Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Guru dan kepala sekolah menolak pemakaian dana BOS untuk makan siang gratis.
Dana BOS tak cukup untuk membiayai kegiatan sekolah.
Pembayaran gaji guru honorer terancam macet.
PUJI Astuti resah ketika mendengar rencana penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk membiayai program makan siang gratis anak sekolah. Kepala sekolah menengah pertama di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, itu mengaku ditanyai oleh sejumlah guru honorer yang khawatir terhadap keberlangsungan upah mereka yang selama ini berasal dari dana BOS. “Dananya memang mepet untuk gaji guru honorer dan operasional sekolah, turunnya juga sering terlambat,” katanya pada 7 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puji berujar, sekolahnya menerima dana BOS reguler Rp 900 ribu per tahun. Dana itu dipakai untuk menggaji tenaga honorer, membiayai pemeliharaan dan perbaikan fasilitas sekolah, juga membayar biaya Internet. Pengelolaan BOS pun tidak bisa dikatakan sederhana karena dana yang ditransfer pemerintah ke rekening sekolah itu mewajibkan pelaporan penyerapan anggaran secara berkala. “Administrasinya cukup rumit sehingga kami harus membentuk tim khusus untuk mengerjakannya di luar jam mengajar.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan penggunaan dana BOS untuk membiayai program makan siang gratis dilontarkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, pada 29 Februari 2024. Tenaga ahli Kementerian Koordinator Perekonomian, Ahmed Zaki Iskandar, mengatakan usul tersebut datang dari Pemerintah Kabupaten Tangerang. Namun, dia menjelaskan, pendanaannya akan berasal dari rekening yang terpisah dari rekening BOS reguler.
Dua siswa membawa tempat berisi makanan saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, 29 Februari 2024. Antara/Sulthony Hasanuddin
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membagi dana BOS menjadi tiga kategori. Yang pertama adalah BOS reguler untuk kebutuhan belanja operasional semua siswa pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Kedua, BOS afirmasi yang dialokasikan untuk mendukung operasi rutin dan akselerasi pembelajaran bagi sekolah di daerah tertinggal dan sangat tertinggal. Ketiga, BOS kinerja atau tambahan alokasi bagi sekolah yang dinilai berprestasi dalam penyelenggaraan layanan pendidikan.
Pelaksana tugas Kepala SMP Negeri 2 Curug, Juanda, mengatakan gagasan penggunaan dana BOS mengemuka dalam pertemuan di sekolah sebelum simulasi digelar. Dia membenarkan informasi bahwa dana yang disebut akan digunakan adalah dana BOS spesifik atau di luar dana BOS reguler. Dana BOS di SMPN 2 Curug digunakan untuk membiayai kegiatan ekstrakurikuler siswa, pemeliharaan sarana dan prasarana, serta gaji guru honorer. “Jika benar pembagian makan gratis dengan anggaran BOS reguler, sudah pasti kocar-kacir," ucap Juanda.
Dengan hitungan anggaran makan siang Rp 15 ribu per hari per anak dikalikan waktu belajar lima hari dalam sepekan, dana yang dibutuhkan untuk 900 siswa mencapai Rp 351 juta untuk satu bulan. Artinya, dalam setahun dibutuhkan anggaran Rp 4,2 miliar untuk satu sekolah. Sedangkan dana BOS reguler yang diterima SMPN 2 Curug dengan jumlah siswa 900 anak hanya Rp 1 miliar.
Karena itu pula Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menolak pemakaian anggaran pendidikan untuk program makan siang gratis, yang merupakan program pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengatakan dana BOS saat ini bisa dibilang tekor karena belum mampu menyejahterakan guru, memenuhi kebutuhan sekolah, dan meningkatkan mutu pendidikan. Dia memberi contoh, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, di tingkat sekolah dasar saja ada 60,6 persen ruang kelas yang rusak pada tahun ajaran 2021/2022.
Meski pemerintah melempar gagasan skema BOS spesifik, Iman mengatakan, penunjukan sekolah sebagai pelaksana teknis dapat memicu persoalan baru. “Rawan korupsi dan beban administrasi makin meningkat sehingga akan mengganggu proses pembelajaran,” ujarnya pada 8 Maret 2024. Iman khawatir sekolah akan kelimpungan ketika harus bertanggung jawab dalam penyelenggaraan program makan siang gratis. “Belum lagi ada potensi konflik kepentingan. Bisa menjadi proyek guru, proyek orang tua, atau proyek pemerintah daerah ketika dana turun ke sekolah.”
P2G berharap pemerintah yang akan datang nantinya betul-betul mengkaji sumber pembiayaan program makan siang gratis dan tidak mencampurnya dengan anggaran pendidikan. Belum lagi, Iman menambahkan, data menunjukkan jumlah dana BOS dari pemerintah pusat kerap turun. Dia memberi contoh, BOS pada 2022 berkurang hingga Rp 539 miliar pada 2023. "Alih-alih makan siang gratis, sekolah malah tidak bisa membiayai apa pun," katanya.
Jika melihat alokasi anggaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, penurunan terjadi pada alokasi dana BOS reguler. Pada 2022, nilainya Rp 54 triliun. Pada 2023, angkanya turun menjadi Rp 53,3 triliun dan setahun kemudian menjadi Rp 52 triliun.
Tempo meminta tanggapan tentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis dari Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Suharti. Namun mereka tidak menjawab.
Dalam konferensi pers "Rapor Pendidikan" di Jakarta pada 5 Maret 2024, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Iwan Syahril mengatakan belum ada pembahasan program makan siang gratis di lembaganya.
Adapun Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki mengatakan masih mengkaji sumber-sumber pendanaan untuk program makan siang gratis. “Untuk program ini, kita harus membuka ruang fiskal. Mau dari mana, ini yang masih jadi pertanyaan,” tuturnya pada 6 Maret 2024. Menurut Maliki, jika program makan siang gratis mengambil dana BOS, dampaknya akan sangat besar bagi sekolah. “Banyak sekolah masih membutuhkan BOS untuk perbaikan bangku, perpustakaan, dan laboratorium.”
Wakil Ketua Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Abdul Fikri Faqih, mengatakan penggunaan anggaran pendidikan untuk program makan siang gratis tidak relevan. Merujuk pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dana BOS merupakan bentuk pelaksanaan amanat pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya program wajib belajar tanpa biaya. “Jangan memakai BOS untuk program yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Hendrik Yaputra dan Ayu Cipta dari Tangerang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dana BOS Tekor di Ongkos"