Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEORANG kawan bertanya serius di sebuah pengujung petang yang basah, “Sebenarnya nama ibu kota negara (IKN) yang baru itu apa?” Mula-mula saya menyepelekan pertanyaan ini. Hingga kemudian, setelah saya lakukan investigasi kecil-kecilan, alternatif jawaban untuk pertanyaan sederhana ini memang sangat memusingkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada beberapa alternatif jawaban. Pertama adalah Nusantara. Ini jawaban singkat dan cenderung informal. Meski kita tahu bahwa jawaban ini mendulang polemik karena dianggap mereduksi makna Nusantara yang selama ini ada. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat bahwa Nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Ini diambil dari bahasa Sanskerta: nusa yang berarti pulau dan antara yang berarti perbedaan, jarak, atau selisih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan didapuknya Nusantara sebagai nama untuk ibu kota, pertama, perlu segera ada perubahan atau penambahan makna Nusantara di KBBI. Ini menjadi konsekuensi logis atas didapuknya Nusantara sebagai nama untuk sebuah wilayah yang berbeda maknanya dengan yang pernah ada.
Meski bersifat lebih luas, karena mencakup semua pulau yang berada di Asia Tenggara yang meliputi Semenanjung Malaya, Indonesia, bahkan hingga Filipina, tawaran Philip Bowring yang menyebut wilayah ini dengan Nusantaria menarik untuk dijadikan alternatif. Dalam buku Empire of the Winds: The Global Role of Asia’s Great Archipelago (2018), ia memberikan tasawur apa yang disebut dengan Nusantaria: “So this book uses ‘Nusantaria’ to denote a broader zone, the single maritime region between the northern entrance to the Melaka and Luzon straits, and the Banda islands in the extreme east of the archipelago.”
Jadi Nusantaria digunakan untuk menggambarkan dunia Melayu dengan dimensi yang cukup luas dan memiliki sejarah persinggungan dengan Kepulauan Mariana, Taiwan, hingga Madagaskar. Bahkan Bowring mengklaim pendapatnya ini sepanggang seperloyangan dengan gagasan arkeolog Wilhelm Solheim dalam Archaeology and Culture in Southeast Asia: Unraveling the Nusantao (2006) yang menyebut orang-orang berbahasa Austronesia dengan sebutan Nusantao. Alternatif ini sekali lagi perlu kajian dan diskusi yang serius.
Jawaban lain atas pertanyaan apa nama ibu kota Indonesia yang baru adalah IKN dengan varian jawaban yang—seperti saya ungkapkan di atas—membingungkan. Jika merujuk penjelasan Presiden Joko Widodo dalam pidato pada 17 Agustus 2022 di depan sidang paripurna, nama ibu kota Indonesia adalah Ibu Kota Nusantara (IKN). Begini kutipan pidato itu: “Pembangunan Ibu Kota Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur harus terus dijaga keberlanjutannya. IKN bukan hanya untuk para aparatur sipil negara, melainkan juga para inovator dan wirausahawan.”
Jelas, jika merujuk pada pidato yang disampaikan oleh Presiden tersebut, nama ibu kota Indonesia adalah IKN, yang merupakan kependekan dari Ibu Kota Nusantara. Namun, faktanya, IKN memiliki dua kepanjangan yang selama ini beredar. Selain Ibu Kota Nusantara yang ternyata memiliki tingkat popularitas penggunaan cukup tinggi, IKN banyak digunakan sebagai kependekan dari Ibu Kota Negara.
Secara yuridis formal, kita tahu, tajuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 adalah tentang Ibu Kota Negara. Namun, di pihak lain, hampir semua produk hukum yang berupa peraturan presiden (perpres), hulu peraturannya memberlakukan IKN sebagai kependekan dari Ibu Kota Nusantara. Ini misalnya dapat disigi pada Perpres Nomor 62 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara, Perpres Nomor 63 Tahun 2022 tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perpres Nomor 64 Tahun 2022 tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara Tahun 2022-2042, dan Perpres Nomor 65 Tahun 2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanian di Ibu Kota Nusantara.
Pertanyaannya adalah apakah sesungguhnya kepanjangan dari IKN? Selain ketidakseragaman dalam urusan legal formal di atas, pada praktiknya kesimpangsiuran ini terjadi dalam penggunaan sehari-hari. Misalnya pada akun Twitter resmi @IKN_id, IKN digunakan sebagai kependekan dari Ibu Kota Negara. Sementara itu, dalam cuitan-cuitannya, akun resmi tersebut justru lebih banyak memperlakukan IKN sebagai kependekan dari Ibu Kota Nusantara sebagaimana contoh berikut ini: “Dalam rangka memperkuat kerja sama pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan pertemuan bilateral dengan Jepang pada agenda KTT G20 di Bali, Rabu (16/11/2022).”
Alakullihal, sebelum membangun kota yang megah, sebaiknya dan memang seharusnya kita bereskan dulu persoalan-persoalan mendasar agar terhindar dari kesan megah tapi keropos. Dan salah satu hal yang paling mendasar sebagai fondasi pembangunan sebuah ibu kota, Anda tahu, adalah keseragaman dalam penyebutan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "IKN, Nusantara, dan Nusantaria"