Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Asa Menara Kembar di Pusat Jakarta

Bank Syariah Indonesia akan merancang bangunan baru di lahan Wisma Antara. Bakal membangun gedung kembar sebagai pusat industri keuangan syariah.

16 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BSI akan membangun kembali Wisma Antara.

  • Gedung bekas Wisma Antara akan terhubung dengan gedung Danareksa.

  • Kinerja keuangan BSI bertumbuh signifikan tahun ini.

BELUM genap setahun Meidyatama Suryodiningrat menempati ruang kerja yang baru direnovasi di lantai 19 Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Direktur Utama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara itu, beserta semua karyawan, diberi tenggat hingga akhir tahun ini untuk berkemas dan keluar dari gedung berusia lebih dari 40 tahun tersebut. “Repotnya minta ampun. Karena (pemindahan kantor) ini enggak masuk rencana,” kata pria yang akrab disapa Dimas itu kepada Tempo, Selasa, 11 Oktober lalu.

Direksi dan karyawan LKBN Antara harus segera boyongan lantaran kepemilikan gedung tempat mereka berkantor telah berpindah tangan. Pemilik dan pengelola Wisma Antara—PT Anpa International—menjual gedung 20 lantai ini kepada PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI. Penandatanganan akta jual-beli tanah dan bangunan berlangsung pada 19 September lalu. Anpa International adalah perusahaan yang 80 persen sahamnya dikendalikan PT Mastindo Mulia dan sisanya milik PT Antara Kencana Utama, perusahaan yang dikuasai LKBN Antara.

Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia sehari setelah kesepakatan jual-beli diteken, manajemen BSI mengumumkan nilai pembelian Wisma Antara mencapai Rp 755 miliar. Sekretaris Perusahaan BSI Gunawan Arief Hartoyo mengatakan nilai tersebut belum termasuk pajak atas transaksi pembelian tanah dan bangunan. “Sumber pendanaan untuk pembelian aset tersebut berasal dari modal (equity),” dia menjelaskan.

Kini BSI memiliki tanah dan bangunan di lokasi strategis yang akan mendukung kegiatan bisnis perbankan syariah. Saat ini BSI berkantor di The Tower, properti milik Alam Sutera Group yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

BSI akan menjadikan lokasi eks Wisma Antara sebagai kantor pusat. Seorang sumber bercerita, BSI punya mimpi mengembangkan pusat keuangan syariah atau Islamic financial centre di kantor baru ini. BSI akan merobohkan Wisma Antara dan membangun gedung baru yang mirip dengan gedung Danareksa, yang berada persis di seberangnya. Dengan begitu, nantinya gedung BSI dan Danareksa menjadi menara kembar seperti Menara Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia. Bahkan akan dibikin pula sky bridge atau jembatan gedung yang menghubungkan kedua bangunan. Dua gedung ini terbentang di antara Jalan H. Agus Salim.

Gedung Wisma Antara di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, 6 Oktober 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Seperti BSI yang menaungi sejumlah bank syariah milik sejumlah bank pelat merah, Danareksa adalah induk atau holding company sepuluh perusahaan milik negara yang bergerak di berbagai sektor industri. Holding Danareksa beranggotakan PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Kawasan Industri Medan, PT Kawasan Industri Wijayakusuma, PT Kawasan Industri Makassar, PT Kawasan Berikat Nusantara, PT Surabaya Industrial Estate Rungkut, PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung, PT Nindya Karya, PT Balai Pustaka, dan PT Kliring Berjangka Indonesia.

Saat dimintai tanggapan tentang rencana pembangunan menara kembar dan pusat keuangan syariah, Direktur Utama BSI Hery Gunardi dan Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta tak memberi jawaban. Demikian pula Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo, yang tak merespons pertanyaan Tempo tentang rencana pengelolaan dan pemanfaatan bangunan eks Wisma Antara.

Yang jelas, di tengah penyelesaian transaksi jual-beli aset, BSI akan mendapat suntikan modal. Bank syariah terbesar di Indonesia tersebut telah mendapat persetujuan dari pemegang saham untuk menerbitkan saham baru atau melakukan rights issue pada triwulan keempat tahun ini. Agenda penambahan modal melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu I (PMHMETD I) itu disahkan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa pada 23 September lalu.  

Dalam aksi korporasi ini, BSI akan menerbitkan maksimal 6 miliar saham seri B dengan nilai Rp 500 per saham (saham baru). Artinya, dari rights issue ini BSI bisa memperoleh dana segar maksimal Rp 3 triliun. Dana hasil rights issue akan digunakan untuk mendukung ekspansi secara organik melalui penyaluran pembiayaan yang murah dan kompetitif kepada masyarakat.

Melalui pernyataan tertulis, Hery Gunardi mengatakan perseroan membutuhkan tambahan modal untuk mendukung rencana tersebut, juga demi memenuhi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio di atas 20 persen pada akhir 2025. “Penguatan permodalan ini akan kami manfaatkan untuk mengembangkan bisnis sehingga dapat memberikan profitabilitas yang optimal bagi pemegang saham dengan proyeksi return on equity di level 18-20 persen dalam jangka waktu menengah hingga panjang,” ucapnya.

Sejauh ini manajemen BSI telah mengantongi surat pernyataan kesanggupan dari salah satu pemegang saham, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sebagai pemegang 50,83 persen saham BSI, Bank Mandiri akan membeli saham baru seri B secara proporsional atau sesuai dengan persentase saham yang sudah dimiliki.

Selain Bank Mandiri, pemegang saham BSI adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI sebanyak 24,85 persen, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI 17,25 persen, dan investor publik yang memiliki sisanya di Bursa Efek Indonesia.

Jika semua pemegang saham mengambil haknya dalam PMHMETD I sesuai dengan porsi saham sebelumnya, persentase kepemilikan akan tetap. Tapi bila hanya Bank Mandiri yang mengeksekusi rencana itu, persentase kepemilikan pemegang saham lain akan berkurang atau terdilusi. Jika ini yang terjadi, Bank Mandiri bakal menjadi pemegang 54,22 persen saham, BNI 23,13 persen, dan BRI 16,05 persen. Adapun porsi saham investor publik menjadi 6,59 persen.

Ihwal kinerja, manajemen BSI mengklaim ada pertumbuhan signifikan di tengah kondisi perekonomian yang lesu. Pada triwulan II lalu, BSI membukukan laba bersih Rp 2,13 triliun atau tumbuh 41,31 persen secara tahunan (year-on-year). Hery pun optimistis pada akhir tahun nanti target-target yang sudah ditetapkan bakal tercapai. Berbagai aksi korporasi yang akan dilakukan pada paruh kedua tahun ini menjadi salah satu strategi memperkuat modal BSI.

Ke depan, BSI akan berfokus pada investasi berkelanjutan serta pengembangan ekosistem syariah sesuai dengan semangat ekonomi hijau berlandaskan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang saat ini sedang diperkuat pemerintah. “Kami akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital sejalan semangat transformasi di tubuh BSI,” kata Hery.

BSI mencatatkan skema pembiayaan berkelanjutan, yang memenuhi aspek ESG, terus meningkat. Pada Juni lalu, angka pembiayaan keuangan berkelanjutan BSI mencapai Rp 50,05 triliun atau 26 persen dari total pembiayaan perseroan. Jika menara kembar di lahan bekas Wisma Antara sudah berdiri, BSI bersiap mengeksekusi rencana-rencana bisnis lain.

WARISATUL ANBIYA, FACHRI REZA NOVRIAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus