Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI kalangan senior Jamaah Islamiyah (JI), Abdullah Anshori alias Ibnu Thoyib alias Abu Fatih adalah figur yang dihormati. Ia termasuk generasi pertama anggota JI ketika didirikan pada 1993. Abu Fatih juga menjadi orang kepercayaan Abdullah Sungkar, pendiri JI. Ia ditunjuk menjadi komandan mantiqi yang membawahkan laskar JI dari wilayah Aceh hingga Nusa Tenggara Timur sampai 2001.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi ia pernah menolak permintaan Abdullah Sungkar yang menawarkan 6.000 eks prajurit Afganistan dan negara lain untuk “berjihad” di Indonesia pada 1990-an. Pria 68 tahun ini pula yang ditengarai mengurungkan niat kelompok teror Poso, Sulawesi Tengah, menembaki pesawat yang ditumpangi petinggi Detasemen 88 Khusus Antiteror Kepolisian RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski Abu Fatih sudah tak aktif lagi setelah peristiwa Bom Bali I pada 2001, pengaruhnya tetap besar di antara para pengikut JI. Mereka diam-diam menemui Fatih. Belakangan, Fatih dan kawan-kawannya menganggap “jihad” yang dilakukan kelompoknya kebablasan karena turut melukai muslim lain.
Rupanya, pemikiran serupa muncul dari pentolan JI lain. Di antaranya amir terakhir JI, Para Wijayanto, dan Abu Rusydan, juga mantan amir dan pemuka JI. Puluhan senior JI dari beragam perwakilan lantas berkumpul di salah satu pesantren di Jawa Tengah pada 29 Juni 2024. Esoknya, mereka mendeklarasikan pembubaran Jamaah Islamiyah di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Berikut ini penuturan Abu Fatih kepada wartawan Tempo, Mohammad Khory Alfarizi, di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Rabu, 17 Juli 2024.
Mengapa Jamaah Islamiyah membubarkan diri?
Kalau pertimbangan secara logika, karena ada yang ditahan dan menderita akibat terkena dampak persoalan Jamaah Islamiyah. Tapi, lebih dari itu, hidup kita ini untuk beribadah. Kami merasa melebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk dari prinsip ibadah fardu ain.
Kenapa Anda menyetujui pembubaran itu?
Kami diminta melihat video berisi penjelasan Abu Rusydan dan Para Wijayanto—keduanya mantan Amir JI—serta Khoirul Anam, tokoh JI lain, tentang pemikiran yang ditinjau dari syariat dan keorganisasian. Kami justru merasa bahwa ini sebenarnya sesuatu yang sudah dirindukan banyak pihak di JI. Ini momen yang paling pas untuk membubarkan diri.
Benarkah pembubaran ini bertujuan menyelamatkan aset JI?
Namanya orang curiga dalam satu persoalan adalah hal yang wajar. Tapi bagi kami itu tidak mempengaruhi apa-apa. Kami membubarkan diri bukan karena tekanan Densus 88, misalnya, atau kepentingan-kepentingan lain. Kami yakin bahwa islah ini adalah perjalanan yang paling baik di sisi Allah.
Apa bukti JI serius membubarkan diri?
Buktinya, kami sudah menyerahkan semua senjata dan alat berbahaya ke Densus sebelum 30 Juni 2024. Saya kira itu bukti konkret bahwa kami tidak main-main. Ini bukan gimik, bukan pura-pura.
Sejauh apa peran Densus 88 dalam pembubaran JI?
Mereka mendatangi kami, mengajak berdialog, lalu ngopi bareng. Kadang-kadang mereka bertanya tentang persoalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ini menyentuh hati kami. Kami berterima kasih. Densus juga memfasilitasi pertemuan untuk berdiskusi dan dihadiri perwakilan dari pengelola pondok-pondok pesantren, para senior, dan bekas amir serta petinggi JI.
Benarkah pertemuan di Sentul langsung membahas pembubaran JI?
Kami sudah berkumpul sehari sebelumnya untuk membahas kitab dan evaluasi organisasi pada Sabtu, 29 Juni 2024, di Jawa Tengah. Awalnya tidak ada bahasan untuk besoknya membubarkan diri. Diskusi itu berlanjut keesokan hari di Sentul kemudian menyepakati pendeklarasian pembubaran. Tidak usah menunggu dibubarkan. Ini momen paling bagus karena sebelumnya sudah ada kelompok yang berusaha membubarkan diri tapi tidak ada pengaruhnya. Artinya, kalau hanya sebagian, tidak direspons dengan baik oleh masyarakat, tidak ditanggapi oleh pejabat atau aparat.
Apa yang akan Anda dan senior lakukan setelah Jamaah Islamiyah bubar?
Prinsipnya, yang harus dipertahankan dan dikembangkan adalah ilmu. Kemudian semangat beramal harus selalu dibangun, tapi bukan amal yang disruptif, harus konstruktif. Kami juga ingin mereka mengembangkan potensi-potensi ekonomi. Kalaupun membentuk lagi satu organisasi, syaratnya yang penting harus konstitusional.
Tidak akan menebar teror lagi?
Selama ini kami sudah banyak menyulitkan dan merepotkan negara serta masyarakat hingga berkepanjangan. Tentunya itu menjadi persoalan yang memberatkan. Kami meminta maaf atas nama senior Al-Jamaah Al-Islamiyah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kami Minta Maaf"