Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Harga beras premium dan medium makin tinggi.
Stok beras Bulog tersedot sebagian oleh program bansos.
Sejumlah daerah mulai menggelar panen gabah.
SENIN siang, 19 Februari 2024, menjelang azan zuhur, rombongan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tiba di Pasar Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Pasar tersebut adalah destinasi kedua Zulkifli yang sedang mengecek ketersediaan dan harga beras. Sebelumnya, Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu memeriksa harga dan stok beras di sebuah toko retail modern di Cempaka Putih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Pasar Rawasari, Zulkifli menyambangi sejumlah lapak beras. Salah satunya kios milik Sri. Di sana, Sri curhat kepada Zulkifli mengenai mahalnya harga beras saat ini. Beras premium lokal, misalnya, dihargai minimum Rp 15 ribu per kilogram. "Enggak ada yang di bawah itu," ujar perempuan 58 tahun tersebut menjawab pertanyaan Zulkifli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beras menjadi persoalan besar ketika harganya melambung dan stoknya menyusut. Data Badan Pangan Nasional mencatat harga rata-rata beras medium di tingkat pedagang eceran mencapai Rp 13.830 per kilogram bulan ini, sementara harga rata-rata beras premium Rp 15.780 per kilogram. Selain mahal, stok beras premium hingga kini menghilang di toko retail modern. Kalaupun ada, itu adalah campuran antara beras lokal dan impor yang diambil dari stok komersial Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog).
Bukan cuma beras premium, beras dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog juga langka. Padahal beras kemasan 5 kilogram yang digelontorkan dalam operasi pasar ini menjadi andalan pemerintah untuk menekan harga pangan. Beras SPHP dibanderol sesuai dengan harga eceran tertinggi beras medium, yakni Rp 10.900 per kilogram.
"Sudah saya pesan enggak bisa, susah dapatnya," kata Sri. Ia menjelaskan, untuk mendapatkan beras SPHP, ada banyak syarat administrasi yang harus dipenuhi. "Meterai saja butuh empat." Panjangnya proses permohonan pembelian beras SPHP membuat Sri melempar handuk. Ia pun memilih membeli beras komersial.
Penjualan beras di salah satu kios kawasan Pasar Sayur Caruban, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, 23 Februari 2024. Tempo/Nofika Dian Nugroho
Situasi yang sama terjadi di kota lain, bahkan yang dekat dengan sentra produksi beras. Dedi, pemilik kios beras di Pasar Pagi Kota Cirebon, harus menebus beras premium Rp 18 ribu per kilogram. Itu pun dia tidak kebagian. Akibatnya, stok beras di kiosnya menipis. Sementara biasanya Dedi menyimpan beras hingga 20 ton, kini stoknya hanya 4 ton. Sedangkan pedagang Pasar Besar Caruban di Kota Madiun, Jawa Timur, masih menerima beras SPHP dari Bulog, meski dari hari ke hari pasokannya kian susut.
Melihat stok beras di pasar serta toko modern menipis dan mahal, Zulkifli Hasan mengatakan, "Ini akan menjadi bahan rapat saya dengan presiden." Menurut Zulkifli, saat ini beras SPHP bisa menjadi andalan masyarakat ketika beras premium lokal mahal dan pasokannya terbatas. Lantaran menjadi satu-satunya pilihan dengan harga terjangkau, beras SPHP pun cepat ludes di pasar.
Kepada Tempo, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Bulog Mokhamad Suyamto berujar, saat ini perusahaan menyalurkan beras SPHP kepada lebih dari 20 ribu pengecer pasar tradisional. Bulog juga melayani pesanan dari gerai retail modern. "Karena itu, ada antrean dalam pelayanannya."
•••
LEBIH dari 45 tahun berdagang beras, baru kali ini Zulkifli Rasyid merasakan hal seperti saat ini. "Ini tertinggi," tutur Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang itu pada 21 Februari 2024. Saat ini para pedagang besar di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, menjual beras premium Rp 16.000-17.500 per kilogram, sementara pada tahun lalu Rp 16.500 per kilogram.
Bagi Zulkifli, tren lonjakan harga beras ini tak mengherankan. Sebab, pasokan beras dari daerah produsen masih seret. Hingga saat ini, sebagian besar wilayah penghasil beras belum memulai panen lantaran musim tanam mundur dari November ke Desember dan Januari. "Kalaupun ada yang masuk, tidak mencukupi permintaan."
Karena itu, saat ini para pedagang Pasar Induk Cipinang bergantung pada pasokan beras Bulog. Pasokan Bulog diharapkan bisa mengerem kenaikan harga menjelang Ramadan dan Idul Fitri.
Masalahnya, pasar induk bukan satu-satunya hilir cadangan beras pemerintah yang dikuasai Bulog. Dalam hal operasi pasar, kini Bulog memiliki sejumlah program, seperti penjualan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan langsung kepada masyarakat melalui Gerakan Pangan Murah serta penyuplaian beras berharga murah tersebut kepada pengecer di pasar tradisional dan gerai retail modern.
Di sisi lain, stok beras di gudang Bulog tersedot program bantuan pangan beras 10 kilogram untuk 22 juta keluarga, yang pada tahun ini dilakukan selama enam bulan berturut-turut mulai Januari hingga Juni. Zulkifli menduga banyaknya kanal penyaluran itu membuat fokus Bulog terbagi. Akibatnya, penyaluran ke pasar induk membutuhkan waktu lebih lama. Saat ini, kata dia, proses dari pemesanan hingga mendapatkan delivery order memakan waktu hingga tiga hari.
Selain menyiapkan cadangan beras pemerintah, Bulog ditugasi menyalurkan beras komersial ke penggilingan-penggilingan untuk memastikan ketersediaan di pasar. Musababnya, sejak akhir tahun lalu operasi sebagian besar penggilingan padi kurang optimal lantaran kesulitan mendapat pasokan gabah. Padahal Badan Pangan Nasional menugasi Bulog menyalurkan 400 ribu ton beras komersial ke penggilingan dengan harga Rp 12 ribu per kilogram.
Terbaginya fokus penyaluran cadangan beras pemerintah, menurut Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan Said Abdullah, hanya salah satu penyebab semrawutnya harga beras. Ia mengatakan pangkal persoalan itu bermula pada 2022, ketika harga pupuk mulai melambung akibat pasokannya terganggu konflik antara Rusia dan Ukraina. Masalah makin berumpuk karena adanya El Niño yang membuat jumlah produksi makin melorot, khususnya pada musim tanam kedua dan ketiga.
Ketika jumlah produksi turun, impor menjadi pilihan untuk mengisi cadangan beras pemerintah. Hingga 19 Februari 2024, stok beras yang dikuasai Bulog mencapai 1,48 juta ton. Sebanyak 22 ribu ton adalah beras komersial, sementara sisanya cadangan beras pemerintah. Kendati demikian, data Bulog menunjukkan pasokan yang siap disalurkan hanya 818 ribu ton karena 661 ribu ton beras masih dalam perjalanan. Sebagian besar pasokan itu berasal dari kuota impor tahun lalu yang mencapai 3,5 juta ton. Tahun ini, Bulog mendapat kuota impor 2 juta ton.
Persoalannya, pasokan beras ibarat tersedot ke kanan dan ke kiri, termasuk untuk bantuan sosial atau bansos pangan. Said mengendus adanya sentimen politik di balik pilihan kebijakan pemerintah tersebut. "Ketika harga makin menjadi, stok beras di pasar tidak ada," ucapnya.
Ketua Umum Perhimpunan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso mengatakan persoalan produksi itu membuat sebagian penggilingan padi memilih tidak beroperasi lantaran kesulitan mendapatkan gabah. Penggilingan yang beroperasi pun harus berebut gabah satu sama lain sehingga harganya melambung sampai Rp 8.500 per kilogram di beberapa daerah.
Pantauan Tempo di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, menunjukkan beberapa pengusaha penggilingan memilih berhenti beroperasi sementara menunggu panen. Penggilingan rakyat di Pinrang, misalnya, kehabisan pasokan beras sejak Desember 2023. Mereka kini menunggu panen pada Maret. Selain terbelit perkara pasokan, para pengusaha di Indramayu menunggu harga turun sebelum mulai membeli kembali gabah petani.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan situasi saat ini tak lepas dari persoalan produksi beras nasional. Karena itu, impor menjadi pilihan untuk memastikan harga beras tidak terbang lebih tinggi. Namun, ia menambahkan, kebijakan impor tidak bisa dilakukan secara jorjoran karena masa panen segera tiba.
Arief menekankan bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan beras dengan operasi pasar dan menjaga daya beli masyarakat miskin lewat bantuan pangan. Toh, jika impor dilakukan secara berlebihan, ia khawatir justru harga gabah petani akan anjlok dan menjadi masalah baru. "Kalau kita impor kebanyakan lalu Maret panennya tinggi, siapa yang mau jaga harga?" ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ivansyah dari Cirebon, Nofika Dian dari Madiun, dan Didit Hariyadi dari Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kanan-Kiri Menyedot Beras"