Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK remaja, Marthen Indey gemar menjelajah. Dia yang lahir di Jayapura dan bersekolah di Ambon menjalani berbagai pekerjaan, dari guru, mandor, pelaut, hingga polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marthen pernah direkrut oleh Belanda sebagai agen intelijen yang menjalankan berbagai operasi di Manokwari. Dia pun bergabung dengan tentara Belanda untuk mengusir Jepang yang masuk ke Papua di akhir Perang Dunia II.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hubungan Marthen dengan Belanda mulai berjarak saat dia mengenal Soegoro Atmoprasodjo, tokoh pendidikan dan pergerakan Indonesia yang ditawan di Kota Nica, yang saat ini bernama Kampung Harapan di Sentani. Marthen dan para pemuda Papua lantas berbalik arah melawan Belanda. Dia pun ikut menginisiasi pembentukan Komite Indonesia Merdeka.
Marthen juga membantu Operasi Trikora, konfrontasi antara Indonesia dan Belanda di era Orde Lama, untuk memperebutkan wilayah Papua. Dia bolak-balik menjadi buron Belanda karena membantu para infiltran Indonesia. Ironis, jasa Marthen pada Indonesia seolah-olah luntur manakala dia dituduh sebagai bagian dari Organisasi Papua Merdeka.
Setelah Papua menjadi bagian dari Indonesia, Marthen Indey banyak menyimpan kekecewaan pada pemerintah. Apalagi, setelah lepas dari Belanda, orang Papua tak kunjung sejahtera. Dia pun meninggalkan panggung politik dan memilih berkebun di kampung.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ironi Sang Mantan Polisi"