Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pandemi Covid-19 menghantam seluruh sektor, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, para pelaku usaha kecil menengah yang melakukan transformasi digital menjadi penyintas yang tangguh dan terus bertumbuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Selama masa pandemi yang survive adalah UMKM yang goes digital,” kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia, Yunita Resmi Sari, dalam Dialog Industri Financial Series yang digelar Tempo Media mengusung topik “Transformasi Ekonomi Digital” Kamis, 24 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati memiliki peran strategis sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, Yunita mengakui bahwa UMKM yang sudah meluaskan bisnisnya ke ranah digital tetap memiliki sejumlah tantangan. Data BI menunjukkan bahwa dari 65,5 juta UMKM hanya 26,2 persen yang telah merambah ke marketplace.
Dari jumlah UMKM yang goes digital, kata Yunita, faktatnya sebanyak 77,7 persen masih mengalami kendala pemasaran secara daring. “Karena ada sejumlah hambatan, seperti kompetensi, infrasktruktur, SDM, dan kurangnya pengetahuan,” kata dia.
Walau demikian, UMKM tetap menjadi penyelamat ekonomi. Di saat muncul anggapan bahwa seluruh bisnis terpuruk akibat pandemi, ternyata sebanyak 22,05 persen UMKM tidak terdampak negatif oleh pandemi. Bahkan 31,9 persen mengalami peningkatan penjualan, dan 60 persen sukses berkat menggunakan strategi penjualan daring.
Guna mendorong seluruh UMKM bisa akrab dengan digitalisasi, pemerintah dan BI telah melakukan berbagai pelatihan dan bimbingan, termasuk mengedukasi untuk memanfaatkan fitur-fitur yang ada di e-commerce dan memperluas penjualannya melalui transaksi digital.
Salah satu jenis transaksi digital yang sedang digiatkan oleh BI adalah penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Tahun ini, BI Menargetkan pengguna QRIS di Indonesia meningkat menjadi 15 juta orang. Agar target tersebut tercapai, BI akan mendorong pemakaian QRIS di tempat-tempat wisata dan menjalin kerja sama dengan 250 pasar yang siap menggunakan QRIS dalam bertransaksi.
“Lalu ada juga award yang kami siapkan bagi masyarkat yang menggunakan QRIS. Selain itu, kami juga memperluas kerja sama dengan pemerintah daerah yang kita rangkul melalui 46 kantor perwakilan BI di daerah,” tutur Yunita.
Direktur Bank BCA, Haryanto Budiman, menyebut bahwa transaksi digital, termasuk penggunaan QRIS, memang meningkat pesat sejak pandemi. Dari 40-45 juta transaksi per hari nasabah BCA, sebanyak 63,4 persen menggunakan mobile banking dan 25,1 persen memakai internet banking. “Jadi, sekarang hanya 10,9 persen yang pergi ke ATM,” ucapnya.
Sementara terkait geliat UMKM di ranah digital, Haryanto melihat pertumbuhan tesebut tampak nyata di saat pandemi. “Pada saat dilakukan PSBB itu transaksi tetap meningkat, terutama di e-commerce. Jadi, kami menyediakan platform atau kemudahan bagi nasabah dalam bertransaksi, serta menyediakan pembiayaan baik secara langsung ke nasabah tersebut, maupun melalui pihak ketiga,” ujarnya.
Demikian pula, Direktur Utama Bank Riau Kepulauan Riau (BRK), Andi Buchari, melihat pertumbuhan positif terhdap sistem pembayaran digiatl selama pandemi. “QRIS itu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bertransaksi, juga oleh UMKM. Jadi, UMKM bisa tetap survive berkat dukungan QRIS,” tuturnya.
Andi mengatakan QRIS di daerah yang jauh juga dimanfaatkan para pelaku UMKM. “Berdasarkan data BI Riau, bahwa pada 2021 terjadi peningkatan di provinsi sebesar 11 persen, salah satunya berkat dukungan dari QRIS,” ucapnya.
Ia melanjutkan, berkat banyaknya transaksi secara digital dan dimanfaatkan oleh pelaku UMKM, pada akhirnya membawa berkah bagi BRK. “Dari sisi ranking, yang dicatat oleh BI sebelum triwulan I, BRK masih di ranking 9 Sumatera. Tapi, pada akhir 2020 jadi peringkat 1 untuk indeks elektronifikasi transaksi daerah,” ujarnya.
Pengamat Ekonomi Digital INDEF, Nailul Huda, melihat pertumbuhan UMKM cukup menggembirakan. Namun, terkait masih rendahnya literasi digital berdasarkan data BI bahwa sebanyak 77,7 persen masih mengalami kendala, ia meminta pemerintah melakukan literasi digital secara menyeluruh untuk menunjang ekosistem ekonomi digital.
“Jadi pelatihan bukan hanya bagaimana melakukan penjualan online, tetapi dalam hal pembayaran, permodalan, dan lainnya. Semua harus diintegrasikan dengan ekosistem keuangan digital,” kata Huda. (*)