Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERUSAHAAN Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya terbelit perkara hukum beberapa tahun belakangan. Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebagai perusahaan milik Pemerintah Provinsi Jakarta ditunjuk sebagai penyedia lahan program pembangunan hunian berskema uang muka nol rupiah atau DP 0 Rupiah selama 2018-2020. Tapi proyek tanah itu ternyata bermasalah. Kasus ini menjerat mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan. Ia telah dihukum dalam perkara korupsi pengadaan lahan di Munjul dan Pondok Ranggon, Cipayung, serta tanah di Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan menyelidiki pengadaan lahan 24 hektare di Rorotan, Jakarta Utara, yang di dalamnya termasuk program program rumah DP 0 Rupiah di Rorotan, Jakarta Utara. Rupanya, lahan seluas 2,9 hektare di antaranya bermasalah. Kasus ini ditengarai menyeret perusahaan PT Citratama Inti Persada milik pembalap gokar Zahir Ali. PT Citratama yang menjual lahan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Perusahaan PD Pembangunan Sarana Jaya Yadi Robby mengatakan berbagai kasus ini turut mempengaruhi citra perusahaan. “Mungkin dua-tiga tahun baru bisa pulih,” katanya. Berikut ini petikan wawancara Yadi dengan wartawan Tempo, Lani Diana dan Fajar Pebrianto, di kantornya di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, pada Jumat, 28 Juni 2024.
Benarkah sebagian tanah 2,9 hektare yang dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Citratama Inti Persada ternyata punya Pemerintah Provinsi Jakarta?
Proyek ini sudah clear. Dari 24 hektare, ternyata memang ada kewajiban dalam surat izin penunjukan penggunaan tanah atau SIPPT oleh pemilik sebelumnya untuk diserahkan kepada pemerintah Jakarta seluas 2,9 hektare. Tapi itu akhirnya sudah diganti oleh PT Citratama Inti Persada. Sekarang semua tanah sudah atas nama Sarana Jaya.
Lalu kenapa KPK menyebutkan ada kerugian negara Rp 400 miliar dari pengadaan lahan di Rorotan?
Kami sudah melaksanakan proyek sesuai dengan arahan pimpinan. Terlepas di belakangnya ada apa, kami tidak tahu.
Apakah semua lahan proyek DP 0 Rupiah di Rorotan sudah atas nama Sarana Jaya?
Sudah, secara bukti legalitas dan fisik. Namun mungkin pihak KPK akan melihat proses dari awal sampai akhir. Betul atau enggak proses ini? Itu tinggal kami sampaikan.
Apa alasan Sarana Jaya menggandeng PT Citratama untuk membeli tanah di Rorotan?
Saya tidak mengenal PT Citratama ataupun Zahir Ali. Beliau langsung ke pimpinan.
(Catatan: Hingga Jumat, 28 Juni 2024, Zahir Ali tidak merespons surat permohonan wawancara yang dikirimkan ke salah satu perusahaannya, PT Kalma Indocorpora.)
Bagaimana kronologinya?
Mulanya PT Citratama mengajukan surat penawaran kepada Sarana Jaya. Dari situ kami lakukan peninjauan, lalu melapor ke pimpinan. Setelah itu ditindaklanjuti dengan appraisal oleh kantor jasa penilai publik. Ketemu harga, langsung pembayaran. Singkatnya begitu.
Itu penunjukan langsung?
Benar, kami berbeda dengan Pemerintah Provinsi. Kok, enggak ada tender? Karena kami berbeda. Kami mendapat penyertaan modal daerah yang dipisahkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Kami bermitra berdasarkan surat penawaran yang masuk. Jadi siapa pun boleh. Yang penting, lahan sesuai dengan peruntukan.
Apakah ada aturannya?
Itu tidak diatur. Tapi, karena bukan berasal dari APBD, kami diberi keleluasaan asalkan sesuai dengan tujuan permohonan. Kalau lahan, ya untuk lahan. Kenapa kami tidak seperti Pemerintah Provinsi yang ada proses penetapan lokasi? Karena pasti jadi permainan broker. Wah, Sarana Jaya nyari lahan, nih. Mereka akan berspekulasi. Itu yang kami jaga.
Bukankah penunjukan langsung berpotensi memunculkan konflik kepentingan?
Tergantung cara kita memandang. Tapi semua kembali kepada pimpinan. Prosedur sudah dijalankan, tapi pimpinan menolak? Bisa saja. Atau sebaliknya: pimpinan meminta harus membeli, ya bisa.
Apakah pengadaan tanah di Rorotan sudah melewati kajian dan appraisal?
Sudah. Karena kasus itu kami juga memperbaiki prosedur. Dulu appraisal boleh dilakukan oleh penjual atau pembeli. Sekarang harus oleh Sarana Jaya. Itu dilakukan setelah ramai masalah pada 2021-2022. Sekarang hanya boleh membeli tanah bersertifikat, enggak bisa lagi hanya bermodal girik atau akta jual-beli.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo