Mahkamah Agung (MA) membantah tudingan soal adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan honorarium penanganan perkara (HPP) hakim agung tahun anggaran 2022-2023 sebesar Rp97 miliar di institusi itu.
Jubir MA Suharto saat konferensi pers di Yogyakarta, Selasa, menyampaikan hal itu merespons rilis Indonesia Police Watch (IPW) yang kemudian diberitakan sejumlah media massa pada 11 September 2024.
"Tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan Mahkamah Agung (MA)," kata Suharto.
Alih-alih menyunat honor secara paksa, menurut Suharto, fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40 persen dari hak honorarium penanganan perkara yang diterimanya.
Sebagian honor tersebut, kata dia, diserahkan untuk didistribusikan kepada tim pendukung teknis dan administrasi yudisial.
"Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya (honor) tersebut dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai yang diketahui oleh ketua kamar yang bersangkutan," ujar dia.
Menurut Suharto, seluruh hakim agung memiliki kesadaran bahwa penanganan perkara merupakan kerja kolektif sehingga mereka bersepakat menyerahkan 40 persen dari bagiannya kepada Tim Pendukung Penanganan Perkara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini