Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Habis Andalan Terbit Harapan

Andalan Indonesia untuk meraih medali emas bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020 dari nomor ganda putra dan ganda campuran bertumbangan. Greysia Polii dan Apriyani Rahayu membuat sejarah sebagai pemain ganda putri pertama Indonesia yang mencapai final Olimpiade.

31 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dua ganda putra dan ganda campuran bulu tangkis Indonesia yang diandalkan untuk meraih medali emas Olimpiade Tokyo bertumbangan. Pasangan Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan berpeluang meraih medali perunggu.

  • Ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriani Rahayu, membuat rekor sebagai pasangan ganda putri Indonesia pertama yang berhasil masuk final Olimpiade.

  • Tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting berhasil masuk babak semifinal.

SOH Wooi Yik, atlet bulu tangkis Malaysia, langsung berlutut dan melemparkan raketnya setelah pukulannya tak bisa dikembalikan oleh Kevin Sanjaya Sukamuljo. Ia pun menundukkan kepala serta berulang kali memukul lantai Lapangan 2 Musashino Forest Sport Plaza, Olimpiade Tokyo 2020, untuk meluapkan kegembiraan. "Saya benar-benar tidak percaya kami menang, terutama dalam Olimpiade. Kami belum pernah mengalahkan mereka," kata Soh seusai pertandingan seperti dilansir dari situs BWF Badminton, Kamis, 29 Juli lalu. "Ini adalah pertandingan terbaik dalam karier saya."

Luapan sukaria Soh Wooi ini bukannya tanpa alasan. Kemenangannya bersama Aaron Chia atas pasangan Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo itu merupakan salah satu kejutan di arena bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. The Minions—julukan bagi Kevin dan Marcus—sempat digadang-gadang sebagai calon kuat peraih medali emas nomor ganda putra. Nyatanya, pasangan peringkat pertama dunia itu harus terhenti di perempat final setelah kalah dengan skor 14-21, 17-21.

Menanggapi kekalahannya dari ganda peringkat kedelapan dunia itu, Marcus menjelaskan bahwa dia dan Kevin sebenarnya telah menjalani persiapan dengan baik. Kontingen Indonesia bahkan datang sepuluh hari sebelum pembukaan Olimpiade. Tim Indonesia juga menjalani adaptasi serta program latihan lanjutan di Prefektur Kumamoto. Namun, ia menilai, tekanan besar mempengaruhi penampilannya. “Faktor tekanan ke kami banyak. Sebenarnya semua pemain yang tampil seimbang,” kata Marcus seperti dilansir dari situs BWF Badminton, Kamis, 29 Juli lalu.

Dalam pertandingan babak perempat final itu, The Minions berulang kali melakukan kesalahan yang menguntungkan lawan. Sebaliknya, Chia dan Soh tampil lepas. Padahal, dalam tujuh pertemuan sebelumnya, Marcus dan Kevin selalu menang atas finalis All England 2019 itu. “Permainan kami memang di bawah tekanan, kami juga sangat ingin menang, sementara lawan bermain nothing to lose,” tutur Marcus.

Setelah kekalahan The Minions, asa membawa pulang medali emas dari nomor ganda putra sempat dialihkan ke pasangan Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan. Berstatus unggulan kedua, pasangan berjuluk The Daddies pun melaju sampai semifinal. Namun mereka kalah menghadapi wakil Taiwan, Lee Yang dan Wang Chi-lin, dalam laga pada Jumat, 30 Juli lalu. “Lawan bagus. Kami sudah menyiapkan strategi tapi tak jalan. Kami tertekan sejak awal,” ujar Hendra melalui e-mail, Jumat, 30 Juli lalu.

Gagalnya raihan medali emas dari nomor ganda putra ini menyusul tertutupnya peluang podium puncak dari sektor ganda campuran. Pasangan Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti yang diprediksi membuat kejutan dengan mendulang emas harus tersingkir di babak perempat final pada Rabu, 28 Juli lalu. Juara All England 2020 itu harus menerima kekalahan dari pemain ganda nomor satu dunia asal Cina, Zheng Siwei dan Huang Ya Qiong, dengan skor 17-21, 15-21.

Mereka gagal mengikuti prestasi Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang berhasil merebut emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Seusai laga, Melati mengakui banyak melakukan kesalahan sendiri. "Kami mencoba yang terbaik, tapi membuat banyak kesalahan sendiri," ucap Melati seperti dikutip dari situs BWF Badminton, Rabu, 28 Juli lalu.

Setelah tumbangnya para pemain unggulan di nomor ganda putra dan ganda campuran, harapan meraup kepingan emas beralih ke sektor tunggal putra dan ganda putri. Pada babak semifinal ganda putri, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu berhasil mencetak sejarah sebagai pemain ganda putri pertama Indonesia yang mencapai final Olimpiade. Mereka menumbangkan pasangan Korea Selatan, Lee So-hee dan Shin Seung-chan, dengan skor 21-19, 21-17 dalam pertandingan pada Sabtu, 31 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anthony Ginting beraksi saat melawan Anders Antonsen dari Denmark, dalam Olimpiade Tokyo 2020, di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, 31 Juli 2021./REUTERS/Leonhard Foeger

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apriyani tidak ingin berpuas diri setelah berhasil mencapai partai puncak. Ia bertekad membawa pulang medali emas. “Saya belum ingin puas dulu. Kami masih harus bermain untuk merebut medali emas," ujar Apriyani seperti dikutip dari situs BWF Badminton, Sabtu, 31 Juli lalu. Menurut Greysia, rekor pertemuannya melawan Lee dan Shin membuat laga menjadi menarik. Meski unggul dalam rekor pertemuan 6-2, Greysia dan Apriyani kalah peringkat dari Lee dan Shin, yang menduduki posisi keempat dunia.

Greysia menjelaskan kunci sukses mereka adalah kekuatan chemistry yang sudah terjalin antara dia dan Apriyani. Terutama ketika mereka tertinggal 8-11 pada game pertama dan berhasil menyamakan kedudukan. “Kami menang angin, tapi lawan enggak mau menyerah. Tapi, setelah poin 11-11, kami mengubah strategi, bermain pola lebih pendek dan memancing mereka sehingga kami punya kesempatan menyerang," tutur ganda putri peringkat keenam dunia ini.

Secara terpisah, pelatih ganda putri Eng Hian meminta masyarakat Indonesia meredam ekspektasi berlebihan kepada anak-anak latihnya. Menurut dia, Greysia dan Apriyani mesti menggunakan cara sendiri di babak final. “Sebenarnya masalah nonteknis saat pemain tidak bisa mengontrol ekspektasi. Olimpiade ini banyak unggulan tumbang karena bermain berbeda dengan standar karena beban berat. Mohon pemberitaan jangan terlalu berlebihan. Mohon doanya saja," kata Didi—sapaan karib Eng Hian.

Dalam laga final, Greysia dan Apriyani akan menghadapi pasangan Cina, Chen Qingchen dan Jia Yifan. Unggulan kedua ini maju ke final setelah menang atas pasangan Korea, Kim So-yeong dan Kong Hee-yong, dengan skor 21-15, 21-11. Didi mengakui Greysia dan Apriyani tertinggal secara head-to-head dari Chen dan Jia dengan agregat 3-6. “Kami sudah mendekati fase terpenting. Secara teknis sudah disiapkan, tapi apakah strategi berjalan atau tidak tergantung di lapangan nanti,” ucap Didi.

Adapun di nomor tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting berhasil lolos ke semifinal setelah mengalahkan Anders Antonsen lewat rubber game 21-18, 15-21, 21-18 pada Sabtu, 31 Juli lalu. Anthony menjadi satu-satunya harapan Indonesia untuk meraih medali di cabang bulu tangkis tunggal putra. Pebulu tangkis tunggal putra lain, Jonatan Christie, telah tersingkir di babak 16 besar.

“Pertama-tama saya bersyukur kepada Tuhan saya bisa bermain dengan baik hari ini dan tanpa cedera. Saya pikir kuncinya adalah penampilan saya di game terakhir," ujar Anthony di situs BWF Badminton, Sabtu, 31 Juli lalu. “Di titik kritis saya berusaha keras menyerangnya, jadi saya pikir itu sebabnya saya menang banyak poin.” Anthony bertemu denngan Chen Long dari Cina di babak semifinal.

Anthony unggul head-to-head 8-6 atas Chen Long. Pertemuan terakhir keduanya terjadi dalam BWF World Tour Finals 2019 di Guangzhou, Cina. Kala itu Anthony menang 21-15, 21-15. “Meski Anthony unggul, kita tidak bisa bilang pasti menang (melawan Chen). Tapi harus kami pelajari perubahan Chen, kondisi fisiknya, dan perubahan lain agar kami bisa menentukan strategi yang tepat,” kata pelatih tim tunggal putra Indonesia, Hendry Saputra Ho, melalui keterangan tertulis, Sabtu, 31 Juli lalu. 

Di sektor tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung telah kalah di babak 16 besar. Menurut legenda bulu tangkis Indonesia, Susy Susanti, para atlet Indonesia masih membutuhkan jam terbang. Menurut dia, Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) mesti lebih keras dalam membina tim putri. “Bibit tim putri memang tidak sebanyak tim putra, jadi tugas ekstra-keras PP PBSI agar tim putri Indonesia bisa kembali seperti dulu,” tutur peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini, Jumat, 30 Juli lalu.

Ketua Umum PP PBSI Agung Firman Sampurna pernah menyatakan target tim bulu tangkis Indonesia dalam Olimpiade Tokyo adalah mempertahankan perolehan satu medali emas dalam Olimpiade Rio de Janeiro 2016. “Saya berharap di Olimpiade tahun ini, walau kondisinya sedang sangat tidak kondusif, kita bisa mempertahankan tradisi emas. Atau bahkan melebihinya,” kata Agung seperti dikutip dari situs PBSI, 6 Mei lalu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus