Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saneh tersenyum bahagia. Senyumnya itu dia lontarkan kepada Rafka, cucunya yang terlihat di layar ponsel. Sambil memandang cucu kesayangannya, dia pun pelan-pelan mengajarkan Rafka urutan abjad. “Aa… Bb…,” ucap Saneh berharap sang cucu mengikuti ucapannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebahagiaan Saneh, diakui suaminya, Rusdi, dikarenakan istrinya itu dapat menyapa sang cucu yang tinggal di Desa Pandan Indah, Praya Barat, Lombok Tengah. Sementara mereka, sang kakek dan nenek, tinggal di Desa Pandan Tinggang, Kecamatan Prabarda, Lombok Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lokasi rumah Rusdi yang tepat di belakang kantor Desa Pandan Tinggang membuatnya dengan leluasa dapat menelpon cucunya dengan jaringan internet secara gratis. Internet itu didapat dari program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), khususnya Bakti Akses Internet (Aksi). Berupa penyediaan akses internet melalui VSAT, radio link, dan fiber optik.
Selain Bakti Aksi, Bakti Kominfo memang memiki sejumlah program untuk mengurangi kesenjangan digital di wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi dan Informasi (WPUTI) di antaranya dengan menyediakan Palapa Ring, Satria-1, Bakti Sinyal (BTS), serta Program Ekosistem Digital.
“Saya menggunakan ponsel untuk telpon anak dan teman, serta baca-baca berita,” kata Rusdi. Kebetulan, lanjut dia, dia bekerja sebagai Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa. “Tentunya mempermudah komunikasi, walaupun tidak punya voucher internet, tapi bisa berkomunikasi terkait pekerjaan dengan lancar karena adanya internet gratis ini.”
“Kami sangat berterima kasih dengan Bakti Aksi, dengan adanya ini semua, pekerjaan menjadi lebih mudah dan terjangkau,” tambah dia. Manfaat lainnya, Rusdi menyebut, anak-anak yang pada awalnya tidak mampu membeli voucher semua berkumpul. Namun, Rusdi akan mengingatkan mereka untuk berhenti bermain jika waktunya shalat, mengaji, dan belajar.
Manfaat internet gratis dari Bakti Aksi juga dirasakan Sariwatul dan Sariah yang bergantian menjual gorengan dari Pukul 07.00 – 18.00 WITA. “Kalau lagi banyak yang kumpul bisa sampai Pukul 22.00 WITA,” ujar Sariwatul.
Sudah menjual gorengan sejak 4 tahun lalu, Sariah merasakan peningkatan pendapatan sejak adanya akses internet gratis yang terletak di dekat warungnya sejak tahun 2020. “Sebelum ada internet sehari bisa Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Setelah ada bantuan internet dari Bakti Aksi pendapatan jadi Rp 500 ribu sehari,” kata dia yang menjual gorengan tahu, bakwan, dan pisang seharga Rp 1000.
Sariwatul yang membantu menjual gorengan di pagi hari lantas melihat banyak peluang usaha ketika akses internet tersedia di desanya. Berkumpulnya warga di sekitar area internet gratis membuat berkah tersendiri bagi dia dan keluarga.
Dia pun lantas mendengar ide dan masukan dari pelanggannya, anak-anak yang berkumpul dan bermain internet. “Terkadang mereka suka menyarankan minta dibikinkan apa, nanti saya buka youtube lihat cara buatnya, lalu saya jual,” ujar Sariwatul yang setelah berjualan gorengan melanjutkan usaha dengan menjual sosis dan pentol bakar, serta aneka macam minuman blender. Untungnya pun menurutnya menggiurkan, terutama dari minuman yang bisa dia jual seharga Rp. 5000. “Sosis dan pentol bisa Rp 500 ribu sehari, dan dapat untung lebih di minuman karena harganya lumayan,” kata dia.
Menariknya, kata Sariwatul, berkat internet, kebiasaan masyarakat untuk membeli pun mengalami perubahan. Masyarakat yang awalnya kalau ingin membeli camilan datang langsung ke warung, kini lebih mengandalkan Cash on Delivery (COD). “Kami ada grup Facebook untuk jualan apa saja, biasanya mereka pesan lewat sana. Jadi, beli gorengan saja sekarang mintanya diantar ke rumah, karena pada males keluar,” ujarnya seraya tertawa.
Sebagai penjual, dia pun tidak bermasalah asalkan jarak untuk mengantar makanannya masih terjangkau. Sedangkan pemilihan Facebook dikarenakan para pelanggannya tidak ingin membuat grup Whats App (WA). “Alasannya, kalau sedang tidur berisik kalau ada notifikasi,” ujar Sariwatul.
Haji Sentum, Kepala Desa Pandan Tinggang mengakui, banyak warganya yang menggunakan platform Facebook untuk pemasaran. Hal ini dikarenakan, mereka hanya ingin menjual dengan jarak yang terjangkau.
“Mereka belum berani keluar kota karena jasa pengiriman masih sulit. Karena itu, berkisar pemakaian di sini saja. Apalagi di sini tidak ada kantor pos, di kecamatan juga tidak ada,” kata dia.
Meskipun pemasaran masih di area terjangkau, namun Sentum mengakui, berkat internet, perekonomian desa pun mulai tumbuh. Banyak warung-warung bermunculan di sekitar area akses internet. “Sampai ada di sini yang berjualan minuman boba, keuntungan kotornya hingga Rp 800 ribu,” ujar dia.
Berkat internet juga, masyarakat berani melihat peluang kerja yang lebih luas. “Di sini banyak petani yang hanya mengandalkan tadah hujan. Jadi banyak juga yang melihat peluang kerja di luar desa,” katanya.
Sebagai Kepala Desa, Haji Sentum merasakan banyak manfaat dari Bakti Aksi. “Terutama ketika kita tidak bisa membeli kuota kan bisa memanfaatkan internet gratis itu untuk pekerjaan. Lalu informasi dari kecamatan, kabupaten, kalau dulu kirim surat sekarang sudah bisa lewat WA, jadi sekarang lebih mudah.”
Di sisi Kesehatan, lanjut dia, tentunya akses internet ini sangat membantu. Apalagi, menurut Sentum, perangkat Bakti Aksi akan dipindahkan ke kantor baru. “Di tempat baru nanti dekat dengan dengan puskesmas. Orang-orang nanti bisa memanfaatkan informasi seputar kehamilan, kelahiran, imunisasi dari bidan desa.”
Pathoni, Kepala Dusun Torok Aik Belek Desa Montong Ajan Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah Kepala Dusun Torok 1, Lombok Tengah juga merasakan manfaat kehadiran akses internet gratis dari Bakti Aksi. Di tahun 2020, dusunnya mendapatkan bantuan perangkat akses internet gratis. “Saat itu, semua jadi suka berkumpul di sekitar area internet gratis,” kata dia.
Apalagi, pada masa itu, wilayahnya belum tersentuh jaringan internet. Kehadiran akses internet merupakan suatu hal yang paling dinantikan. Selang dua atau tiga bulan kemudian, dusunnya kembali mendapatkan bantuan dari Bakti Kominfo, kali ini berupa Base Transceiver Station (BTS) dari Bakti Sinyal dengan pemenang provider Telkomsel yang dikenal dengan nama BTS USO Montong Ajan. Karena jarak jangkauan BTS lebih kuat, maka warga pun mulai memanfaatkan internet dari rumah masing-masing.
Seiring waktu, provider Telkomsel juga membuat tower konvensional. Sinyalnya membuat kekuatan dari BTS Bakti Sinyal yang dibuat tahun 2020 melemah. Membuat warga merasa kehadirannya bisa berguna jika dipindahkan ke tempat lain. Kebetulan, di Lombok Tengah masih terdapat wilayah yang tidak memiliki jaringan internet.
Rendy Chandra Raharjo dari Divisi Lastmile Backhaul Direktorat Infrastruktur Bakti Kominfo mengatakan, sesungguhnya kehadiran Bakti Sinyal memang diperuntukkan bagi wilayah-wilayah yang memang belum memiliki jaringan internet. Munculnya provider-provider setelah adanya Bakti Sinyal, justru memang dinantikan. Karena itu artinya akan lebih memenuhi kebutuhan masyarakat akan jaringan internet.
“Silahkan saja ajukan usulan untuk direlokasi tempatnya, asalnya di tempat yang baru bukan tanah yang bermasalah, memiliki IMB, dan tidak dikelilingi dengan bukit-bukit. Namun jika di atas bukit dan di bawahnya terdapat pemukiman yang padat, itu lebih baik lagi,” kata dia.
Teknisi dari PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel, Yohanes menuturkan. Selama ini perangkat BTS USO di Montong Ajan yang dipercaya untuk dirawatnya tidak memiliki banyak masalah. Kalau ada gangguan jaringanpun, teknisi langsung ke lokasi. Sementara perawatan dilakukan empat bulan sekali. BTS – BTS yang mereka Kelola sudah menggunakan solar cell untuk listriknya.
Kepala Dinas Kominfo Lombok Tengah H Muhammad mengatakan, kebutuhan akses internet dan BTS sangat dibutuhkan oleh masyarakat apalagi Lombok Tengah terdiri dari bagian Utara gunung dan bukit. Begitu juga bagian Selatan. Menurutnya banyak wilayah yang masih membutuhkan jaringan internet. Dia pun saat ini sedang memetakan mana saja blindspot di wilayahnya.
“Begitu ada BTS masyarakat merasa manfaatnya terbantu terutama bagaimana berkomunikasi, mencari informasi, kemudian dalam rangka bagaimana produk-produk yang dihasilkan bisa dipasarkan melalui jaringan itu,” kata dia.
Sementara jika tower BTS konvensional sudah masuk, menurutnya, maka lokasi Bakti SInyal dapat direlokasikan ke lokasi yang membutuhkan. “Saat ini ada dua titik yang akan kita coba relokasikan,” ucapnya.
BTS juga dibutuhkan di wilayah menuju Gunung Rinjani. Guna mendukung pariwisata. Saat ini kata dia, akses ke Rinjani menjadi favorit para pendaki. Apalagi ada rencana investor membangun kereta gantung, BTS akan mendukung Kawasan pariwisata tersebut. “Bisa BTS masuk luar biasa, karena banyak pendaki lewat sana.”
Menurutnya, saat ini digitalisasi sudah menjadi primadona. Masyarakat merasa sulit kalau tidak menggunakan digitalisasi. “Kita berharap sinyal-sinyal bisa disalurkan ke desa-desa. Supaya mereka tidak ketinggalan informasi.”
Pondok pesantren, koperasi, tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, desa, semua banyak yang membutuhkan dan menggunakan akses internet. Sementara BTS dapat digunakan di daerah wisata. “Kami sangat berharap, Lombok Tengah, jangankan bicara desa tapi semua harus terakses. Itu yang kita inginkan.” Muhammad mengatakan, ada tiga hal yang harus dibenahi yaitu industrialisasi semua sektor, digitalisasi yang kuat, dan investasi. Hal itu dilakukan untuk menuju Indonesia 2045.