Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Jawa Barat akan menerbitkan obligasi daerah pada 2025.
Dana dari obligasi akan dipakai untuk membangun rumah sakit dan proyek lain.
Ada risiko gagal bayar jika daerah tak memperhitungkan kemampuan fiskal.
RENCANA pengembangan Rumah Sakit Paru Sidawangi di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, bisa segera berlanjut. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan pengembangan rumah sakit itu sebagai proyek yang akan didanai hasil penerbitan surat utang atau obligasi daerah. Dua proyek lain yang juga masuk skema pendanaan dengan obligasi daerah adalah pembangunan laboratorium kesehatan daerah serta pendirian sejumlah rumah sakit baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Jawa Barat menilai tiga proyek yang paling siap serta layak mendapat pendanaan dari penerbitan obligasi daerah dan tak perlu memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Penjabat Sekretaris Daerah Jawa Barat, M. Taufiq Budi Santoso, mengatakan pengembangan Rumah Sakit Paru Sidawangi dan pembangunan laboratorium kesehatan daerah masing-masing memerlukan dana Rp 150 miliar, sementara pendirian rumah sakit baru membutuhkan Rp 700 miliar. “Total hampir Rp 1 triliun,” kata Taufiq kepada Tempo pada 28 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembangunan Rumah Sakit Paru Sidawangi sudah lama masuk perencanaan pemerintah Jawa Barat. Uu Ruzhanul Ulum, ketika menjabat Wakil Gubernur Jawa Barat, sempat berkunjung ke lokasi proyek itu pada Maret 2021. Saat itu Uu mengatakan pemerintah Jawa Barat sebenarnya telah mengalokasikan anggaran pengembangan Rp 600 miliar. Namun kebijakan refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 membuat alokasi dana itu menyusut menjadi hanya Rp 40 miliar.
Menurut Taufiq, pemerintah Jawa Barat sebetulnya punya sejumlah program prioritas lain yang akan didanai surat utang. Misalnya pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Cirebon Raya, proyek transportasi publik bus rapid transit Bandung Raya, dan dua rumah sakit baru. “Tapi kami perlu melengkapi dokumennya dulu, baru bisa diusulkan,” ujarnya. Sedangkan sebagian besar proyek lain belum pas dibiayai dengan dana obligasi.
Obligasi daerah adalah alternatif pendanaan bagi pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan sektor publik. Skema ini menjadi salah satu sumber pinjaman daerah jangka menengah dan jangka panjang yang berasal dari masyarakat. Dalam situs webnya, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menyatakan penerbitan obligasi daerah hanya dapat dilakukan di pasar modal dalam negeri dengan denominasi rupiah. Penerbitan obligasi daerah juga tidak dijamin oleh pemerintah.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan Inarno Djajadi mengatakan OJK akan segera merilis aturan mengenai penerbitan obligasi daerah. "Inisiatif ini memfasilitasi pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi atau sukuk daerah," ucapnya dalam pertemuan tahunan industri jasa keuangan 2024 di Jakarta pada 20 Februari 2024.
Pemerintah sebenarnya telah lama menggagas peluang bagi pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten untuk menerbitkan surat utang. Pemerintah menilai beberapa daerah yang siap melaksanakannya adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Pemerintah Jawa Barat, misalnya, berencana menerbitkan obligasi daerah pada 2025. Program ini akan masuk dokumen Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara 2024.
Berbeda dengan pemerintah Jawa Barat yang tengah sibuk menyiapkan penerbitan obligasi, pemerintah DKI Jakarta dan Jawa Timur hingga kini masih tampak adem ayem. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur Aris Mukiyono mengatakan obligasi daerah memang bisa menjadi salah satu potensi sumber pendanaan lain selain APBD. “Tapi untuk sementara kami belum,” tuturnya pada 1 April 2024. Senada, Kepala Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta Lusiana Herawati mengatakan sejauh ini belum berencana menerbitkan surat utang. “Belum perlu.”
•••
BEBERAPA bulan ini menjadi periode yang supersibuk bagi pemerintah Jawa Barat. Sederet agenda dimatangkan demi mengegolkan rencana merilis obligasi daerah. Salah satunya adalah mempercepat pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2025 yang memuat agenda penerbitan obligasi daerah. Dokumen ini ditargetkan beres pada Mei mendatang.
Dokumen RKPD menjadi instrumen bagi calon investor untuk mengevaluasi kinerja pemerintah daerah. Dengan mengkaji pelaksanaan RKPD, dapat diketahui sejauh mana capaian kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
Tahap selanjutnya, pemerintah Jawa Barat akan mengajukan usul penerbitan obligasi daerah kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada Juni 2024. Persetujuan dari tiga kementerian itu akan menjadi dasar pencantuman agenda penerbitan obligasi daerah dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) pada Rancangan APBD 2025.
Taufiq Budi Santoso memaparkan dokumen KUA dan PPAS tidak hanya memuat perizinan menerbitkan obligasi daerah dan tiga proyek yang akan dibiayai. Ada pula penjelasan tentang pendanaan proyek yang akan bersifat tahun jamak. “Tidak bisa hanya setahun.” Taufiq memberi contoh, pembangunan rumah sakit baru membutuhkan waktu sekitar tiga tahun, sementara pendirian laboratorium kesehatan daerah dan rumah sakit paru-paru memerlukan waktu dua tahun.
Tahap berikutnya adalah mengurus perizinan ke Otoritas Jasa Keuangan. Jika semua tahap berjalan lancar, pada akhir 2024 atau menjelang 2025 obligasi daerah pemerintah Jawa Barat sudah bisa terbit. Penerbitan obligasi daerah juga mempertimbangkan suku bunga Bank Indonesia.
Saat ini pemerintah Jawa Barat sedang membuat simulasi dengan memperhitungkan berbagai faktor dan kondisi perekonomian. Sebagai contoh, apabila suku bunga naik, tingkat imbal hasil obligasi juga cenderung naik. Di titik ini, pemerintah selaku penerbit obligasi harus menghitung kembali rencana itu, disesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah. “Ketika suku bunga tinggi, yield obligasi rendah dan tidak ada yang mau beli,” kata Taufiq.
Pemerintah Jawa Barat dibantu Kementerian Koordinator Perekonomian dalam penerbitan obligasi daerah. Jawa Barat diharapkan menjadi pemecah telur penerbitan obligasi daerah.
Kementerian Koordinator Perekonomian mempertemukan pemerintah Jawa Barat dengan sejumlah lembaga global, seperti Bank Dunia, International Mortgage Capital, Monmouth County Improvement Authority, dan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Lembaga-lembaga itu akan membantu pendanaan bagi penjamin emisi efek atau underwriter yang bakal menawarkan obligasi daerah ke pasar modal. Dukungan lain berupa bantuan peningkatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia untuk mengelola obligasi daerah. “Misalnya bagaimana mengelola utang, menyiapkan proyek dan melaksanakannya," Taufiq melanjutkan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan obligasi daerah bisa diandalkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur dengan catatan proyek itu memiliki imbal hasil yang menarik. Artinya, dia menjelaskan, tidak semua proyek infrastruktur bisa dibiayai dengan obligasi daerah, apalagi yang disubsidi negara. Tapi Bhima mewanti-wanti soal risiko skema ini. Misalnya ketika pemerintah daerah sudah telanjur menerbitkan obligasi, tapi ternyata proyeknya mandek. “Ini membuat penerbitan obligasi berikutnya tidak diminati investor.”
Bhima juga mengingatkan potensi risiko gagal bayar obligasi daerah. Data yang dihimpun Brooking Institute menunjukkan pada 2009-2015 ada 2.563 obligasi daerah yang gagal bayar, bahkan ada yang masuk kriteria technical default. Dia mengungkapkan, Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang menjadi dasar penerbitan obligasi daerah jangan sampai dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu dan menjadi moral hazard. “Apalagi kalau pengelolaan anggarannya selama ini mendapat rapor buruk,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ahmad Fikri di Bandung dan Hanaa Septiana di Surabaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pecah Telur Penerbit Obligasi".