat metal yang di atasnya dicetak huruf U. "Waktu itu malah masih nambah duit lagi," ucapnya.

•••

GELORA Yana Nusantoro, anggota Kronometro lain, termasuk yang cukup banyak koleksi jam tangannya. Yana mengungkapkan, koleksinya berjumlah sekitar 300. Pegawai badan usaha milik negara ini mengalami evolusi dalam koleksi jam. Ia mulai mengoleksi jam pada 2012. "Awalnya beli jam dengan baterai yang KW. Lama-lama jadi ke vintage,” tuturnya. “Evolusi seperti itu kalau saya. Awalnya beli di Mal Ambasador, Jakarta Selatan, mereknya enggak jelas gitu."

Yana mengatakan cara membedakan barang palsu dan orisinal bergantung pada pengalaman. Menurut dia, ketika sering memegang barang orisinal, perlahan kita bisa mengenali barang palsu. "Kalau di hobi jam ini, tidak ada orang yang ahli semua jam," katanya.

Menurut Yana, butuh waktu sekitar lima tahun untuk bisa menguasai cara membedakan barang asli dari beberapa merek jam klasik. Yana mengimbuhkan, kualitas belajar generasi milenial yang ada di komunitas Kronometro bahkan lebih cepat. 

“Ke depan, cara mengecek jam asli dari generasi milenial lebih canggih. Mereka  lebih bagus dan berburu sampai ke luar negeri. Mereka belajarnya cepat," ujarnya.

Dalam memilih jam koleksi, Yana kadang melihat sisi historisnya. Salah satu koleksinya, yakni Omega Speedmaster, merupakan jam tangan yang pernah dipakai anggota tim Appolo milik badan angkasa Amerika Serikat (NASA) yang melakukan ekspedisi ke ruang angkasa. Yana juga memiliki koleksi Omega dengan tipe Seamaster Professional 300M. Arloji ini dipakai pertama kali oleh aktor Pierce Brosnan dalam film James Bond: Golden Eye pada 1995.

IRSYAN HASYIM
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus