Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG pamer Langgeng Art Foundation di Yogyakarta terasa seperti sebuah taman dengan aneka tanaman dan kembang yang bermekaran. Lukisan-lukisan lanskap penuh warna menghiasi ruang bertembok putih itu. Rupa pemandangan yang berwujud pepohonan, aneka kembang yang bermekaran, dan dedaunan bersulur membuat ruangan yang lapang itu kian terasa sejuk pada Senin siang, 3 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun aura mistis terasa begitu kita mengamati lukisan-lukisan berukuran 1 x 2 meter hingga 2 x 2 meter karya perupa Dhawa Rezkyna itu. Betapa tidak. Dalam karya perupa 30 tahun itu, pengunjung akan melihat lanskap tak wajar yang belum pernah dijumpai atau bahkan tak akan pernah ditemui dalam pemandangan alam sekitar pada umumnya. Dalam lukisan Shiny Flower Mystical Land, misalnya, bunga-bunga berkelopak hitam berukuran raksasa tumbuh di hutan belantara yang rimbun, di antara dedaunan ungu muda, bunga-bunga kecil berkelopak putih, juga daun-daun kelabu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada panel lain berjudul Lemniscate, sebatang pohon meliuk dengan dahan-dahan yang menjulur dan meliuk pula. Pemandangan itu mengingatkan pada lenggak-lenggok penari Bali. Atau mungkin seperti tanaman bonsai yang dahan-dahannya sengaja dibentuk meliuk sedemikian rupa. Namun warna pohon itu merah berpadu dengan jingga, ditumbuhi dedaunan merah muda dan kelabu. Batangnya yang berlubang mengalirkan air ke bawah seperti pancuran. Dhawa sengaja melukis pohon merah itu di tengah, dikelilingi bunga-bunga yang tumbuh di pelataran bawah dan sisi kiri-kanannya, seolah-olah mengajak mata pengunjung melihatnya sebagai sosok sentral.
Penulis pameran, Citra Pratiwi, melihat ada keunikan dari lukisan-lukisan Dhawa karena menghadirkan warna-warna non-natural yang dipadukan dengan obyek fantasi, seperti beruang, kuda, dan sosok berselubung jubah. “Itu mencerminkan citra mimpi, mitos, dan fantasi kenangan,” kata Citra dalam tulisannya di katalog pameran.
Ataraxia karya Dhawa Rezkyna.
Dhawa menghadirkan obyek-obyek itu di tengah hutan belantara dengan bunga-bunga yang bermekaran. Seperti dalam lukisan Ataraxia, ada kuda putih yang melonjak di tengah hutan. Di punggungnya, seekor beruang cokelat yang kecil dan lucu memegang erat tali kekang kudanya. Lantaran tampak lucu, beruang itu lebih terlihat seperti boneka Teddy bear yang kerap dipeluk anak-anak ketimbang beruang berbadan besar yang cakar-cakarnya mudah mengoyak dan membanting tubuh musuhnya.
Gambaran beruang Teddy dan seekor kuda muncul kembali dalam lukisan berjudul Effloresce. Tapi kali ini anak beruang itu tampak bermain dengan seekor kelinci yang gendut di pelataran taman. Sementara itu, seekor kuda hitam ditunggangi sesosok manusia berpakaian jas kecokelatan dengan wajah misterius. Kepalanya digantikan setangkai kembang merah muda yang tengah mekar dan menjulur keluar.
Sosok seperti manusia juga muncul dalam Not All Those Who Wander the Lost. Dalam lukisan itu, sosok yang dibalut jubah merah dari ujung kepala hingga kaki tengah menunggang kuda putih. Sebelah tangannya memegang tali kekang kuda, sebelah lagi mendekap beruang. Mereka melintas di taman yang dipenuhi aneka tanaman dengan air yang memancar dari kelopak bunga, juga kupu-kupu yang beterbangan. “Tapi saya sebenarnya tidak melukis pemandangan alam. Itu hanya interpretasi personal,” tutur Dhawa saat dihubungi melalui telepon, Rabu, 5 Mei lalu.
Lemniscate karya Dhawa Rezkyna.
Dhawa menjelaskan, lukisan-lukisannya dalam pameran tunggal bertajuk “The Bloom Episode” yang berlangsung pada 30 April-25 Mei 2021 itu memang terinspirasi dari kekagumannya terhadap aneka tanaman dan bunga. Dia pun mengakui tengah suka melukis tanaman dan bunga. Seperti dalam pameran tunggal pertamanya yang bertajuk “Thrive” pada 2020, Dhawa melukis obyek-obyek indah itu. “Ya, ini episode bermekaran saya karena tetap produktif pada masa pandemi,” ujar Dhawa, yang sempat menimba ilmu di Institut Seni Indonesia Surakarta, Jawa Tengah.
Setidaknya ada beberapa alasan Dhawa melukis aneka tanaman. Salah satunya mengenai bagaimana tanaman bisa beradaptasi dalam suatu ekosistem kehidupan yang terus tumbuh. Bahkan tanpa suara. Bagi Dhawa, hal itu adalah refleksi kehidupan manusia tentang bagaimana memposisikan diri dalam permasalahan kultur sehari-hari. Adapun bunga yang selalu hadir menjadi simbol perayaan kelahiran atau kematian, suka atau duka. “Ada sisi ambiguitas tentang keindahan bunga yang menarik perhatian saya, baik makna tersembunyi maupun sekadar memanjakan mata,” ucap Dhawa.
Di tengah keindahan bunga dan kerimbunan tanaman, Dhawa menghadirkan obyek-obyek lain yang dekat dengan keseharian untuk dibenturkan. Misalnya beruang Teddy, kuda, juga sosok makhluk dengan wajah misterius yang menunggang kuda. Beruang Teddy adalah ikon pop yang secara universal melambangkan kasih sayang. “Kalau penunggang kuda itu saya bayangkan sosok pengembara. Mungkin saya terpengaruh film-film berlatar kuno,” tuturnya.
Ada pengalaman personal tentang ekosistem alam yang melatarbelakangi langkahnya melukis bunga dan tanaman, yakni ekosistem semacam itu kian langka dijumpai masyarakat perkotaan. Jikapun ditemukan, pepohonan nan rindang itu berada di lahan milik orang lain. Atau jika ingin melihat ekosistem alam, orang-orang harus datang ke tempat konservasi alam. Dhawa ingin manusia berusaha mempertahankan ekosistem hijau yang ada. “Meski enggak munafik, kita juga butuh ruang hidup. Tapi jangan lupakan ekosistem alam.”
PITO AGUSTIN RUDIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo