Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SHIN Tae-Yong akhirnya menunaikan tugas yang sangat menantang membawa tim nasional sepak bola Indonesia usia di bawah 23 tahun, yang biasa disebut timnas U-23, melawan tim nasional Korea Selatan, negara asalnya, dalam pertandingan Piala Asia U-23 AFC di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, pada Kamis, 25 April 2024. Dia larut dalam emosi yang campur aduk setelah menyaksikan kemenangan timnas U-23. “Saya sangat senang dan bahagia. Tapi, di sisi lain, ini sangat menyedihkan dan sulit,” kata pelatih yang biasa disebut STY itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim Indonesia dapat menahan tim Korea Selatan dengan skor 2-2 selama pertandingan hingga babak perpanjangan waktu berakhir berkat dua gol Rafael Struick. Dalam adu penalti, tim Garuda Muda menang 11-10.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jurnalis senior Steve Han menyebut hasil laga babak perempat final Piala Asia AFC itu sebagai penebusan sempurna bagi Shin Tae-yong setelah perpisahan yang kurang menyenangkan bersama tim nasional Korea Selatan. Dalam penampilan publik terakhirnya sebagai pelatih Korea pada 2018, STY dan para pemainnya dilempari telur. Federasi sepak bola Korea juga membiarkan dia terkatung-katung dan akhirnya memutus kontraknya tanpa melakukan kontak. “Enam tahun kemudian, hari ini terjadi,” tulis Han di akun X.
Bagi Indonesia, kemenangan timnas U-23 atas tim Korea Selatan menjadi bagian dari sederet kemajuan yang ditorehkan bersama STY. Keberhasilan lolos ke putaran final Piala Asia U-23 ini adalah yang pertama bagi timnas U-23. Debut di Qatar itu berlangsung manis karena Rizky Ridho dan kawan-kawan mampu melaju hingga babak empat besar.
Di level senior, dalam Piala Asia 2023, STY juga berhasil membawa tim Indonesia lolos ke babak 16 besar untuk pertama kalinya. Dia pun sukses mengantar timnas U-20 tampil di Piala Asia U-20 2023. STY kini praktis menjadi satu-satunya pelatih yang mampu meloloskan timnas Indonesia ke tiga level berbeda Piala Asia.
Selain karena prestasinya, STY menjadi pujaan banyak suporter lantaran telah mengubah permainan timnas menjadi lebih memikat. Pola umpan jauh yang langsung mengarah ke kotak penalti sudah ditinggalkan. Gaya bermain yang mengutamakan umpan-umpan pendek yang dibangun dari belakang kini menjadi andalan tim Merah Putih.
Dengan mengandalkan gaya baru yang lebih menghibur itu, para pemain juga terlihat tak lagi gampang demam panggung. Hal itu terbukti saat timnas U-23 mengalahkan Australia, Yordania, dan Korea Selatan di Qatar. “Mereka kini tidak lagi inferior saat menghadapi tim-tim raksasa Asia,” kata pengamat sepak bola Mohamad Kusnaeni pada Jumat, 26 April 2024.
Kemajuan itu tak diraih secara tiba-tiba. Shin Tae-yong ditunjuk menangani timnas pada Desember 2019. Ia disambut dengan harapan besar, mengingat rekam jejaknya yang panjang. Dia tercatat telah mempersembahkan gelar Liga Champions Asia 2010 buat Seongnam Ilhwa Chunma, klub Korea Selatan. Ia juga mengantar tim U-23 Korea meraih gelar juara Piala Asia Timur 2017. Tim senior Korea pun pernah ia bawa beraksi di Piala Dunia 2018, termasuk berhasil memulangkan Jerman di babak grup, meskipun mereka akhirnya tersingkir.
STY ditunjuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menangani tiga level timnas, yakni U-19, U-23, dan senior. Kala itu ia langsung melihat dua masalah besar di semua level, yaitu kurangnya kedisiplinan dan buruknya stamina pemain. Dalam wawancara dengan Tempo pada 1 Februari 2024, STY mengeluhkan soal kedisiplinan pemain itu. “Memang, ketika pertama kali ke Indonesia, pemain-pemain ini semau mereka, seenak mereka,” ujarnya.
Ia kemudian bersikap tegas dan tak pandang bulu. Mereka yang tidak bisa mengikuti aturan disingkirkan. Masalah fisik pemain diakuinya lebih sulit dibenahi, terutama karena mayoritas pemain jarang mendapat waktu bermain ideal di klub. Ia kemudian menyiasatinya dengan memberikan menu latihan fisik di gym dalam tiap pemusatan latihan. Ini disebutnya pendekatan tak lazim di tim nasional, tapi menjadi cara tercepat memperbaiki fisik pemain.
Hasil pemolesan fisiknya itu terlihat di timnas U-23, terutama saat melawan Korea Selatan di babak perempat final Piala Asia. Para pemain muda Indonesia tampil spartan hingga babak adu penalti. Bagi Mohamad Kusnaeni, laga itu tak sekadar menunjukkan kelebihan kondisi fisik pemain Indonesia, tapi juga kepercayaan diri dan ketenangan. “Itu dibuktikan dalam adu penalti yang 'gila' saat menghadapi Korea Selatan,” tuturnya.
Marselino Ferdinan melewati dua pesepak bola Timnas U-23 Korea Selatan di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, 26 April 2024. Antara/HO-PSSI
Sederet kelebihan seperti itu dibangun bertahap. Pada awal masa kepelatihannya, Shin Tae-yong memadukan pemain senior dan pemain muda. Hasilnya tak terlalu memuaskan. Timnya bahkan tak pernah menang dalam delapan laga awal di berbagai level.
Pendekatan itu kemudian diubah. Ia menerapkan kebijakan “potong generasi” dengan mencoret banyak pemain senior yang menjadi langganan timnas. “Lebih baik menggunakan pemain muda untuk mengubah pikiran dan mental, apalagi tempo pertandingan sekarang sangat cepat,” ucapnya.
Shin Tae-yong memberi kepercayaan maksimal kepada para pemain muda itu. Ia selalu menyertakan pemain timnas dari berbagai level usia di timnas senior. Sebanyak 13 dari 27 pemain timnas U-23 yang berlaga di Qatar saat ini, misalnya, juga membela timnas senior.
Pola pemanggilan pemain seperti ini turut mendongkrak mental pemain. Budi Sudarsono, pemain timnas pada 2001-2010, melihat cara ini sudah berbuah manis. “Mereka digodok di timnas senior dan memetik hasilnya di timnas U-23. Di zaman saya, jarang banget pemain U-23 bisa bermain di timnas senior,” ujarnya.
Selain mengandalkan pemain muda, STY banyak bersandar pada pemain naturalisasi. Bagi dia, kehadiran pemain naturalisasi diperlukan untuk mengubah mental pemain lokal. Ia dan PSSI mengadakan naturalisasi pemain secara berbeda dibanding sebelumnya. Pada 2010-an, naturalisasi pemain dilakukan terhadap pemain asing yang sudah lebih dari lima tahun bermain di liga Indonesia. Di era STY, pemain yang dibidik adalah keturunan Indonesia di Eropa.
STY selalu mendapat dukungan penuh PSSI dalam hal naturalisasi pemain, sejak organisasi ini berada di bawah kepemimpinan Mochamad Iriawan hingga Erick Thohir. Hingga kini, di era kepelatihannya, sudah 11 pemain yang dinaturalisasi, termasuk empat yang menjadi andalan timnas U-23.
Kombinasi pemain muda dengan pemain naturalisasi ini digembleng STY cukup lama. Ia beruntung karena pengurus PSSI di bawah Erick Thohir tak mau buru-buru mendepaknya meskipun dia belum bisa mempersembahkan piala. Padahal, dalam 14 tahun terakhir, sejak era Alfred Riedl pada 2010, dari 15 pelatih Indonesia, kebanyakan hanya bertugas selama setahun.
STY kini sudah bertahan selama empat tahun dan masa tugasnya akan bertambah sampai 2027 setelah PSSI bersepakat memperpanjang durasi kontraknya. Faktor masa tugas ini turut memberi perbedaan besar terhadap kinerjanya di timnas. Belajar dari pengalaman negara lain, umumnya dibutuhkan lima tahun bagi seorang pelatih untuk membawa tim yang ditanganinya meraih prestasi.
Selama empat tahun bertugas, STY memang belum mampu memberikan trofi buat Indonesia. Namun, di bawah polesannya, tim Garuda tak lagi hanya menjadi pelengkap persaingan antara Vietnam dan Thailand di Asia Tenggara. Timnas juga sudah mulai bisa bersaing di level Asia. Di masanya, peringkat FIFA Indonesia juga naik, dari ke-174 menjadi ke-134.
Indonesia akhirnya memang gagal lolos ke final Piala Asia U-23 karena kalah 0-2 oleh Uzbekistan. Tapi harapan dan optimisme akan masa depan sepak bola Indonesia tak lantas pupus. Shin Tae-yong, setelah kemenangan Indonesia atas Korea Selatan, melukiskan kondisinya dengan nada penuh percaya diri. “Sepak bola Indonesia sedang naik daun, berkembang, dan sekarang saya yakin, siapa pun lawannya, kita bisa bersaing.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Randy Fauzi Febriansyah dan Jihan Ristiyanti berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Berkat Strategi Potong Generasi".