Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menetapkan migrasi siaran TV analog ke TV digital pada 2 November 2022.
Grup MNC, Viva, dan Cahaya TV terlambat memenuhi tenggat migrasi ke TV digital.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengancam akan mencabut izin.
YENI cuma bisa bengong sepekan terakhir. Biasanya perempuan 42 tahun ini menghabiskan petang dengan menonton sinetron di Indosiar atau RCTI. Kini siaran dua stasiun televisi itu tak bisa ia nikmati setelah pemerintah menetapkan program analog switch off atau ASO. Saat ASO berlaku, siaran Indosiar, RCTI, dan stasiun televisi lain hanya bisa dinikmati dalam format TV digital, bukan di TV analog seperti yang dimiliki Yeni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Walhasil, Yeni tak bisa lagi menikmati sinetron Panggilan yang biasa tayang di Indosiar pada pukul 6 petang. “Pekan lalu masih bisa nonton, sekarang enggak bisa lagi,” kata perempuan yang bekerja sebagai asisten rumah tangga tersebut pada Jumat, 11 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yeni, yang tinggal di Desa Cibogo, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, sebetulnya tahu televisi tabung miliknya tidak bisa menerima siaran digital. Agar bisa nonton, dia harus membeli set-top box alias STB, perangkat penerima siaran digital yang harganya sekitar Rp 200 ribu. Tapi, bagi dia, STB adalah barang mewah. Yeni pun terpaksa meminjam uang dari majikannya untuk membeli barang itu, meski sebenarnya dia tahu ada jatah STB gratis bagi warga tak mampu. “Tapi dari dulu saya tidak pernah masuk kelompok warga yang dapat bantuan pemerintah,” ucapnya.
Yeni adalah satu dari ribuan warga yang kehilangan hiburan setelah program ASO memangkas siaran analog yang biasa mereka nikmati dengan perangkat televisi model lama. Kelompok ini yang kemudian dijadikan sorotan oleh Grup Media Nusantara Citra (MNC), penyelenggara siaran RCTI, iNews, MNCTV, dan GTV, yang terlambat memenuhi tenggat migrasi TV digital di kawasan Jakarta dan sekitarnya pada Rabu, 2 November lalu. Hal yang sama dilakukan Grup Viva, pemilik stasiun televisi ANTV dan TV One.
Teknisi menguji perangkat set top box untuk tv digital di PT Inti di Bandung, Juni 2022. TEMPO/Prima Mulia
MNC baru menghentikan siaran analog di Jakarta dan sekitarnya pada Jumat, 4 November lalu. Itu pun setelah ada ancaman dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo lantas meminta maaf, tapi mengatakan terpaksa mengikuti perintah Mahfud. “Meskipun masih tidak paham dengan landasan hukum yang dipakai," katanya dalam akun Instagram.
Karena itu, banyak yang memandang keterlambatan MNC mematikan siaran analog sebagai bentuk penolakan atas program ASO. Sikap MNC ini kemudian memicu reaksi sejumlah stasiun televisi swasta yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). ATVSI memprotes sikap bandel MNC seraya meminta pemerintah bersikap adil dan memaksa stasiun itu mematikan siaran TV analog.
•••
SETELAH program analog switch off berjalan, migrasi siaran TV analog ke TV digital masih tak mulus. Sebab, masih banyak warga yang tak memiliki set-top box sehingga siaran digital bisa jadi tak tepat sasaran. Kementerian Komunikasi dan Informatika serta lembaga penyiaran televisi yang memenangi lelang penyelenggara multipleksing atau penyewa slot siaran digital seharusnya membagikan 5,5 juta STB kepada masyarakat tak mampu. Namun itu sebatas rencana karena stasiun-stasiun televisi belum memenuhi kewajiban mereka.
Hingga Sabtu, 5 November lalu, Kementerian Komunikasi baru membagikan 74,4 persen STB dari 1,2 juta unit kewajibannya. Mayoritas STB ini dibagikan di Jabodetabek. Sedangkan realisasi pembagian STB oleh stasiun televisi tak lebih dari 10 persen kewajiban mereka. Grup MNC, misalnya, baru menunaikan 2,3 persen kewajibannya. Adapun Surya Citra Media, pemilik stasiun SCTV dan Indosiar, baru mencapai 6,2 persen dari target.
Target itu mewakili pangsa pasar setiap stasiun televisi tersebut. Berdasarkan laporan lembaga riset Nielsen, Grup MNC dengan empat stasiun televisinya menguasai 44,8 persen pangsa pasar televisi nasional pada 2021. Sedangkan Surya Citra Media menguasai 27,6 persen. Selepas migrasi siaran analog ke digital, pangsa pasar ini bisa jadi berubah. Sebab, para pemilik stasiun televisi besar bakal bersaing dengan banyak stasiun lain yang masuk kanal multipleksing.
Berbeda dengan dalam siaran analog yang memungkinkan perusahaan besar menguasai mayoritas kanal frekuensi, stasiun televisi yang menyelenggarakan multipleksing harus membagi 50 persen kapasitas kanalnya dengan perusahaan lain. Dengan kata lain, satu multipleksing dapat menyiarkan puluhan kanal. Sistem ini yang memicu lahirnya banyak stasiun televisi baru sebagai pesaing media yang telah mapan.
Demi menjalankan ASO, pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Omnibus law ini menetapkan ASO harus berjalan paling lambat dua tahun sejak regulasi itu terbit atau pada 2 November 2022.
Dalam pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja, perusahaan televisi yang tergabung dalam ATVSI meminta ASO digelar lima tahun setelah regulasi terbit. ATVSI saat itu dipimpin oleh komisaris MNC, Syafril Nasution. Namun Kementerian Komunikasi malah memajukan tenggat ASO menjadi 5 Oktober 2022. ATVSI kembali menawar. “Kami rapat 4 Oktober, kemudian sepakat berlaku pada 2 November,” ucap Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi Usman Kansong pada Rabu, 9 November lalu.
Kesepakatan itu yang membuat anggota ATVSI geram, ketika Grup MNC, Grup Viva, dan Cahaya TV tetap menggelar siaran TV analog saat kewajiban migrasi ke TV digital seharusnya berjalan. Menurut Sekretaris Perusahaan Kompas TV Deddy Risnanto, pada Kamis, 3 November lalu, mereka dihubungi Presiden Direktur Surya Citra Media Sutanto Hartono agar mengikuti rapat di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Rapat itu juga dihadiri komisaris Surya Citra Media, Imam Sudjarwo; Direktur Operasi Transmedia Latif Harnoko; Direktur Utama RTV Artine S. Utomo; Direktur Program dan Pengembangan Metro TV Agus Mulyadi; serta Direktur Utama Net TV Deddy Sudarijanto.
Menurut Deddy Risnanto, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mempersilakan mereka berbicara. “Yang disampaikan sama, agar tenggat ASO ditaati,” tutur Deddy pada Jumat, 11 November lalu. “Kami meminta pemerintah tegas terhadap semua.” Saat itu beredar kasak-kusuk yang membuat para bos televisi tak percaya lagi kepada Kementerian Komunikasi yang dianggap lembek terhadap anggota Grup MNC dan stasiun lain yang tak mematuhi jadwal ASO.
Dalam rapat itu juga terungkap kejadian pada Rabu malam, 2 November lalu saat petugas Balai Monitoring dan Loka Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kementerian Komunikasi mendatangi sejumlah menara pemancar siaran televisi swasta. Di salah satu menara mereka terpaksa putar balik. “Karena dihalangi sekuriti,” ujar Deddy. Dia enggan menyebutkan petugas stasiun televisi yang menghalangi, tapi peserta rapat lain mengatakan hambatan datang dari Grup MNC. Menurut sumber Tempo, bos MNC, Hary Tanoesoedibjo, saat itu turut menjaga menaranya.
Kabar kegagalan petugas Balai Monitoring kemudian disampaikan oleh pelaksana tugas Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi, Ismail. Ismail meminta bantuan agar petugas Balai Monitoring didampingi polisi saat menjalankan tugasnya. Mahfud Md., menurut sumber Tempo, lantas meminta Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyiapkan bantuan.
Toh, polisi tak perlu turun tangan karena akhirnya MNC mematikan siaran analog setelah muncul ultimatum dari Mahfud Md. “Mohon ini (ASO) ditaati, agar pemerintah tidak perlu melakukan langkah-langkah yang sifatnya polisionil daripada sekadar administratif,” kata Mahfud pada Kamis, 3 November lalu.
Saat dimintai tanggapan tentang informasi ini, pada Jumat, 11 November lalu, Ismail hanya menjawab, “Pemerintah mengapresiasi mereka yang sudah mematikan siaran analog sendiri. Saran Menteri Komunikasi dan Informatika pun jelas, kami melakukan langkah persuasif saja dan pendekatannya secara industri.”
Adapun Syafril Nasution mengakui dialah yang memerintahkan petugas keamanan MNC menahan upaya tim Balai Monitoring masuk ke menara pemancar. "Siapa pun tak boleh masuk, termasuk petugas Kementerian Komunikasi," ucapnya pada Sabtu, 12 November lalu.
Menurut Syafril, MNC mundur dari kesepakatan 4 Oktober karena pemerintah ingkar. Menurut dia, ASO seharusnya dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada 2 November 2022. Namun, Syafril melanjutkan, Kementerian Komunikasi mengubahnya menjadi hanya di Jabodetabek. Dia juga mengatakan hanya Metro TV yang setuju terhadap ASO, selebihnya masih menolak. "Ada juga yang bertanya apakah bisa menunda seperti yang dilakukan oleh MNC, Viva, dan Cahaya," tuturnya. Syafril pun menyatakan kehadiran bos stasiun televisi dalam pertemuan dengan Mahfud Md. tidak mewakili ATVSI. "Atas nama kepentingan sendiri."
Selesai di Jabodetabek, program ASO memang akan berlanjut ke daerah lain. Menurut Ismail, ASO di daerah lain menunggu kesiapan infrastruktur. “Di daerah lain sudah masuk ASO. Namun penghentiannya berkesinambungan karena alasan teknis dan kesiapan lapangan,” ujarnya. Senyampang dengan itu, para petinggi stasiun televisi tetap bermanuver. Seperti Hary Tanoesudibjo dan Grup MNC, yang menyatakan akan menggugat program migrasi ke siaran TV digital secara pidana dan perdata.
KHAIRUL ANAM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo