Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Lifting Minyak Gagal Penuhi Target, Neraca Perdagangan Migas Terancam Terus Defisit

Ekonom dan pengamat energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, memprediksi neraca perdagangan migas akan terus mengalami defisit.

17 November 2024 | 20.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dan pengamat energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, memprediksi neraca perdagangan migas akan terus mengalami defisit ke depan. Fahmy menyebutkan, defisit akan kembali terjadi karena secara historis, neraca perdagangan migas memang sudah sering mengalami defisit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Berdasarkan data historis yang ada, saya perkirakan defisitnya akan terus terjadi gitu ya, tidak akan ada perbaikan terhadap neraca perdagangan migas tadi,” kata Fahmy ketika dihubungi pada Ahad, 17 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Fahmy, hal ini disebabkan lifting atau eksplorasi minyak di Indonesia yang sudah sekian lama tidak pernah mencapai target. Menurunnya produksi minyak ini kemudian ikut membuat menurunnya angka ekspor minyak yang kemudian membuat neraca perdagangan migas ikut menjadi defisit.

Defisit perdagangan sektor migas pada Oktober 2024 sendiri mencapai US$ 2,32 miliar atau mengalami kontraksi sebesar 1,84 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Sementara di sisi lain, kata Fahmy, impor terhadap migas terus menanjak naik, terutamanya Bahan Bakar Minyak (BBM) serta Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau gas elpiji.

“Karena ekspor dari migas itu, itu minimal tetap gitu ya, bahkan ada sedang turun. Sementara untuk impornya BBM dan gas LPG tadi itu akan selalu meningkat, maka tidak bisa diharapkan lagi gitu ya penghasilan negara dari migas tadi,” ucapnya.

Fahmy sendiri menilai sudah tidak lagi harapan untuk terus menggantungkan sumber pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi (migas). Hal ini, kata Fahmy, diakibatkan target lifting minyak yang tidak kunjung tercapai.

“Itu mengindikasikan bahwa Indonesia tidak bisa lagi berharap pendapatan dari migas,” ujar Fahmy lewat sambungan telepon.

Diketahui hingga 8 Oktober 2024, produksi minyak bumi Indonesia mencapai 563.485 barel per hari (bph). Angka ini lebih rendah dari target APBN 2024 sebesar 635.000 bph. Sementara itu, produksi gas bumi Indonesia tercatat sebesar 6.930 million standard cubic feet per day (MMSCFD), melampaui target tahun ini sebesar 5.785 MMSCFD.

Rizky Yusrial ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.




Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus