Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Bola Panas di Komisi Sebelas

Dua puluh delapan calon profesional rontok di depan. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat meminta seleksi ulang.

2 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selembar surat dari para pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat berusaha menganulir babak tiga puluh dua besar seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Dikirim kepada Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi XI) pada Kamis, 11 Juli lalu, surat itu berisi permintaan mereka mengembalikan proses seleksi ke fase enam puluh dua besar—sesuai dengan jumlah awal pendaftar.

Menurut Ketua DPR Bambang Soesatyo, Komisi XI seharusnya mengirim dulu semua nama calon anggota BPK itu ke Dewan Perwakilan Daerah. “Tidak boleh dikurangi, baru dikasih ke DPD,” kata Bambang di rumah dinas Ketua DPR di kawa-san Widya Chandra, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Agustus lalu. Kenyataannya, mereka hanya menyetorkan separuh pendaftar karena sisanya dinilai tidak lolos seleksi makalah. Para pendaftar inilah yang akan memperebutkan lima kursi anggota BPK periode 2019-2024.

Padahal, kata Wakil Ketua DPR Utut Adianto, penulisan makalah tidak masuk persyaratan awal seleksi anggota BPK. Karena itu, pimpinan di Senayan meminta Komisi Keuangan dan Perbankan memulihkan 62 nama pendaftar. Mereka harus menyetorkannya ke DPD seperti tertulis dalam Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. DPD lalu memberikan masukan.

Dalam surat yang diteken Utut Adianto tersebut, para pemimpin DPR juga meminta Komisi Keuangan dan Perbankan berpedoman pada Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014. Mekanisme pemilihan pejabat yang dilakukan DPR, menurut peraturan itu, mencakup penelitian administrasi, penyampaian visi dan misi, uji kelayakan, penentuan urutan calon, serta pemberitahuan kepada publik. Utut dan Bambang membahas materi surat itu saat pemimpin lain, seperti Fadli Zon dan Fahri Hamzah, berada di Selandia Baru.

Surat itu membuka peluang sejumlah calon yang sebelumnya masuk kotak. Salah satunya Tarkosunaryo, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia. “Kalau nanti nama saya disetor ke DPD dan diundang pada tahap wawancara, akan saya penuhi,” ucapnya saat dihubungi, Jumat, 2 Agustus lalu.

Tarkosunaryo satu dari 28 calon tanpa afiliasi politik yang tak lolos seleksi makalah. Ia mengaku tidak diberi tahu bahwa makalah peserta akan dinilai sebagai bagian dari seleksi awal. Pengumuman pendaftaran di media massa juga tidak menyebutkan ihwal seleksi makalah itu.

Rapat internal Komisi XI pada 1 Juli lalu memutuskan pembentukan tim kecil penilai makalah. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hendrawan Supratikno, memimpin tim ini. Anggotanya Mukhamad Misbakhun (Golkar), Junaidy Auly (Partai Keadilan Sejahtera), Achmad Hatari (NasDem), Heri Gunawan (Gerindra), Amir Uskara (Partai Persatuan Pembangunan), Faisol Riza (Partai Kebangkitan Bangsa), Siti Mufattahah (Demokrat), dan Ahmad Yohan (Partai Amanat Nasional).

Tim mini lintas fraksi inilah yang me-rampungkan penilaian makalah dalam satu hari. Dari hasil penilaian itu, Komisi XI memutuskan hanya 32 nama yang lolos untuk diserahkan ke DPD.

Achsanul Qosasi./Dok.TEMPO/Frannoto

Sebelas politikus masuk daftar 32 nama itu, yang salinannya diperoleh Tempo. Mereka adalah Nurhayati Ali Assegaf, Achsanul Qosasi dan Gunawan Adji (Demokrat), Pius Lustrilanang dan Wilgo Zainar (Gerindra), Achmadi Noor Supit dan Harry Azhar Azis (Golkar), Daniel Tobing (PDI Perjuangan), Suharmanta (PKS), Akhmad Muqowam (PPP), serta Tjatur Sapto Edy (PAN). Hanya dua politikus yang kena setip, yakni Haryo Budi Wibowo dari Partai Kebangkitan Bangsa dan Haerul Saleh dari Gerindra.

