Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Master Parulian Tumanggor kerap mengikuti rapat-rapat Komite Pengarah BPDPKS.
Menjabat komisaris utama anak usaha Wilmar Group, Tumanggor menjadi Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia.
Wilmar Group menerima subsidi biodiesel paling besar sejak BPDPKS berdiri pada 2015.
WILMAR Group menjadi penerima dana subsidi biodiesel B30 terbesar sejak Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berdiri pada 2015. Melalui empat anak usaha yang memproduksi 9,75 juta kiloliter FAME atau fatty acid methyl ester yang menjadi bahan campuran solar—PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multi Nabati Sulawesi, dan PT Energi Unggul Persada—korporasi yang didirikan konglomerat Martua Sitorus ini mendapatkan Rp 39,52 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penentuan subsidi untuk perusahaan sawit itu ditetapkan Komite Pengarah BPDPKS berdasarkan faktor konversi harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati yang berubah tiap bulan. Faktor konversi dibahas bersama wakil industri dan asosiasi petani sawit. Master Parulian Tumanggor mengaku sering mengikuti rapat membahas biodiesel. Kendati menjabat Komisaris Utama PT Wilmar Nabati, Tumanggor ikut dalam rapat sebagai Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bupati Dairi, Sumatera Utara, 1999-2009 dan mantan pejabat eselon II Kementerian Badan Usaha Milik Negara ini mengikuti rapat biodiesel sejak Komite Pengarah BPDPKS dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil hingga Airlangga Hartarto kini. Sebagai Ketua Umum Aprobi, Tumanggor juga mengusulkan B30 (30 persen FAME dan 70 persen solar) dinaikkan menjadi B40 untuk menyerap minyak sawit hingga 12 juta kiloliter.
Kepada Tempo pada Selasa dan Rabu, 5 dan 6 April lalu, Tumanggor menyangkal kabar bahwa dia mengendalikan subsidi biofuel hingga perusahaannya menikmati jatah paling banyak. Head of Energy Business Wilmar Group Teo Sian Uh menambahkan jawaban pada Kamis, 7 April lalu.
Apa benar Anda selalu ikut dalam rapat penentuan subsidi biodiesel di Komite Pengarah BPDPKS?
Saya tidak ikut Komite Pengarah atau rapat-rapat BPDPKS apa pun. Pak Martias (Fangiono, pemilik perusahaan sawit Surya Dumai Group dan pendiri First Resources) atau Pak Franky Widjaja (Presiden Komisaris PT Sinar Mas Agro Resources & Technology) yang selalu aktif dalam rapat-rapat Komite Pengarah BPDPKS.
Dari Wilmar siapa? Bukankah Martua Sitorus ikut menentukan harga indeks pasar biodiesel dalam rapat Komite Pengarah?
Soal HIP biodiesel, setahu saya, Komite Pengarah tidak ikut sama sekali. HIP urusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Lembaga Minyak dan Gas, kadang-kadang mengundang Institut Teknologi Bandung dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Menteri Koordinator Perekonomian menunjuk Martua Sitorus sebagai narasumber utama Komite Pengarah….
Teo Sian Uh: Terhitung sejak 15 Juli 2018 Bapak Martua Sitorus sudah tidak bersama Wilmar lagi. Saat ini tidak ada perwakilan Wilmar yang menjabat di Komite Pengarah BPDPKS.
Dalam rapat Anda mewakili Wilmar?
Sebagai Ketua Umum Aprobi. Saya selalu ikut rapat biodiesel sejak Menteri Perekonomian dijabat Pak Sofyan Djalil, lalu Pak Darmin (Nasution), dan sekarang Pak Airlangga (Hartarto).
Anda dekat dengan mereka?
Ah, dekat biasa saja. Dalam kaitan dengan biodiesel karena jadi Ketua Umum Aprobi. Jadi, ketika ada undangan rapat, ya, hadir.
Faktanya, Grup Wilmar mendapat subsidi biodiesel terbanyak ketimbang perusahaan lain sejak BPDPKS berdiri....
Karena sesuai dengan volume FAME yang diserahkan.
Bukan karena pengusaha yang menentukan faktor konversi HIP?
Harga biodiesel sepenuhnya ditangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Mengapa Wilmar Nabati menjual FAME ke Wilmar Bioenergi pada 2020 sebelum dijual ke Pertamina? Apa tujuan penjualan ke sesama anak usaha?
Kurang tahu. Yang dihitung adalah yang dibayarkan. Berapa banyak FAME yang dijual ke badan usaha bahan bakar minyak.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Liputan ini terbit atas kerja sama dengan Jikalahari, Greenpeace Indonesia, Yayasan Auriga Nusantara, yang didukung Rainforest Investigations Network Pulitzer Center. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kami Dekat Biasa Saja"