Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Butet Kartaredjasa punya ide melukis Hoegeng Iman Santoso dengan kaki belum selesai.
Perupa Sigit Santosa menerjemahkannya ke dalam kanvas.
Berharap bisa dipajang di Mabes Polri.
BERJALAN memakai tongkat, Butet Kartaredjasa menunjukkan lukisan Hoegeng Iman Santoso. Butet, yang sedang menjalani pemulihan selepas operasi tulang belakang, menyimpan dengan rapi lukisan berukuran 140 x 180 sentimeter karya perupa Sigit Santosa itu di rumahnya di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lukisan cat minyak di atas kanvas itu menggambarkan Hoegeng tua sedang melukis Hoegeng muda sebagai Kepala Kepolisian RI 1968-1971. Hoegeng tua berperut buncit, memakai sarung, dan berkacamata sedang melukis Hoegeng muda tanpa lencana dan tongkat komando. Uniknya, Hoegeng tua belum selesai menggambar kaki Hoegeng muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Butet, lukisan itu amat kuat menyindir dan menggambarkan kondisi kepolisian Indonesia saat ini. Ada banyak makna tersirat di sana. Hoegeng, yang dipensiunkan paksa oleh Presiden Soeharto karena membongkar penyelundupan mobil mewah, belum sepenuhnya membenahi kepolisian hingga ia tak lagi memimpin Polri. Menurut Butet, perupa Sigit Santosa berhasil menerjemahkan idenya ke dalam kanvas.
Butet, 59 tahun, berpesan kepada anak-anaknya agar tidak menjual sembarangan lukisan itu bila ia meninggal. “Targetku lukisan itu dipajang di Mabes Polri sebagai self-critique,” kata seniman teater ini kepada Tempo di rumahnya, Selasa, 17 Agustus lalu.
Ia mengirimkan foto repro lukisan hasil jepretan studio foto itu kepada panitia lomba Ilustrasi Dadakan Sampul Majalah Tempo untuk edisi Hari Kemerdekaan yang memuat riwayat Hoegeng Iman Santoso. Panitia mengumumkan karya itu sebagai pemenang dan akan dijadikan sampul Tempo edisi tersebut.
Seusai pengumuman itu, panitia menyadari ada yang keliru. Dalam unggahan revisi pengumuman, panitia menyebutkan bahwa karya itu mewakili semua artikel dalam edisi khusus tersebut. Namun lukisan itu adalah karya tahun 2020, sehingga menyalahi tema “dadakan”. Rupanya, Butet juga menayangkan foto lukisan berjudul Kerja Belum Selesai, Belum Apa-Apa di akun Instagram @masbutet pada 24 Juli 2021, dua hari sebelum lomba dimulai.
Walhasil, panitia lomba menganulir keputusannya. Menurut Butet, ia tahu ada lomba itu pada 24 Juli 2021 melalui poster yang beredar di WhatsApp. Tanpa mengecek lebih detail syarat dan ketentuan, ia menayangkannya hari itu juga. “Kalau jadi cover Tempo, publik se-Indonesia bisa ngerti pesan simbolisnya,” ujarnya.
Adapun Sigit Santosa tidak tahu bahwa Butet mengirimkan karyanya untuk lomba ilustrasi sampul Tempo. “Tahu-tahu ada pengumuman juara,” katanya. “Teman-teman mengunggah di media sosial.”
Menurut Sigit, ide lukisan itu muncul dari Butet yang menyodorkan sejumlah foto tentang Hoegeng. Butet memperoleh foto-foto itu dari cucu Hoegeng, yang mengurus arsip dan dokumentasi kakeknya, saat ia makan di warung Bu Ageng milik Butet di Yogyakarta, empat tahun lalu.
Sigit lalu mengolahnya menjadi lukisan. Semula, ia hendak melukis kaki Hoegeng muda secara lengkap. Namun, setelah berdiskusi dengan Butet, kaki Hoegeng ia buat tidak utuh. “Masalah di kepolisian belum selesai,” tutur Sigit tentang kaki kiri itu.
Catatan redaksi: Berita ini telah diperbaiki pada Senin, 23 Agustus 2021. Ada revisi ukuran lukisan. Ukuran yang benar adalah 140 x 180 sentimeter. Terima kasih.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo