Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut total sampah nasional pada 2021 mencapai 68,5 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 17 persen, atau sekitar 11,6 juta ton, disumbang oleh sampah plastik. Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan sumbangan sampah plastik itu mengalami peningkatan dari tahun 2010.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mengatasi persoalan sampah plastik yang mengancam ekosistem bumi. banyak organisasi, bahkan perusahaan yang telah memulai program daur ulang mereka dengan mengubah limbah menjadi produk untuk digunakan sekali lagi. Di tengah upaya tersebut, Plana menawarkan sebuah solusi yang diyakini dapat berdampak maksimal bagi masa depan bumi. Tak sekadar mendaur ulang, tapi melakukan up-cycling dengan sistem produksi massal, dengan konsep manufaktur, dan kualitas terjamin. Semua jenis sampah plastik menjadi material baru yang awet digunakan selama bertahun-tahun. Tidak seperti botol plastik yang dalam waktu 2-3 bulan bakalan jadi sampah lagi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Plana bermula dari bisnis keluarga yang sama-sama berkutat dengan plastik, generasi muda mereka kemudian menyadari bahwa industri plastik juga menimbulkan dampak negatif dan membutuhkan solusi jangka panjang untuk berubah menjadi sustainable. Perusahaan manufaktur bahan bangunan yang memiliki kepanjangan Plastic for Nature ini membuat bahan bangunan hasil daur ulang dari sampah. Produk-produk yang dihasilkan Plana di antaranya adalah material untuk lantai, dinding, dan kolam renang.
Plana Brick dan Plana Wood adalah dua produk utama perusahaaan yang digawangi Joshua Christopher Chandra, Juan Aprilliano Chandra, dan Kenny Lukito ini. Plana Brick terbuat dari semua jenis sampah plastik yang tidak dipilah, terasmuk endapan plastik dan puntung rokok. Dibandingkan bata biasa, Plana Brick diyakini lebih kuat, lebih ringan, dan memiliki 95% jejak karbon lebih rendah. Adapun Plana Wood merupakan "papan kayu" yang dibuat dari sekam dan sampah plastik. Plana Wood menjadi pengganti kayu dan kayu komposit sekaligus upaya menyelamatkan bumi dari limbah dan deforestasi.
Sekam padi didapat Plana dari petani di sekitar pabrik. Plana mememanfaatkan sekam gabah padi yang kerap terbuang lantaran tak memiliki nilai jual. Kalaupun akan digunakan oleh petani, harus dibakar dan fasilitasnya jarang. Padahal untuk tiap satu kilogram beras saja bisa menghasilkan sekitar 600-700 gram gabah padi. Bayangkan ada berapa ton gabah dalam 3-4 kali panen dalam setahun. Inilah yang kemudian dimanfaatkan Plana. Selain menguntungkan Plana, petani yang diajak bekerja sama juga memperoleh keuntungan dengan mendapatkan pendapatan dari sekam padi yang mereka berikan kepada Plana.
Dalam proses pembuatan Plana Wood, Plana menggunakan kompsosisi 30 persen sampah plastik, 60 persen sekam atau gabah padi, dan 10 persen aditif. Satu Plana Wood decking setara dengan 2,4 kilogram sampah plastik dan 4,8 kilogram gabah padi. Gabah padi digunakan lebih banyak agar produk yang dihasilkan lebih berserat seperti kayu asli. Untuk jenis plastik yang mereka gunakan merupakan plastik jenis HDPE karena titik lebur yang tinggi dan memiliki karakteristik yang tepat untuk produk Plana. Plana menggandeng pengrajin lokal untuk membuat berbagai produknya.
Dalam kurun lima tahun, Plana telah menggunakan 400 ton sampah plastik dan 880 ton sekam gabah padi. Dengan begitu, mereka mampu menghemat pohon setara 280 ribu pohon. Plana juga menerapkan sistem recycle dalam produk-produknya. Barang yang dipakai setelah dibuat dan dipakai di salah satu pameran misalnya akan dipakai kembali di pameran berikutnya. Untuk barang yang sudah rusak akan digiling kembali untuk menghasilkan material baru.
Sejauh ini Plana sudah merambah market dalam negeri dengan target pasar perusahaan konstruksi. Salah satu produk yang diminati adalah Plana Wood karena dapat menggantikan kayu ulin yang sudah dilarang untuk digunakan.