Dua puluh delapan calon dari kalangan akademikus, swasta, auditor, dan akuntan publik rontok. Selain Tarkosunaryo, Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Blucer Wellington Rajagukguk; auditor senior Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Wewe Anggreaningsih; auditor BPKP, Amrizal; dan mantan Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi, Arry Widiatmoko, gugur dini.

Pegiat anggaran yang juga Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, mengatakan obyektivitas metode penilaian makalah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dia tak heran muncul dugaan bahwa seleksi makalah ini menjadi alat untuk menjegal kandidat yang tidak dikehendaki Komisi. “Tidak lolosnya beberapa orang yang memiliki kompetensi sangat mengherankan dan menguatkan indikasi ini,” tutur Prastowo, Jumat, 2 Agustus lalu.

Dugaan penjegalan itu antara lain terjadi pada Blucer. Dua sumber di lembaga tinggi negara dan seorang sumber di Komisi XI DPR mengatakan ada peran Achsanul Qosasi, anggota III BPK saat ini, dalam “penjegalan” Blucer karena ia tidak kulonuwun dulu ke bosnya.

Ketiga sumber tadi menyebutkan Achsanul sempat menemui Blucer, anak buahnya langsung. Dalam pertemuan pada awal-awal pencalonan itu, Achsanul meminta Blucer mengundurkan diri. Namun Blucer, yang sudah kadung mendaftar, tidak mau putar balik.

Beberapa hari setelah Komisi XI memutuskan 32 nama yang lolos, Achsanul kembali memanggil Blucer. Dalam pertemuan itu, Achsanul mengatakan Blucer tidak lolos karena maju tanpa meminta persetujuannya. Saat ditanyai perihal peristiwa itu, Blucer memilih bungkam. “No comment,” katanya.

Melchias Marcus Mekeng./ TEMPO/Imam Sukamto

Achsanul, yang pada 2009-2012 menjabat Wakil Ketua Komisi XI DPR mewakili Partai Demokrat, mengakui menemui anak buahnya itu. Namun dia membantah jika disebut meminta Blucer mundur dari pencalonan anggota BPK.

Achsanul mengungkapkan, dia hanya bilang bahwa usia pensiun Blucer—yang saat ini 51 tahun—masih panjang. “Blucer pamit minta izin. Saya bilang, ‘Anda kan belum mau pensiun.’ Lagi pula, status auditor utama masih baru,” ujar Achsanul, Kamis, 1 Agustus lalu. Blucer menjabat auditor utama BPK sejak 27 Maret 2018. Achsanul juga membantah kabar bahwa ia telah melobi koleganya di Komisi XI untuk “menjegal” Blucer. “Gue aja belum tentu lolos.”

Pembelaan datang dari Komisi Keuangan dan Perbankan. Menurut Melchias Marcus Mekeng, anggota Komisi, mekanisme seleksi makalah sudah sesuai dengan aturan, melalui dua rapat internal Komisi. Nama-nama yang lolos itu, menurut Mekeng, disaring dengan cara terbuka dan melibatkan semua fraksi. Itu sebabnya, dalam rapat 24 Juli lalu, yang membahas permintaan pimpinan DPR mengembalikan 62 nama pendaftar, Komisi XI tetap pada pendiriannya: mengajukan 32 nama. “Mekanismenya Komisi XI yang melakukan seleksi,” ucapnya.

Rapat internal ini berlangsung dua pekan setelah Komisi XI menerima keberatan pimpinan DPR. Enam fraksi menghadiri- rapat. Hanya Fraksi PDI Perjuangan yang absen. Dalam rapat tersebut, Fraksi Golkar, Gerindra, PAN, PKB, PPP, dan NasDem sepakat tetap mengirim 32 nama. Adapun PKS setuju dengan petinggi DPR.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan di Komisi XI, I Gusti Agung Rai Wirajaya, mengatakan partainya menarik diri dari keputusan menyorongkan 32 nama ke DPD. Menurut dia, PDIP baru sadar bahwa seharusnya tidak ada seleksi makalah dalam penyaringan tahap awal. “PDI Perjuangan minta semua nama dikembalikan,” ujar Agung Rai, Kamis, 1 Agustus lalu.   

Melihat jalan buntu ini, pimpinan DPR akan memanggil pemimpin Komisi XI dan fraksi pada Senin, 5 Agustus ini. “Kalau tetap 32 nama yang diproses, nanti DPR digugat calon yang dirugikan,” kata Bambang Soesatyo.

KHAIRUL ANAM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus