Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Limbah yang dihasilkan perusahaan masih menjadi masalah besar di Indonesia. Limbah cair maupun padat yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Salah satu kunci utama keberhasilan pengelolaan limbah agar tidak mencemari lingkungan dan ekosistem perairan adalah dengan menerapkan strategi ekonomi sirkular. Sayangnya, di Indonesia, masih sebagian kecil perusahaan menerapkan strategi tersebut. Salah satunya adalah Great Giant Foods (GGF).
GGF merupakan unit korporasi dari Gunung Sewu Group dalam bidang produk makanan dan pertanian yang diluncurkan pada 2016. GGF memiliki 9 unit bisnis yaitu PT Umas Jaya Agrotama (UJA), PT Great Giant Pineapple (GGP), PT Great Giant Livestock (GGL), PT Sewu Segar Nusantara, PT Bromelain Enzime, PT Nusantara Segar Abadi, PT Sewu Segar Primatama (SSP), Setia Karya Transport (SST), dan PT Inbio Tani Nusantara (ITN).
Lokasi operasional utama GGF berada di provinsi Lampung dengan kebun terintegrasi seluas 37 ribu hektare di Provinsi Lampung dan Jawa Timur. Adapun produk kategori foods yang dihasilkan di antaranya buah segar merek Sunpride, jus buah dan keripik pisang DUTA, jus 100% Re.Juve, daging segar dan bakso merek Bonanza, susu segar merek Hometown, dan tepung tapioka cap Kodok.
Bahkan nanas yang dihasilkan salah satu unit bisnis GGF, yakni PT Great Giant Pineapple (GGP), telah berhasil menembus pasar global. Tiap tahunnya PT GGP yang berlokasi di di Desa Terbanggi Besar, Lampung Tengah, mampu memproduksi 500.000 ton nanas dalam kaleng yang diekspor ke 60 negara. Nanas tersebut diperoleh dari perkebunan nanas seluas 32.000 hektare milik perusahaan.
Sejak awal berdiri pada 2016, GGF sudah didesain menerapkan ekonomi sirkular ekonomi dengan sistem yang terukur dan terintegrasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Artinya, unit-unit bisnis GGF tak hanya fokus mengejar keuntungan, tapi juga menjaga konservasi lingkungan, mengupayakan ketiadaan sampah, serta menyejahterakan masyarakat atau mitra kerjanya. Penerapan ekonomi sirkular tersebut terbukti telah memberi hasil positif buat GGF dan unit usahanya, termasuk petani dan peternak yang jadi mitranya.
Dalam rangka penerapan zero waste management tersebut, GGF mengembangkan energi terbarukan dengan memanfaatkan limbah cair menjadi biogas untuk energi terbarukan dengan prinsip Waste to Energy. Waste to Energy adalah Waste-to-Energy adalah proses menghasilkan energi dalam bentuk panas atau listrik dari sampah. Penerapan di GGF, limbah cair nanas dari PT GGP dan tapioka dari PT Umas Jaya Agrotama dialirkan ke reaktor biogas (UASB Reactor) untuk diolah menjadi biogas sebagai sumber energi alternatif.
Limbah cair dengan teknologi fermentasi menghasikan biogas yang digunakan untuk pengganti bahan bakar fosil, dan saat ini mampu menggantikan 30% bahan bakar batu bara. Setiap tahun, tak kurang dari 2 juta meter kubik limbah cair yang diolah. Dari sana, setiap tahunnya dapat dihasilkan 8,5 juta Nm3 Biogas. Biogas yang dihasilkan akan ditransfer ke power plant dan pabrik tapioka sebagai sumber energi alternatif.
Isolasi bakteri indigen limbah cair menghasilkaan isolat yang mampu mendegradasi bahan organik limbah cair nanas dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang kaya akan nutrisi untuk berbagai tanaman. Limbah air yang keluar dari biogas juga tidak dibuang tapi dimasukkan ke dalam WWTP, lalu diproses dan kembali lagi ke kebun untuk menyiram tanaman. Sehingga tidak ada air yang terbuang. Bahkan cara ini mampu menghemat pemakaian air tanah hingga 800 m3/tahun.
Program ini menjadi bukti nyata penerapan sustainability integration di dalam perusahaan, mengurangi produksi limbah ke IPAL dan lingkungan dengan water excellence management. Program ini juga berpengaruh positif terhadap penurunan emisi Gas Rumah Kaca 25.909 tCO2. Data pada 2017 menunjukan GRK di sektor energi mengalami penurunan pemakaian energi sebanyak 17 persen.
Infografis GGF
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini