Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Pelantikan Anggota DPR

Masih didominasi wajah lama. Bisakah mereka bersuara dan benar-benar menjadi wakil rakyat?

6 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERNYATA sebanyak 52,8 persen anggota Dewan Perwakilan Rakyat masih didominasi wajah-wajah lama. Pengalaman lima tahun terakhir, dengan peta kekuatan politik yang masih dikuasai koalisi pemerintah, jarang terdengar pandangan berbeda antara DPR dan pemerintah, sekalipun kebijakan yang dibuat memicu kontroversi. Walaupun demikian, masyarakat tetap menaruh harapan besar pada DPR. Harapan itu antara lain:

  • Lebih mendengarkan aspirasi masyarakat. Bila hal ini terlaksana, kepercayaan masyarakat akan meningkat.
  • Lebih berkomitmen menuntaskan pembahasan undang-undang yang mendesak untuk kepentingan masyarakat.
  • Meningkatkan integritas, tidak melakukan korupsi, tidak mengkhianati janji kepada masyarakat, dan ada semangat antikorupsi di DPR.
  • Meningkatkan kapabilitas anggota DPR dalam menjalankan tiga fungsi lembaga legislatif, yaitu pembentukan undang-undang, penganggaran, dan pengawasan.
  • Berpartisipasi dalam mekanisme checks and balances antar-lembaga negara. Masyarakat menginginkan adanya kelompok penyeimbang (oposisi) di DPR untuk mencegah dominasi satu lembaga negara, terutama pemerintah.

DPR harus menyatu dengan rakyat. Kepercayaan rakyat akan menjadi modal utama bagi para anggota DPR untuk bekerja lima tahun ke depan. DPR wajib mengutamakan keberpihakan pada kepentingan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kosmantono
Purwokerto, Jawa Tengah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gibran dan Lulu Tobing Adalah Kita

GIBRAN Rakabuming Raka jujur kepada Najwa Shihab bahwa ia tidak suka membaca buku. Aktor Lulu Tobing mengatakan tidak peduli terhadap isu-isu terbaru. Sependapat atau tidak, Gibran dan Lulu adalah potret masyarakat kita.

Jika tidak mengikuti akun berita di media sosial dan YouTube, saya mungkin akan seperti Lulu Tobing yang tidak tahu soal berita. Saya saja baru tahu, lho, ternyata orang-orang bayaran pemerintah bisa datang dan merusak suasana acara seperti aksi damai peduli krisis iklim (global climate strike) atau mengacaukan diskusi diaspora di hotel. Tapi, herannya, kok preman-preman bayaran itu ogah mengacaukan Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, ya?

Gibran merepresentasikan wajah masyarakat kita yang memang malas membaca buku. Saya saja belum tuntas membaca Tempo edisi Nawadosa Jokowi. Saya menunda membaca beberapa artikel. Maka tidak mengherankan kalau banyak hasil survei menempatkan Indonesia dalam daftar negara yang minat baca rakyatnya terendah di dunia. Buktinya jelas dan tak bisa dibantah. 

Tapi Lulu Tobing jauh berbeda dibanding Gibran Rakabuming Raka. Lulu terkenal berprestasi karena kepribadian dan kemampuannya. Sedangkan Gibran mencapai semua raihannya berkat bantuan kekuasaan ayahnya, Presiden Joko Widodo.

Mungkin ada ratusan juta wajah rakyat Indonesia lain yang memilih hidup menjadi seperti Gibran dan Lulu. Mereka malas membaca buku dan enggan mengurusi berbagai berita buruk tentang kelakuan para politikus kita dan memilih berfokus bekerja serta menikmati acara hiburan murahan yang disuguhkan berbagai saluran televisi Tanah Air atau bermain game sambil ikut-ikutan mengundi nasib lewat judi online. Mereka tidak begitu peduli terhadap nasib bangsa dan negara. Sesuram itukah wajah generasi saat ini? 

Hardi Yan
Tembilahan, Riau

Residu Pemilihan Presiden

KEMENANGAN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dengan berbagai drama politik yang terjadi, sudah disahkan Mahkamah Konstitusi. Tentu kita semua masih ingat, kemenangan Joko Widodo pada 2014 dan 2019 juga dituduh didapatkan secara curang. Pada dua pemilihan presiden tersebut, persentase selisih kemenangan Jokowi tidak terlalu jauh dari Prabowo. Namun tuduhan kecurangan tidak bisa dibuktikan di Mahkamah Konstitusi.

Ada baiknya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mulai berdamai dengan diri sendiri dan bisa memberikan pemahaman kepada pendukung masing-masing untuk menerima kekalahan. Anies dan Ganjar masih muda, dengan masa depan yang masih terbentang luas. Apabila mereka memang benar-benar merasa mempunyai kemampuan menjadi presiden, masih ada kesempatan, yaitu maju dalam pemilihan presiden 2029.

Kegaduhan karena narasi negatif malah akan menurunkan popularitas dan kredibilitas mereka serta membuat rakyat menjadi antipati. Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sebaiknya membantu membangun bangsa dan negara dengan keahlian dan ketokohan mereka. Membangun tidak harus menjadi bagian dari pemerintah.  

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus