Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
ATS akan mengoperasikan Bandara Halim Perdanakusuma mulai September 2022.
ATS mengajukan tawaran kerja sama operasi dengan Angkasa Pura II.
Arsjad Rasjid ada dalam kepemilikan saham ATS, terhubung dengan Sakti Wahyu Trenggono.
BAGI Denon Prawiraatmadja, September 2022 adalah babak baru. Di bulan itu, Denon dan perusahaan yang ia pimpin, grup Whitesky Aviation, bakal menjadi pengelola bandar udara (bandara) Halim Perdanakusuma. Pada Kamis petang, 18 Agustus lalu, Denon merampungkan pembicaraan dengan Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin tentang alih kelola bandara di timur Jakarta itu. “Kami sudah ngobrol lagi,” katanya saat ditemui Tempo di Gedung Graha Mitra, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Whitesky adalah pemilik saham mayoritas PT Angkasa Transportindo Selaras atau ATS, perusahaan yang akan mengelola Bandara Halim Perdanakusuma. Hubungan ATS dengan Angkasa Pura II tak mulus lantaran kedua perusahaan ini bersengketa mengenai pengelolaan bandara itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Denon pun berdialog dengan Awaluddin atas perintah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, yang meminta Bandara Halim Perdanakusuma beroperasi mulai 1 September mendatang. Rencana operasi ini ditetapkan setelah pemerintah merampungkan proyek pemugaran bernilai Rp 600 miliar. Kini landas pacu (runway), landas hubung (taxiway), dan gedung terminal di Halim siap menyambut tetamu Konferensi Tingkat Tinggi G20, November mendatang.
Toh, meski tergeser, Angkasa Pura II tetap memegang kartu truf. Sebab, perusahaan pelat merah itu mengantongi sertifikat badan usaha bandar udara atau BUBU sebagai legalitas operator layanan penerbangan. Karena itu, posisi ATS terkunci, tetap harus bekerja sama dengan Angkasa Pura II untuk bisa menjalankan pelayanan di Bandara Halim Perdanakusuma,
Aktivitas di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 26 Januari 2022. Dok.TEMPO/Muhammad Hidayat
Jalan keluarnya, ucap Denon, ATS menggandeng Angkasa Pura II dengan opsi kerja sama operasi atau kontrak sebagai operator. Dia membandingkan skema ini dengan pengelolaan Bandara Internasional Kertajati di Majalengka yang dimiliki pemerintah Jawa Barat dan Bandara Dhoho di Kediri, Jawa Timur, yang sedang dibangun PT Gudang Garam. “Agaknya kami akan hire Angkasa Pura sebagai operator saja. Itu win-win solution paling cepat,” ujarnya.
Strategi itu mungkin menjadi akhir kisruh pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma. Kekisruhan ini bermula saat ATS bekerja sama dengan Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau), entitas yang mewakili Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara selaku pemegang kuasa pengelolaan Bandara Halim. Melalui kerja sama yang terbuhul pada 2006 ini, ATS, yang waktu itu sahamnya dikuasai Grup Lion Air, bakal mengoperasikan bandara untuk penerbangan sipil di Halim, yang sudah lama dikenal sebagai pangkalan militer.
Namun kesepakatan itu tak memperhitungkan Angkasa Pura II, yang ditunjuk sebagai pengelola oleh Departemen Perhubungan sejak 1990. Walhasil, merasa terhalangi, ATS menggugat Angkasa Pura II dan Inkopau. Setelah adu gugatan pada 2010-2015, Mahkamah Agung menetapkan ATS sebagai pengelola Bandara Halim Perdanakusuma, menggeser Angkasa Pura II.
Setelah menang di pengadilan, ATS tetap tidak bisa benar-benar mengambil alih Bandara Halim karena tak kunjung mendapatkan sertifikat BUBU. Upaya alih kelola kembali berlanjut setelah Whitesky membeli saham ATS dari Lion Air. Dengan strategi yang diterapkan Denon, agaknya langkah ATS untuk memegang pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma bakal mulus.
•••
SEBELUM kisruh pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma kembali ramai, kabar pergantian pemilik Angkasa Transportindo Selaras dari Lion Air ke Whitesky Aviation beredar di lingkungan Kementerian Perhubungan. Whitesky membeli saham Lion Air di ATS pada 2020. Seorang sumber bercerita, ada sosok-sosok ternama di balik perusahaan pemilik ATS. Salah satunya menteri di Kabinet Indonesia Maju. “Lion Air capek mengurusi perusahaan ini, sahamnya terus dijual,” tutur sumber itu.
