Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga orang pejabat Grup Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL) menyambangi kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Jumat pagi, 30 Agustus lalu. Dua di antaranya adalah pemimpin PT Riau Andalan Pulp and Paper, yaitu Direktur Utama Sihol Parulian Aritonang, dan Ibrahim Hassan, yang menjabat komisaris utama di anak perusahaan milik taipan- Sukanto Tanoto itu.
Di ruang kerjanya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menemui mereka dengan ditemani- Imron Bulkin, anggota staf ahli menteri yang menjadi Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota Negara, serta Direktur Pengembangan Wilayah Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Bappenas Tri Dewi Virgiyanti. Menurut Bambang, tim Bappenas ingin memastikan pemilik lahan konsesi di wilayah yang hendak dijadikan ibu kota negara kelak. “Saya sudah bertemu dengan kelompok Sukanto Tanoto. Mereka penguasa tanah di sana,” kata Bambang, Selasa, 10 September lalu.
Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan wilayah ibu kota baru berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara pada 26 Agustus lalu, spekulasi tentang lokasi pusat pemerintahan terus beredar. Sempat berembus kabar pemerintah hendak memindahkan kawasan inti ibu kota ke daerah Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Pada 2017, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengusulkan sebagian wilayah Bukit Soeharto di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, menjadi kawasan pusat pemerintahan. Belakangan, berdasarkan kajian tim Badan Geologi, struktur tanah di wilayah ini dinyatakan tidak memungkinkan lantaran banyak endapan batu bara dangkal. Rencana tersebut juga mendapat banyak penolakan dari aktivis lingkungan karena Bukit Soeharto adalah kawasan konservasi.
Bambang mengatakan pemerintah sengaja menyiapkan kawasan ibu kota negara di Kalimantan Timur dengan luas total 180.965 hektare di dua kabupaten. Besarnya hampir dua kali luas DKI Jakarta agar perluasan wilayah pembangunan lebih mudah dilakukan ketika penduduk ibu kota makin bertambah. Lahan yang dipilih adalah milik pemerintah atau badan usaha milik negara sektor perkebunan untuk mengurangi biaya investasi pembangunan.
Kajian Bappenas menyebutkan kawa-san pusat pemerintahan akan menempati- lahan seluas 5.644 hektare yang saat ini konsesinya masih dipegang PT Itci Hutani Manunggal (IHM). Kelompok usaha Sukanto Tanoto kini menguasai perusahaan tersebut. Masa konsesi hutan tanaman industri IHM berakhir pada 2042. Kawasan pengembangan ibu kota untuk perumahan aparat sipil negara, fasilitas pendidikan dan kesehatan, kampus, pusat riset, gelanggang olahraga, dan museum akan berada di lahan seluas 42 ribu hektare. Konsesi lahan untuk kawasan itu juga masih dipegang IHM. Seluruh area itu berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
Sukanto memiliki konsesi di sana secara bertahap. Mulanya, PT Itci Kartika Utama dan PT Inhutani I (Persero) mendirikan perusahaan patungan bernama PT Itci Hutani Manunggal pada 1993. Komposisi saham awal perusahaan ini dikuasai Itci Kartika Utama sebesar 60 persen dan Inhutani I sebesar 40 persen. Ini terlihat dari laporan keuangan Itci Hutani Manunggal.
Mayoritas saham Itci Kartika Utama pernah dikuasai Grup Arsari milik Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra -Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo Subianto. Lahan Itci Kartika Utama itu juga terletak di Kalimantan Timur. Luas hak pengusahaan hutannya mencapai 173.195 hektare.
Pada 2004-2006, Itci Kartika Utama menjual sahamnya kepada PT Kreasi Lestari Pratama, anak usaha Grup APRIL milik Sukanto Tanoto. Kreasi Lestari juga membeli saham Inhutani di Itci Hutani Manunggal. Walhasil, 90 persen saham Hutani Manunggal dikuasai grup Tanoto melalui Kreasi Lestari. Sisanya, sekitar 10 persen, masih dimiliki Inhutani I. Tak ada lagi jejak Hashim melalui Itci Kartika Utama di lahan itu.
Pada 2013, Kreasi Lestari Pratama menjual semua sahamnya di Itci Hutani Manunggal kepada PT Equerry Company Ltd. Komisaris Utama Itci Hutani Manunggal Sri Widodo mengatakan produktivitas perusahaan terus merosot di bawah kendali Kreasi Lestari. Adapun pemilik saham tak mampu menggelontorkan tambahan modal baru.
Setelah sahamnya dikuasai PT Equerry, bahan baku pembuatan kertas dari hutan produksi Itci Hutani Manunggal kembali bersemi. “Kami memenuhi syarat tanam berkelanjutan, yaitu jumlah yang kami tanam selalu lebih banyak dari yang kami panen delapan tahun lalu,” ucap Sri saat ditemui, Kamis, 12 September lalu. Ia mengatakan PT Equerry adalah perusahaan pembiayaan yang juga terafiliasi dengan Grup APRIL.
Sepanjang 2018, volume produksi tanam-an IHM mencapai 1,1 juta metrik ton. Aset perusahaan kini berkisar Rp 1,9 triliun. Sri menyebutkan perusahaannya menjadi pemasok bahan baku pembuatan kertas untuk Riau Andalan Pulp and Paper, anak usaha Grup APRIL.
SETELAH menimbang berbagai hal, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memastikan pemerintah akan memanfaatkan sekitar 47 ribu hektare dari total 161.127 hektare lahan konsesi milik PT Itci Hutani Manunggal di Penajam Paser Utara sebagai kawasan inti ibu kota dan wilayah pengembangannya.
Bambang Brodjonegoro menyebutkan penggunaan kawasan hutan tanaman industri akan lebih mudah dibanding pembebasan area lahan dengan status hak guna usaha berupa pertambangan atau permukiman. Bappenas kini menyerahkan skema penggantian investasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Riau Andalan Pulp and Paper ingin tahu dampak penetapan lokasi wilayah terhadap konsesi hutan mereka,” tutur Bambang.
Juru bicara Grup APRIL, Agung Laksamana, membenarkan kabar bahwa pemimpin Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) bertemu dengan tim Bappenas pada akhir Agustus lalu. Namun saat itu manajemen belum membahas kompensasi penggantian investasi konsesi hutan tanaman industri Itci Hutani Manunggal. Menurut Agung, IHM memang menjadi pemasok strategis RAPP sehingga penetapan wilayah lokasi ibu kota akan berpengaruh terhadap investasi perusahaan bubur kertas itu. “Kontribusi hasil produksi IHM signifikan,” kata Agung saat dihubungi.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono mengatakan banyak opsi disiapkan sebagai kompensasi pengambilan lahan negara dari pemegang konsesi hutan tanaman industri. Kementerian Kehutanan akan membuat adendum izin konsesi tersebut dengan mengeluarkan 47 ribu hektare sebagai area penggunaan lain. Untuk menjamin kepastian usaha industri, Bambang melanjutkan, pembukaan lahan untuk pembangunan akan disesuaikan dengan masa panen tanaman. “Bahan baku dari hasil panen masih bisa mereka manfaatkan.”
Pemerintah sebetulnya juga menyiapkan lahan lain yang bisa dipakai untuk konsesi hutan tanaman industri jika perusahaan mengajukan permohonan tetap mengelola area tersebut. “Kami menawarkan area di hutan sosial (hutan tanaman rakyat), seperti area perusahaan. Perusahaan jadi off taker-nya,” ujar Bambang.
Kini pemerintah sedang menimbang cara yang pas untuk memenuhi kompensasi kepastian usaha grup Sukanto Tanoto. Opsi ini masih sekadar di atas meja. Di lapangan, kerja-kerja tanam-tebang berjalan seperti hari-hari sebelumnya. “Kami baru saja panen akasia dan masih menanam lagi,” kata Sri Widodo.
PUTRI ADITYOWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo