Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KCI menandatangani pengadaan kereta bekas dari CRRC Sifang pada Januari 2024, yang harganya lebih mahal dibanding KRL Jepang.
Pemerintah melarang KCI mengimpor KRL bekas dari Jepang yang selama ini menjadi langganan.
CRRC mengalahkan perusahaan Jepang dan Korea.
ENAM rangkaian kereta rel listrik atau KRL 05-105F kembali dikirim dari Depo KRL Depok ke pabrik PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka di Jalan Yos Sudarso, Madiun, Jawa Timur, pada Selasa malam, 6 Februari 2024. Kereta itu merupakan sisa rangkaian dari pengiriman tahap pertama pada 17 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak akhir tahun lalu, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter merencanakan pembaruan teknologi dan fitur (retrofit) sejumlah KRL lama. “Pengadaan sembilan belas rangkaian KRL retrofit itu menelan investasi Rp 2,23 triliun,” kata juru bicara KCI, Anne Purba, pada 6 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kontrak retrofit 19 rangkaian KRL berlangsung pada 3 November 2023 di Madiun. Selain melakukan retrofit, KCI membeli tiga rangkaian KRL baru dari Cina dan 16 rangkaian kereta buatan Inka.
Pengadaan kereta baru menjadi ikhtiar KCI untuk menambah unit kereta setelah pemerintah melarang impor KRL bekas. Awalnya, KCI hendak mengimpor KRL seri E217 bekas dari perusahaan Jepang, JR East, sebanyak 120 unit pada 2023 dan 228 unit pada tahun berikutnya. Namun rencana ini tak bisa berlanjut lantaran tak sesuai dengan Lampiran III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2022 yang menyebutkan kereta api tak termasuk barang modal dalam keadaan tidak baru yang bisa diimpor oleh pemakai langsung.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan tahun lalu menyatakan impor KRL bekas bakal melanggar tiga aturan, yaitu peraturan presiden, peraturan Menteri Perindustrian, dan peraturan Menteri Perhubungan tentang prioritas penggunaan produk dalam negeri. Adapun Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto pada April tahun lalu membeberkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang isinya tidak merekomendasikan impor kereta bekas.
Dalam laporannya, BPKP menilai impor kereta bekas tak memenuhi kriteria dalam peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Perdagangan tentang kebijakan dan pengaturan impor. Menurut lembaga tersebut, armada KRL yang ada saat ini masih memadai dan impor kereta bekas tidak mendukung pengembangan industri dalam negeri. Berdasarkan audit BPKP, saat itu ada 1.114 unit KRL yang beroperasi, belum termasuk 48 yang sudah pensiun serta 36 yang dikonversi sementara.
Seto mengakui adanya overload pada jam-jam tertentu, tapi okupansi atau tingkat keterisian kereta pada 2023 baru 62,75 persen. Sedangkan tahun ini okupansi ditargetkan 76 persen dan naik menjadi 83 persen pada 2025. Karena itu, mau tidak mau KCI harus segera mendapatkan unit baru. Dari sejumlah pertemuan, pemerintah memiliki sejumlah rencana, yaitu pengadaan 16 rangkaian baru dari Inka, impor tiga rangkaian baru, dan retrofit terhadap 19 rangkaian.
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo (tengah), Direktur Utama PT KAI Commuter Indonesia (KCI), Suryawan Putra Hia (kiri), dan Direktur Utama PT INKA (Persero) Eko Purwanto (kanan) mengikuti rapat kerja membahas rencana impor Kereta Rel Listrik (KRL) bekas dari Jepang, dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Maret 2023. Tempo/M Taufan Rengganis
Untuk impor, pemerintah dan KCI memiliki sejumlah opsi. Dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, yang antara lain membidangi badan usaha milik negara dan investasi, pada 19 September tahun lalu, pelaksana tugas Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, John Robertho, mengatakan ada rencana mendatangkan kereta baru dari perusahaan Jepang, J-TREC. Selain itu, KCI menerima proposal penawaran KRL dari dua perusahaan asal Korea Selatan, yaitu Woojin Industrial Systems dan Dawonsys. Namun belakangan KCI malah menyepakati impor KRL baru dari Cina.
•••
KERETA Commuter Indonesia meneken perjanjian impor tiga rangkaian kereta dari CRRC Sifang Co Ltd di Beijing pada akhir Januari 2024. CRRC Sifang adalah perusahaan yang juga menyediakan rangkaian kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh. Nilai investasi pengadaan tiga kereta baru bertipe KCI-SFC120-V ini Rp 783 miliar. “Pengadaan KRL baru ini untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pengguna Commuter Line Jabodetabek tahun 2024 -2025 yang sudah mencapai 1 juta pengguna per hari,” ucap Direktur Utama KCI Asdo Artriviyanto pada 31 Januari 2024.
KCI mengimpor kereta dari CRRC atas beberapa pertimbangan. Selain harga penawaran yang lebih murah dari yang lain, spesifikasi teknisnya sesuai dengan syarat Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Alasan lain KCI memilih CRRC Sifang adalah material konstruksi keretanya sama dengan material standar KCI, yaitu baja tahan karat atau stainless steel. Sedangkan kebanyakan kereta buatan Korea Selatan menggunakan material aluminium. “Spesifikasi teknis yang sangat mendekati ya dari CRRC," tutur juru bicara KCI, Anne Purba.
Adapun rencana pembelian KRL baru dari Jepang diurungkan karena ada kenaikan harga. Berdasarkan proposal harga JR East pada Juni tahun lalu, impor tiga rangkaian KRL baru dari Jepang memerlukan biaya Rp 676,8 miliar. Angka tersebut lebih murah dari harga kereta buatan CRRC Sifang. Namun, menurut sejumlah informasi, pihak Jepang menyatakan ada perubahan harga serta beberapa pertimbangan lain yang membuat pengadaan beralih ke Cina.
Yang jelas, KCI saat ini membutuhkan rangkaian baru karena jumlah penumpang kereta komuter di sejumlah kota terus tumbuh. Berdasarkan data KCI, realisasi angka penumpang tertinggi sebelum masa pandemi Covid-19 mencapai 336,3 juta. Pada 2040, jumlahnya akan mencapai 523,6 juta penumpang. Melalui beberapa tahap pengadaan sejak 2024 sampai 2027, KCI akan mendapatkan tambahan kereta dari 104 menjadi 127 unit.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang mengatakan pemerintah harus mewaspadai pembelian kereta baru yang bakal berimbas pada potensi kenaikan biaya operasi. Menurut dia, akan ada biaya tambahan dan jika pemerintah tak mau menanggung subsidi, beban itu akan dilimpahkan kepada konsumen.
Selama ini, Deddy menambahkan, KCI selalu memakai kereta bekas dari Jepang yang bisa bertahan sampai 10 tahun. Biaya yang dikeluarkan pemerintah pun, menurut dia, jauh lebih rendah dibanding membeli kereta baru karena hanya biaya pengiriman unit bekas yang perlu dibayar. “Seperti mengeluarkan ongkos kirim kereta yang sudah tak dipakai di sana tapi masih bisa beroperasi 10-15 tahun,” ucapnya.
Deddy membandingkan produksi satu rangkaian kereta berisi 12 gerbong oleh Inka yang memerlukan biaya Rp 270 miliar. Sedangkan biaya impor kereta bekas dari Jepang hanya Rp 12 miliar. Pengadaan kereta ini pun, menurut dia, tak bakal serta-merta memenuhi kebutuhan lantaran dari segi jumlah hanya berfungsi menggantikan, bukan menambah unit yang ada.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ghoida Rahmah berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tambal-Sulam Kereta Listrik". Ada perbaikan di bagian pembuka artikel ini. Awalnya tertulis KRL bekas, seharusnya KRL baru.