Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Persaingan di Golkar muncul begitu Azis Syamsuddin terjerat kasus korupsi.
Tiga politikus berebut posisi Wakil Ketua Umum Golkar dan Wakil Ketua DPR.
Status tersangka menjadi penentu perebutan posisi itu.
TURUN dari mobil, Supriansa dan Rudy Mas’ud langsung menuju rumah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa malam, 31 Agustus lalu. Kala itu, ada kabar Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan Azis sebagai tersangka suap korupsi dana alokasi khusus untuk Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah pada 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tuan rumah menerima dua koleganya di Partai Golkar itu di dekat kolam renang. Berbasa-basi sejenak, Supriansa dan Rudy menanyakan perkara hukum Azis di KPK. Ketiganya berbincang sekitar setengah jam. Setelah itu, pertemuan bubar. “Perintah Ketua Umum, kami monitoring kasus ini,” ujar Supriansa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Supriansa menolak menceritakan detail pertemuan tersebut. “Jangan dibahas,” kata Ketua Badan Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Partai Golkar itu, Rabu, 8 September lalu. Rudy, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar Kalimantan Timur, buru-buru mematikan telepon setelah Tempo mengkonfirmasi pertemuan tersebut.
Delapan elite Partai Golkar yang ditemui Tempo menceritakan bahwa Supriansa membawa mandat dari Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar untuk menggali perkembangan kasus dugaan korupsi yang membelit Azis Syamsuddin. Mereka mendengar kabar bahwa Azis tak akan lolos di perkara ini meski KPK belum mengumumkan secara resmi status hukum Azis.
Ahmad Doli Kurnia di Jakarta, Selasa, 7 November 2017/TEMPO/Imam Sukamto
Di kalangan internal Golkar, korupsi di Lampung Tengah ini menjadi pembicaraan. Tuduhan kepada Azis adalah menyuap penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, agar penyidikan korupsi di Kabupaten Lampung Tengah itu tak menyasarnya. Robin sudah menjadi tersangka perkara ini.
Tali temali suap di Lampung Tengah bermula dari pengakuan Robin yang menerima suap dalam perkara korupsi jual-beli jabatan Wali Kota Tanjung Balai nonaktif, Muhammad Syahrial. Penyidikan KPK kemudian merembet ke perkara lain yang ditangani Robin hingga terungkap soal suap Lampung Tengah.
Bukan hanya itu, KPK juga mencium gerilya Azis memperkenalkan Robin kepada mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, yang berada di tahanan. Robin diduga “mengurus” penyidikan kasus Rita agar tak memakai pasal pencucian uang. Pengacara Rita, Noval El Farizi, enggan mengomentari hal ini. “Ibu Rita memilih tidak menjawab,” ucapnya.
Pembicaraan pelbagai kasus korupsi yang diduga melibatkan Azis ramai di lingkup internal Golkar karena beberapa politikus sedang berancang-ancang menggantikannya di DPR ataupun di partai. Wakil Ketua DPR dan Wakil Ketua Umum Golkar adalah jabatan mentereng Azis saat ini. Karena itu, status tersangka akan menjatuhkan dia dari semua posisi itu.
Anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fahmi Idris, mengakui adanya persaingan ini. Menurut Menteri Perindustrian periode 2005-2009 ini, perebutan posisi Wakil Ketua DPR dan Wakil Ketua Umum Golkar merupakan hal wajar. Apalagi jika posisi itu dijabat kader yang sedang tersandung masalah hukum. “Ini semacam konsekuensi hukum di lingkup internal,” ujarnya, Jumat, 10 September lalu.
Fahmi mencontohkan, hal serupa terjadi pada akhir 2017 hingga awal Januari 2018. Ketika itu, posisi Ketua DPR dijabat oleh Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Ia tersandung kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik. Setya lantas mengundurkan diri sebagai Ketua DPR.
Para kader berebut menggantikan Setya Novanto. Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar akhirnya memilih Airlangga Hartarto sebagai ketua umum pada Desember 2017. Sebulan kemudian, Bambang Soesatyo menggantikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
Adies Kadir, di Kompleks gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis, 11 Februari 2016/TEMPO/STR/Dhemas Reviyanto
Saat ini, ada tiga nama tokoh yang mengincar kedudukan Azis Syamsuddin di DPR. Mereka adalah Melchias Marcus Mekeng, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dan Adies Kadir. Ketiganya pejabat teras DPP Partai Golkar.
Fahmi mengatakan partainya tak pernah kekurangan orang untuk menggantikan Azis. “Jadi untuk mengganti sekelas Azis Syamsuddin enggak sulit. Tapi semuanya akan tergantung pilihan Ketua Umum,” tuturnya.
Mekeng adalah anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR. Sejumlah pengurus Partai Golkar menyebutkan Mekeng pernah menjadi orang dekat Airlangga Hartarto. Saat Airlangga terpilih menjadi ketua umum pada 2017, misalnya, Mekeng ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar.
Mekeng bahkan pernah bersaing dengan Azis saat penentuan Wakil Ketua DPR pada 2019. Belakangan, Airlangga memilih Azis. Azis mendapatkan jabatan ini sebagai kompensasi mendukung Airlangga saat ia terpilih kedua kalinya pada Musyawarah Nasional 2019. Setelah Mekeng tersingkir, hubungan dia dengan Airlangga merenggang.
Politikus asal Nusa Tenggara Timur ini disebut sudah bergerilya untuk merebut kursi Azis. Ia dikabarkan telah sowan ke sejumlah politikus Senayan dan pentolan partai beringin yang menduduki jabatan tinggi di pemerintahan.
Meski pergerakannya sudah tercium, Mekeng menampik jika disebut sudah melobi sejumlah kalangan agar bisa menjabat Wakil Ketua DPR. “Saya enggak ke mana-mana,” ujarnya, Sabtu, 11 September lalu. Selain itu, Mekeng mengatakan posisi Wakil Ketua DPR merupakan wewenang Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. “Saya mengalir saja seperti air,” katanya. “Jabatan kalau diuber-uber tambah lari.”
Rival Mekeng, Ahmad Doli Kurnia, adalah Ketua Komisi Pemerintahan di DPR. Doli dikenal sebagai loyalis Airlangga sejak dulu. Ketika Airlangga maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar pada 2016, Doli menjadi salah satu pendukungnya. Ketika itu, Airlangga kalah oleh Setya Novanto. Airlangga tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 11 September lalu.
Berbeda dengan Mekeng, sejumlah elite Golkar mengatakan Doli tak agresif melobi koleganya. Dimintai konfirmasi soal persaingan ini, Doli menolak berkomentar.
Calon ketiga adalah Wakil Ketua Komisi Hukum Adies Kadir. Menurut delapan politikus Golkar yang ditemui Tempo, selain membidik posisi Wakil Ketua DPR, Adies mengincar jabatan Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Ia ingin menduduki posisi itu karena membawahkan bidang politik, hukum, dan keamanan di Partai Golkar, bidang yang digemarinya.
Adies dikabarkan sudah mencari dukungan ke kalangan internal dan tokoh partai lain demi posisi tersebut. Supriansa disebut salah satu tokoh yang menyokong politikus asal Jawa Timur itu. Namun Adies juga tak merespons permintaan wawancara Tempo.
Supriansa menampik kabar dukungannya kepada Adies. “Beliau pimpinan saya di Komisi Hukum dan saya anggotanya,” ujarnya. Ia mengatakan DPP Partai Golkar belum membahas pergantian Azis Syamsuddin.
Melchias Markus Mekeng di kantor KPU, Jakarta, Selasa, 17 Juli 2018/TEMPO/Subekti
Partai Golkar, dia melanjutkan, mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam kasus yang menimpa Azis. “Kami turut memberikan semangat dan Bang Azis harus menghadapi masalah secara baik.”
Azis Syamsuddin tak merespons surat permintaan wawancara yang dikirim ke rumah dan kantornya hingga Sabtu, 11 September lalu. Ia juga tak membalas pesan yang dikirim ke akun WhatsApp mengenai kasus suap yang menimpanya dan dinamika di Partai Golkar.
Pada Juni lalu, Azis menjelaskan sejumlah hal, termasuk perkara korupsi yang menantinya di KPK, kepada Tempo. Tapi ia meminta semua keterangan itu tidak dikutip.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEVY ERNIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo