Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BP Tapera bekerja sama dengan tujuh manajer investasi mengelola dana peserta.
Pemanfaatan Tapera dibatasi penghasilan peserta.
Pemerintah berjanji mengawasi penempatan dana Tapera.
PANGESTU baru sadar bahwa para pekerja swasta bakal diwajibkan menjadi peserta program Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera setelah ramai kabar di media sosial dan media massa nasional. Kabar-kabar itu menyebutkan soal Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang intinya akan memangkas sebagian gaji para pekerja untuk disimpan dalam skema Tapera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan Pangestu, yang bekerja di salah satu perusahaan digital, baru tahu bahwa para pekerja yang telah memiliki hunian seperti dia juga wajib mengikuti program Tapera. Pria 30 tahun itu baru pada pertengahan tahun lalu menjadi nasabah kredit pemilikan rumah (KPR) di salah satu bank untuk membeli rumah di Bogor, Jawa Barat. "Jika program ini berjalan, penghasilan saya bakal menipis karena terpotong untuk Tapera," ujarnya pada Selasa, 4 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 pada 20 Mei 2024, yang sejatinya adalah perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020. Aturan ini menyatakan skema Tapera mulai berlaku paling cepat pada 2027. Penolakan publik pun mengemuka terhadap klausul yang mewajibkan pekerja swasta dan pekerja mandiri menjadi peserta Tapera. Sebab, akan ada pemotongan gaji sebesar 2,5 persen bagi karyawan seperti Pangestu untuk dimasukkan ke program tabungan ini. "Selama ini gaji bulanan sudah dipotong untuk pajak serta iuran wajib jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan," katanya.
Meski pemotongan gaji berlaku umum, manfaat pembiayaan perumahan Tapera hanya dapat dinikmati anggota masyarakat berpenghasilan rendah, yakni pekerja berpenghasilan bersih paling besar Rp 8 juta per bulan. Khusus di Papua dan Papua Barat, batas penghasilannya Rp 10 juta per bulan. Manfaat itu antara lain untuk KPR dan kredit bangun rumah bagi peserta yang ingin memiliki rumah pertama, juga kredit renovasi rumah yang bisa dipakai buat memperbaiki rumah pertama.
Para pekerja yang tidak bisa menikmati manfaat-manfaat tersebut, seperti Pangestu, disebut sebagai "penabung mulia" oleh Badan Pengelola Tapera atau BP Tapera. Sebutan itu muncul karena tabungan mereka akan dikelola oleh BP Tapera yang hasilnya bakal digunakan untuk menyubsidi biaya kredit perumahan masyarakat berpenghasilan rendah. Para penabung mulia itu dijanjikan bisa menarik saldo tabungan tersebut ditambah hasil pemupukannya pada saat pensiun.
Selain keberatan mengenai pemotongan gaji, ada kekhawatiran publik terhadap pengelolaan dana Tapera. Apalagi, menurut Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Badiul Hadi, publik resah lantaran ada kasus korupsi yang terjadi pada lembaga pengelola dana publik, seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Badiul mengungkapkan, Tapera muncul dengan perencanaan yang kurang optimal dan sosialisasi yang minim. “Publik khawatir akan aspek transparansi dan akuntabilitas," ucapnya.
Pada Rabu, 5 Juni 2024, komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menyatakan skema simpanan wajib tersebut belum tentu dimulai pada 2027. Sebab, kata dia, BP Tapera masih memiliki pekerjaan rumah meningkatkan tata kelola skema tabungan ini, dari tata kelola organisasi, dana, hingga model bisnisnya. Menurut Heru, BP Tapera masih mengkaji kemungkinan adanya manfaat tambahan bagi para penabung mulia. “Mungkin seperti diskon khusus di gerai tertentu atau kemudahan fasilitas kredit konsumsi,” tuturnya.
Saat ini, Heru menambahkan, BP Tapera belum menerima peserta baru baik aparatur sipil negara, pegawai swasta, maupun pekerja mandiri. Peserta program Tapera saat ini adalah peralihan dari peserta Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan atau Bapertarum, yaitu para aparatur negara. Para peserta yang telah terdaftar disebut memiliki rekening di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, yang menjadi bank kustodian atau bank pengurus. Mereka bisa memeriksa secara berkala nilai simpanan yang telah dikumpulkan berikut hasil pengembangannya.
Untuk mengelola dana peserta, BP Tapera menggandeng tujuh manajer investasi melalui kontrak investasi kolektif. Perusahaan-perusahaan itu adalah PT Bahana TCW Investment Management, PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, PT BNI Asset Management, PT BRI Manajemen Investasi, PT Mandiri Manajemen Investasi, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, dan PT Schroder Investment Management Indonesia. Heru mengklaim tujuh perusahaan ini dipilih dengan kriteria dan persyaratan yang ketat. “Dalam pengelolaan dana, BP Tapera bertindak sebagai regulator sehingga hak kepesertaan dapat terlindungi,” ujarnya.
Dalam keterangan pada 21 Desember 2023, BP Tapera menjelaskan, imbal hasil bersih yang diperoleh peserta kontrak pengelolaan dana Tapera (KPDT) konvensional mencapai 8,69 persen pada 14 Juni 2021-18 Desember 2023. Sementara itu, imbal hasil KPDT syariah Tapera sebesar 6,08 persen. Pada periode tersebut, total dana kelolaan KPDT konvensional Tapera mencapai Rp 7,23 triliun dari 3,07 juta peserta dan dana kelolaan KPDT syariah Rp 508,9 miliar dari 254,4 ribu orang. BP Tapera mengklaim imbal hasil pengelolaan dana tersebut jauh di atas rata-rata bunga deposito bank pemerintah yang mencapai 2,79 persen serta bunga tabungan 0,59 persen.
Untuk memastikan keamanan pengelolaan dana, Heru menyatakan BP Tapera bakal mengevaluasi kinerja manajer investasi setiap tiga bulan. BP Tapera pun telah menyiapkan panduan bagi para manajer investasi dalam penempatan uang, antara lain memilih instrumen dengan peringkat investasi minimum A. Hingga saat ini, Heru melanjutkan, sekitar 80 persen dana yang dihimpun BP Tapera ditempatkan di obligasi, baik obligasi negara maupun korporat. Pada akhir Desember 2023, porsi dana yang ditempatkan di surat utang negara mencapai 65 persen.
Panduan penempatan aset itu sesuai dengan arahan pemerintah. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan BP Tapera bisa menempatkan dana pada instrumen investasi seperti deposito, surat berharga negara, dan sukuk. Namun ia juga membuka peluang lembaga ini berinvestasi di instrumen lain yang dianggap aman. “Harapannya bisa mendapat return yang baik agar bisa membiayai lebih banyak perumahan rakyat.”
Ihwal penempatan dana, Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies Nailul Huda melihat obligasi negara adalah instrumen investasi yang aman karena ada jaminan dari pemerintah. Namun dia berpendapat saat ini deposito semestinya bisa menawarkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Apalagi laporan Bank Indonesia menyatakan posisi rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka meningkat setelah suku bunga acuan naik.
Dengan adanya kenaikan bunga acuan, Huda menuturkan, selisih antara suku bunga deposito dan kupon obligasi negara bertenor 10 tahun menyempit. Hal ini membuat pasar surat berharga negara tertekan di pasar sekunder domestik. Pemerintah pun harus berhati-hati dalam menerbitkan yield atau imbal hasil obligasi karena menjadi beban negara. “Investor yang rasional seharusnya memilih deposito dibanding obligasi bertenor panjang,” ucapnya.
Huda menduga pemerintah berkepentingan mendorong dana Tapera ditempatkan pada surat berharga negara yang dipakai untuk membiayai belanja. Karena itu, dia meminta BP Tapera melakukan asesmen atau pengujian kembali terhadap skema penempatan dana. Asesmen itu harus meliputi penilaian atas tingkat pengembalian hingga keamanan transaksi keuangan. Pemupukan dana, kata Huda, juga harus terbebas dari konflik kepentingan, termasuk Menteri Keuangan yang masuk struktur Komite Tapera. Komite ini antara lain bertugas menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan dana Tapera.
Karena itu, bagi karyawan swasta seperti Pangestu, program seperti Tapera ibarat menabung dengan paksaan. “Kalau iurannya wajib tapi tak bisa mendapat manfaatnya, mending menabung sendiri." Toh, tak perlu juga embel-embel penabung mulia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Harapan Kosong Penabung Mulia"