Dalam akta perusahaan terbaru disebutkan sebanyak 80 persen saham ATS dikuasai grup Whitesky melalui PT Halim Skyperdana Indonesia, diikuti Inkopau 15 persen dan Pusat Koperasi TNI Angkatan Udara (Puskopau) 5 persen. Denon Prawiraatmadja menempati posisi komisaris, sementara Arlan Septian Ananda Rasam bertindak sebagai Komisaris Utama ATS. Di kursi direksi, ada Benny Rustanto selaku direktur utama dan Abdul Satar sebagai direktur.
Jika ditelusuri, data kepemilikan perusahaan pengendali ATS masih panjang. Halim Skyperdana dikuasai PT Whitesky Airport Asia dan PT Sarana Transportasi Infrastruktur. Sedangkan saham mayoritas Whitesky Airport Asia dimiliki PT Whitesky Sarana Aeroasia. Di perusahaan terakhir ini, ada nama Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, selaku komisaris utama.
Adapun informasi yang diperoleh Tempo menyebutkan Arlan Septian Ananda Rasam dan Abdul Satar yang duduk di kursi komisaris dan direktur ATS terhubung dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Sebelum menjabat Menteri Kelautan, Trenggono adalah Wakil Menteri Pertahanan. Abdul Satar adalah rekan bisnis Trenggono di TRG Investama.
Saat ditemui Tempo pada Kamis, 18 Agustus lalu, Arsjad mengakui kepemilikan saham perusahaannya di ATS. “Kami tidak menyentuh kepemilikan koperasi TNI Angkatan Udara sejak awal,” ujarnya.
Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2021-2026 Arsjad Rasjid di kantor Kadin Jakarta, Juli 2021. TEMPO/Tony Hartawan
Menurut Arsjad, Denon yang mendorong perusahaannya mengakuisisi ATS. Setelah sukses menggarap Cengkareng Heliport atau bandara helikopter di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Whitesky mengembangkan bisnisnya menjadi pengelola bandara pesawat komersial berjadwal. Dia enggan mengungkapkan nilai pembelian saham Lion Air di ATS. “Tidak terlalu signifikan,” ucapnya. Arsjad menambahkan, perusahaannya mengambil alih utang ATS, seperti tunggakan setoran penerimaan negara bukan pajak dan kontribusi tahunan kepada TNI Angkatan Udara.
Denon pun membenarkan hal tersebut. Untuk memuluskan rencana akuisisi ATS, Denon mendatangi Edward Sirait, Direktur Umum Lion Air, pada Oktober 2020. Kepada Edward, Denon menawarkan kerja sama. Skemanya, Whitesky membeli saham ATS dan Lion Air mendapat prioritas sebagai maskapai pengguna Bandara Halim Perdanakusuma.
Untuk memulai pembicaraan, Denon menyinggung rencana besar Rusdi Kirana, bos Lion Air, kepada Edward. “Saya bilang ke dia, kalau kita kerja sama bagaimana, tapi kalau boleh saya yang kembangkan Halim,” tutur Denon. Sempat ditolak di awal, tawaran itu kemudian bersambut. Salah satu alasannya adalah keuangan Lion Air yang terganggu karena pandemi Covid-19.
Ihwal masuknya Trenggono diakui oleh Arsjad. “Dia dulu selalu bilang, gue ikutan bisnis, dong,” ujarnya. Kerja sama Arsjad dengan Trenggono pertama kali dijalankan di Pelabuhan Patimban. Di pelabuhan di Subang, Jawa Barat, itu, Arsjad dan Trenggono masuk ke konsorsium operator yang dipimpin CT Corp.
Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta, Oktober 2019. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Bandara Halim Perdanakusuma, kata Arsjad, menjadi obyek kerja sama berikutnya. “Dia (Trenggono) sempat bilang ada investor Jepang yang mau masuk,” ucapnya. Trenggono belakangan batal bergabung, tapi membawa Abdul Satar sebagai calon investor dalam pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma.
Dimintai tanggapan tentang hal ini, Trenggono belum menjawab surat permohonan wawancara yang dikirim Tempo. Demikian pula Abdul Satar. Sekretaris Satar, Duma Saragih, menyebutkan bosnya sedang berada di Australia. “Permohonan wawancara Anda saya berikan setelah dia kembali ke Jakarta,” tutur Duma pada Jumat, 19 Agustus lalu.
Sedangkan Arlan Septian Ananda Rasam menyebutkan bergabungnya dia dengan Arsjad di Halim adalah buah rencana bisnis bersama. Arlan juga mengaku sebagai rekan bisnis Trenggono. “Kami teman kuliah. Sudah lama kami berteman,” ujarnya. Arlan tidak memberi jawaban tentang rencana Trenggono membawa investor Jepang untuk mendanai pengembangan Bandara Halim Perdanakusuma. Dia pun menegaskan bahwa modal bukan persoalan besar. “Kami melihat by project, secara bisnis ini bagus.”
Bagi TNI Angkatan Udara, kerja sama dengan ATS memberikan berkah. Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah, ATS telah menyetor kontribusi tahunan kepada Inkopau. Pada 2006-2008, kata dia, ATS telah membayar sewa ke kas negara dan menyetor kontribusi tahunan ke Inkopau yang digunakan untuk rumah dinas, kendaraan dinas, dan sarana prasarana prajurit. “Bila ditotal jumlahnya Rp 16,12 miliar,” ucapnya dalam keterangan tertulis.
Potensi keuntungan dalam pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma juga cukup besar. Hitungannya, pada 2019 bandara ini melayani 7,4 juta penumpang. Jika dikalikan dengan tarif pelayanan jasa penumpang atau passenger service charge Rp 50 ribu per orang, ada potensi pemasukan hingga Rp 370 miliar. Ini belum menghitung pendapatan dari penyewaan ruang toko dan lahan parkir.
TNI Angkatan Udara menerima kontribusi ini melalui Puskopau dan Inkopau. Dua koperasi tersebut tidak keluar modal sepeser pun untuk beroleh saham ATS karena dulu bermitra dengan Lion Air. Setoran dividen buat Inkopau dan Puskopau akan dipotong untuk mencicil kewajiban setoran modal, yang saat ini ditalangi pemegang saham mayoritas. Namun Indan belum menanggapi kabar pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma sebagai bentuk bisnis TNI Angkatan Udara.
•••
SEUSAI proses akuisisi saham Angkasa Transportindo Selaras oleh Lion Air, Denon Prawiraatmadja menemui petinggi TNI Angkatan Udara, mengabari bahwa perusahaannya bakal menjadi pengendali baru Bandara Halim Perdanakusuma. Dia juga berusaha menghidupkan kembali pembahasan kerja sama operasi ATS dengan Angkasa Pura II, yang selalu mentok saat diupayakan selama bertahun-tahun.
Menurut Denon, TNI Angkatan Udara sudah memberikan peluang agar ATS dan Angkasa Pura II bisa bekerja sama untuk mengelola Halim. Namun, sampai tenggat yang ditentukan pada akhir Mei lalu, tak kunjung ada kata sepakat. Pendekatan kemudian berlanjut pada 7-13 Juli lalu. Akhirnya, pada Kamis, 21 Juli lalu, Angkasa Pura II menyerahkan pengelolaan bandara ke TNI Angkatan Udara dan selanjutnya diteruskan kepada ATS.
Denon mengakui ATS dan Angkasa Pura II tak sepakat mengenai bagi hasil pendapatan dalam negosiasi kerja sama operasi. ATS, dia menjelaskan, menganggap persentase bagi hasil yang ditawarkan Angkasa Pura II terlalu kecil. Denon pun kemudian menemui Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, melaporkan kegagalan negosiasi tersebut, sembari mengajukan permohonan izin BUBU pada Senin, 1 Agustus lalu, agar bisa mengoperasikan layanan penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma tanpa Angkasa Pura II. “Kewenangannya ada di tangan menteri. Ini hanya masalah keadilan antara perusahaan milik negara dan swasta, menteri sebagai penengah,” tuturnya.
Menurut Denon, pemerintah selalu mendorong ATS dan Angkasa Pura II bekerja sama mengelola Bandara Halim Perdanakusuma. Adapun Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin tidak menjawab upaya klarifikasi Tempo.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Nur Isnin Istiartono, mengatakan Angkasa Pura II dan ATS sedang dalam tahap penyelesaian pembahasan skema kerja sama di Bandara Halim Perdanakusuma. Ihwal pengurusan sertifikat BUBU oleh ATS, Isnin menyebutkan pemerintah sebagai regulator wajib memastikan terpenuhinya aspek keselamatan dan keamanan penerbangan. “Sekaligus pelayanan jasa transportasi udara,” ujarnya pada Jumat, 19 Agustus lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo