Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Produsen roti Aoka dan Okko memiliki pabrik di Bandung.
Pabrik roti Okko bisa memproduksi 20-30 ribu bungkus roti dalam sehari.
Ada investor Cina di balik produsen roti Aoka dan Okko.
SUDAH sepekan kantor pusat dan pabrik roti PT Abadi Rasa Food di Jalan Raya Majalaya-Rancaekek, Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sepi. Ratusan karyawan pabrik roti merek Okko itu dirumahkan untuk sementara waktu. Hal ini terjadi setelah beredar kabar roti Okko diduga mengandung sodium dehydroacetate, bahan kimia yang lazim dipakai produsen kosmetik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika Tempo berkunjung pada Rabu, 17 Juli 2024, tak tampak hiruk-pikuk di area pabrik seluas 4.000 meter persegi tersebut. Hanya ada beberapa lelaki keluar-masuk gedung dengan diawasi petugas keamanan. Pengelola pabrik roti Okko, Jimmy, mengatakan perusahaan menyetop sementara produksi sembari melakukan renovasi. Manajemen Abadi Rasa Food juga menguji bahan baku yang mereka pakai di dua laboratorium swasta yang terakreditasi Komite Akreditasi Nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Jimmy, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Selasa, 2 Juli 2024, melakukan inspeksi mendadak dan mengambil sampel bahan baku roti Okko untuk diperiksa. Kini manajemen Abadi Rasa Food tengah menunggu hasil pemeriksaan BPOM. Jimmy berharap berbagai hasil uji itu dapat meyakinkan publik akan keamanan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti Okko.
Bukan cuma pabrik, kini kantor distributor pusat roti Okko yang terletak di kawasan tersebut juga tutup. Jimmy khawatir kabar dugaan penggunaan bahan pengawet sodium dehydroacetate membuat perusahaannya gulung tikar. “Pekerja sudah tidak sabar mau kerja lagi. Saya bilang sabar saja, jangan menambah masalah, pasti ada jalan terbaik,” katanya pada Rabu, 17 Juli 2024.
Truk memasuki area pabrik PT Indonesia Bakery Family, produsen roti Aoka, di kawasan Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 17 Juli 2024. Tempo/Prima Mulia
Situasi di pabrik Okko berbeda dengan pabrik roti Aoka yang terletak di Jalan Raya Sapan, Kabupaten Bandung. Riuh rendah pabrik masih terasa ketika Tempo berkunjung pada 17 Juli 2024. Aroma wangi dari roti yang dipanggang menyeruak di sekitar kawasan pabrik milik PT Indonesia Bakery Family itu. Truk-truk besar yang sarat muatan keluar-masuk gerbang. Sejumlah pedagang di sekitar pabrik mengatakan keramaian masih terlihat ketika karyawan masuk dan pulang kerja.
Head of Legal Indonesia Bakery Family Kemas Ahmad Yani mengatakan kabar yang beredar mengenai kandungan bahan pengawet sodium dehydroacetate dalam roti Aoka sangat mempengaruhi persepsi publik. Ia menegaskan bahwa produk perusahaannya telah mendapat izin edar dari BPOM. Untuk membantah dugaan adanya bahan berbahaya, Indonesia Bakery Family telah mengutus tim ke Singapura dan Cina untuk melakukan uji laboratorium sebagai pembanding atas uji laboratorium roti Aoka di Indonesia.
Kemas menyadari bahwa tanggal kedaluwarsa roti Aoka menimbulkan pertanyaan publik. Namun dia memastikan BPOM telah mengizinkan penggunaan bahan baku perusahaan.
•••
AOKA dan Okko memang fenomenal. Belum lima tahun beredar di pasar, dua merek itu sudah memikat banyak konsumen. Dengan harga jual Rp 3.000-4.000 per bungkus, dua merek roti ini disambut konsumen kelas menengah-bawah. Aoka dan Okko pun bersaing dengan roti kelas industri rumahan yang selama ini dipasarkan di warung-warung.
Di sebuah warung kelontong di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, roti Aoka terpacak di rak penjualan dengan beberapa merek roti lain. Dalam kemasannya yang berwarna cerah dan tampak menggembung, tercatat tanggal kedaluwarsa 5 Oktober 2024. Keawetan produk ini pula yang memikat banyak konsumen dan pedagang kecil. Betapa tidak, biasanya roti hanya tahan maksimal sepekan. Sedangkan Aoka bisa bertahan hingga tiga bulan.
Untuk kelas roti seharga Rp 3.000 per bungkus, Aoka dan Okko istimewa karena tidak diproduksi dalam skala rumahan. Kedua merek ini dibuat di pabrik dengan teknologi tertentu dalam produksi dan pengemasan. Meski ada sejumlah kesamaan, roti Aoka dan Okko dibuat oleh dua perusahaan yang sama sekali tidak berhubungan.
Berdasarkan akta perusahaan yang dilihat Tempo, Aoka diproduksi oleh Indonesia Bakery Family yang berstatus perusahaan penanaman modal asing, sementara Okko diproduksi oleh Abadi Rasa Food selaku perusahaan swasta nasional. Jajaran pengurus Indonesia Bakery Family pun didominasi warga negara asing. Sebagai contoh, jabatan Direktur Utama Indonesia Bakery Family dipegang Gao Xianliang, warga negara Cina. Kursi komisaris pun diduduki warga Negeri Panda, Li Shouqiau.
Dominasi entitas asing juga terlihat pada pemegang saham mayoritas Indonesia Bakery Family, yaitu PT East Asia Jaya. Sebagian besar saham East Asia Jaya dimiliki Friendship International Pte Ltd yang berkedudukan di Singapura.
Serupa dengan Indonesia Bakery Family, saham mayoritas Abadi Rasa Food dipegang oleh Wu Qiulin, seorang kelahiran Fujian, Cina, yang juga menjabat direktur di perusahaan itu. Adapun pengurus perusahaan lain warga negara Indonesia. Dari sisi modal yang disetor, dua perusahaan ini memiliki nilai yang jauh berbeda. Jumlah modal yang disetor kepada Indonesia Bakery Family mencapai Rp 20,7 miliar, sementara Abadi Rasa Food Rp 4,8 miliar.
Kemas Ahmad Yani membenarkan informasi bahwa perusahaannya berdiri pada 2017 dengan status penanaman modal asing. Saat ini produsen roti Aoka itu memiliki dua pabrik, yakni di Jalan Raya Sapan dan Jalan Raya Cicalengka, Majalaya, Kabupaten Bandung. Dua pabrik ini mempekerjakan 2.500 karyawan.
Melalui dua pabrik tersebut, Indonesia Bakery Family dapat memasok roti ke berbagai daerah di Indonesia. Selain beredar di Pulau Jawa, roti Aoka sudah menembus Kalimantan hingga kawasan Indonesia timur.
Sedangkan roti Okko baru diproduksi pada awal tahun ini. Kendati demikian, Abadi Rasa Food mengklaim produk-produknya telah menembus berbagai daerah di Jawa. Setiap hari perusahaan itu memproduksi 20-30 ribu bungkus roti. Roti Okko yang dihargai Rp 2.500-3.000 per bungkus menyasar pembeli dari kalangan menengah ke bawah.
Pengelola pabrik Okko, Jimmy, mengklaim hanya mengambil keuntungan tipis untuk bisa menetapkan harga murah. Namun dia menyatakan produk perusahaannya bisa memiliki ketahanan hingga 90 hari karena proses produksinya yang higienis dan berstandar internasional.
Pabrik Okko, Jimmy mengungkapkan, dijaga agar kondisinya sangat bersih dan tanpa bakteri. Pengemasan rotinya pun dilakukan otomatis dengan mesin. Setiap karyawan diwajibkan memakai sarung tangan. Ketika akan masuk ke ruang pengemasan roti, para pegawai harus memakai alat perlindungan diri, mencuci tangan dengan cairan alkohol, dan mengenakan masker. “Kalau tangan dipakai menggaruk, tidak boleh pegang roti, sarung tangannya harus dibuang,” ujarnya.
Jimmy juga mengklaim kemasan roti Okko berasal dari perusahaan berstandar ISO. Menurut dia, urusan kemasan perlu diperhatikan agar roti tidak habis ditumbuhi jamur. Selain itu, kemasan roti Okko harus tahan tekanan hingga 80 kilogram. “Tak boleh ada yang bocor angin atau pecah,” tuturnya. Kini Jimmy khawatir kabar mengenai kandungan bahan pengawet sodium dehydroacetate dalam roti Okko bakal mengganggu kelanjutan bisnis perusahaan. “Bos kami bukan orang kaya, dia merintis usaha mandiri dari skala kecil,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Anwar Siswadi dari Bandung berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sentuhan Modal Negeri Panda"