Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
REAKSI berbagai negara dalam menghadapi wabah Covid-19 bermacam-macam. Jepang sangat responsif dengan meliburkan semua sekolah mulai Senin, 2 Maret 2020. Ada juga yang pemerintahnya kalem saja, seperti Indonesia, mungkin karena yakin negeri ini kebal Covid-19 berkat doa ulama. Sedangkan reaksi pasar finansial global agak berbeda cerita. Mulanya pasar memang bingung dan cemas, tapi mencoba tetap rasional. Belakangan, pasar mendadak mengalami serangan panik.
Kepanikan meledak tiba-tiba justru di Amerika Serikat, yang sebelumnya relatif aman, tak terlalu parah terkena dampak Covid-19. Investor bahkan sempat lari ke aset-aset berdenominasi dolar Amerika untuk mengungsikan dananya, mencari tempat aman. Ini doktrin klasik berinvestasi dalam keadaan tidak pasti: flight to safety. Indeks dolar Amerika Serikat (DX), yang mencerminkan pergerakan nilai dolar Amerika terhadap mata uang negara-negara besar lain, naik menyentuh 99,284 pada 24 Februari. Ini titik tertinggi sejak Mei 2018. Namun situasinya terjungkir balik pada Kamis, 27 Februari lalu. Tiga patokan harga saham di Amerika yang terpenting, yakni Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq, masing-masing terpangkas lebih dari 4 persen hanya dalam sehari.
Rontoknya harga di New York menular ke Asia keesokan harinya. Harga saham yang berjatuhan di berbagai bursa membuat layar monitor indeks saham merona merah membara. Di Indonesia, hingga 28 Februari sore, rupiah ambles melampaui 14.300 per dolar Amerika, luruh lebih dari 300 per dolar atau 2,23 persen hanya dalam sehari. Indeks harga saham gabungan juga sempat terpangkas 4,25 persen hingga siang pada hari itu. Pasar saham yang masih gering karena pukulan skandal Jiwasraya terperosok ke jurang yang lebih dalam.
Ada satu hal menarik di balik luruhnya pasar finansial ini. Sehari sebelum kepanikan meledak, Nouriel Roubini menyampaikan pandangannya di Financial Times. Ekonom kondang ini menulis, pasar finansial masih terlalu meremehkan dampak wabah Covid-19. Pasar memang terombang-ambing, tapi, menurut dia, masih akan ada koreksi yang dalam.
Roubini mendasarkan pandangannya pada empat asumsi. Pertama, Covid-19 sudah meluas menjadi pagebluk sejagad tak hanya di Cina. Kedua, wabah ini sepertinya belum akan mereda pada akhir kuartal I 2020. Lalu arah pergerakan pemulihan ekonomi Cina yang terkena dampak paling berat tidak akan cepat seperti kurva berbentuk huruf V. Terakhir, respons pemerintah ataupun otoritas moneter di seluruh dunia tidak akan efektif merangsang pergerakan roda ekonomi yang sempat macet akibat wabah.
Tentu tak ada analis yang mampu memastikan apakah kepanikan pasar kali ini betul-betul terpicu oleh pandangan Roubini, yang memang terkenal sebagai alarmist. Ia tajam memprediksi krisis ketimbang masa depan yang optimistis. Yang jelas, ada rekam jejak yang membuat pasar tak bakal menganggap remeh prediksinya. Roubini pernah memberikan peringatan serius, dan terbukti benar, tentang datangnya krisis global 2008.
Satu hal patut mendapat perhatian: jika Roubini benar, bahwa dampak wabah Covid-19 yang sudah terlihat itu barulah awal malapetaka, ekonomi dunia bisa terseret ke resesi yang dalam terutama karena menimbang asumsi keempat Roubini. Pemerintah ataupun otoritas moneter sudah kehabisan amunisi yang dapat mengurai kemacetan ekonomi. Artinya, pasar tak bisa lagi mengharapkan datangnya penyelamatan dari pemerintah ataupun bank sentral. Kalau toh ada, itu tak akan efektif menyembuhkan ekonomi yang sakit.
Bukan hanya tergencetnya pasar finansial yang berpotensi menimbulkan masalah besar. Rentetan yang lebih berbahaya adalah jika sektor riil benar-benar terpukul dan memicu ledakan kredit bermasalah. Sudah saatnya pemerintah dan otoritas moneter memantau dengan ketat dan menyiapkan mitigasi kebijakan untuk mengatasinya. Inilah rantai penghubung yang bisa menyeret ekonomi Indonesia dari sekadar pelemahan menuju krisis yang parah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo