Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Limbah nuklir ditemukan di perumahan Batan Indah, Serpong
Awal pembangunan fasilitas reaktor nuklir di Serpong pada 1987
Reaktor nuklir di Serpong bukan untuk membuat bom
BADAN Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menemukan adanya paparan radiasi zat radioaktif Cesium 137 atau Cs-137 di samping lapangan voli Blok J Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pada akhir Januari lalu. Lapangan itu berada di tengah permukiman penduduk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Limbah nuklir yang ditemukan tim Bapeten itu berupa butiran yang memaparkan radiasi di lokasi tersebut. Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto mengatakan zat radioaktif itu bukan berasal dari kebocoran fasilitas reaktor nuklir yang ada di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong. Soalnya, kata dia, sembilan detektor pemantau radiasi yang ada di sekitar reaktor tidak memberikan tanda adanya kebocoran. Asal radioaktif itu pun masih misterius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majalah Tempo edisi 1 Agustus 1987 menulis laporan bertajuk “Titik Kritis di Serpong” yang mengulas awal dibangunnya reaktor nuklir di sana. Pembangunan reaktor riset G.A. Siwabessy di Kompleks Puspiptek Serpong rampung pada pertengahan 1987. Reaktor nuklir milik Badan Tenaga Nuklir atau Batan itu dibangun oleh Interatom International--perusahaan asal Jerman Barat--sejak 1983 dan resmi beroperasi pada 20 Agustus 1987.
Pemerintah menganggarkan Rp 154 miliar untuk pembangunan reaktor di atas lahan 9 hektare itu. Kapasitas radiasi reaktor Serpong 100 kali lebih tinggi dibanding reaktor nuklir yang telah ada di Bandung.
Reaktor ditempatkan pada sebuah gedung setinggi 38 meter, bercat abu-abu, tanpa jendela. Bangunan yang hampir berbentuk kubus itu diapit dua gedung bantu yang berdinding warna merah bata.
Sedangkan tempat reaksi nuklir berbentuk sebuah kolam air silinder berdiameter 5 meter dan setinggi 13 meter. “Tabung reaksi” itu dibangun di atas tanah, dengan dinding terbuat dari beton bercampur batuan hematit yang kaya oksida besi. Di dasar tabung terdapat pelat yang berongga-rongga dan membentuk konfigurasi matriks 10 x 10. Pelat berongga ini disebut teras reaktor. Di rongga-rongga itu, elemen bakar uranium “dibakar” untuk menghasilkan radiasi neutron.
Neutron yang dihasilkan reaktor bisa dipakai untuk bermacam-macam hal. “Maka kami namakan Reaktor Serba Guna,” ucap Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Industri Nuklir Batan Sutaryo Supardi.
Untuk membuat bom atom? “Tidak. Reaktor ini didesain bagi penelitian nuklir perdamaian,” ujar Direktur Jenderal Batan Djali Ahimsa kala itu.
Maksud damai itu, umpamanya saja, bisa berupa isotop untuk penelitian kedokteran atau pertanian. Sebut saja Iod-125, yang biasa dipakai untuk penelitian hormonal. Bahan beradioaktif rendah ini bisa dibuat di Serpong, dari gas Xe-124 yang dihujani neutron.
Semikonduktor, primadona teknologi komputer, juga bisa diangkat dari reaktor serbaguna milik Batan itu. “Iradiasi neutron pada silikon bisa berubah menjadi fosfor, yang bisa dipakai menjadi semikonduktor yang istimewa,” tutur Kepala Pusat Reaktor Serba Guna Batan Bakri Arbie. Penelitian dasar pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN pun bisa dilakukan di reaktor ini.
Bagaimana dengan limbah nuklir? Mereka mengklaim sudah memperhitungkannya dengan matang. Elemen bakar yang telah loyo, misalnya, tak bakal dibuang ke sembarang tempat. Untuk sementara limbah itu disimpan dalam kolam sedalam 6 meter yang berdampingan dengan kolam reaktor. Limbah lain, padat atau cair, sejauh dianggap limbah berbahaya, akan disimpan dalam ruang bawah tanah.
Kalau ruang bawah tanah penuh? “Di sini nanti ada instalasi pengolah limbah,” kata Sutaryo. Selanjutnya. limbah nuklir yang telah dipekatkan melalui penguapan bakal dimasukkan ke tong beton sebelum dibuang.
Dibuang ke mana? Sutaryo tidak bersedia mengungkapkannya.
Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 1 Agustus 1987. Dapatkan arsip digitalnya di:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo